
Kekerasan
ISIS dengan dalih agama, tidak hanya terjadi di Timur Tengah, bahkan sudah
menjalar ke Asia Tenggara. Tidak menutup kemungkinan ke Indonesia," ungkap
Pengurus PCNU Banyuwangi Haikal Kafili saat membuka seminar deradikalisasi di
aula PCNU Banyuwangi, Jumat (23/6).
Maraknya
faham radikal yang menjangkiti generasi muda juga menjadi keprihatinan para
peserta seminar yang diadakan oleh PAC IPNU IPPNU Banyuwangi bersama Lentera
Indonesia Institute tersebut. Kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi lahan
subur persemaian bibit-bibit radikalisme.
Ancaman
radikalisasi harus diimbangi, penyampaian konten dakwah moderat, yang benar.
"Kaidah dalam Islam itu harus berpacu pada Al-Qur'an, Hadist, Ijma dan
Qiyas yang harus dipahami dengan ilmu para ulama aswadul adzam
(mayoritas)," terang, ketua Aswaja NU Center Banyuwangi KH. Abdillah
As'ad, LC.
Untuk
mengantisipasi hal tersebut, menurut Yusuf Soeharto perlu memperhatikan lima
hal dalam menyikapi nilai-nilai keagamaan. "Pertama, moderasi
(pertengahan) dalam menggunakan dalil antara naqli (ayat-ayat) dan aqli (akal
pikiran)," ungkap pegiat deradikalisasi Jawa Timur tersebut.
Meningkatkan
toleransi pada hal yang furuiyah (cabang) dab dengan beragama secara
porposional. "Jangan sampai hanya karena perbedaan bacaan sholat lantas
menjadikan saling bermusuhan. Berlebihan itu tidak disukai Allah, termasuk juga
dalam beragama," terang salah satu tim penulis buku Kajian Aswaja itu.
Mengikuti
imam madzab sehingga pemahaman keagamaan lebih aman karena diakui secara
mayoritas dan secara historis serta berhati-hati memvonis kafir dan sesat pihak
berbeda. "Mengkafirkan kelompok yang berbeda akan menjadi pintu masuk radikalisasi
agama," pungkasnya. (eros)