Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Korupsi memiliki dimensi gender, medki ada
perbedaan dampak sosial antara laki-laki dan perempuan, namun dampak korupsi
lebih parah bagi perempuan.
Perempuan lebih rentan jadi
korban dan mengalami rintangan. Demikian ungkap Direktur Eksekutif Women
Research Institute (WRI), Sita Aripurnami usai Pelatihan Kesetaraan
Gender/Pemberdayaan Perempuan dan Dampak Korupsi bagi Perempuan, di Hotel Aston
Jember, Selasa sore (8/8).
Pelatihan yang disponsori United
States Agency International Development (USAID) digelar, sejak Senin (7/8) hingga
hari ini. Pelatihan itu melibatkan berbagai stake holder, mulai dari aktifis
perempuan, dinas kesehatan dan puskesmas, BPJS Kesehatan, pekerja sosial, BPD
serta perwakilan jurnalis di Jember
Menurutnya, dampak korupsi
terhadap perempuan itu bisa dilihat per sektor. Misalnya, sektor kesehatan yang
selama ini menjadi kajian WRI. Tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia
yang mencapai 359 kasus per 100 ribu persalinan menjadi salah satu contoh
dampak korupsi terhadap perempuan.
Bahkan, angka tersebut
lebih tinggi bila dibanding masa pemerintahan orde baru yang berada di 320
kasus per 100 ribu persalinan. “Jika dilihat dari sektor kesehatan,
sebenarnya banyak kasus menyedihkan yang dialami oleh perempuan. Salah satunya
adalah kasus kematian Bu Nety, saat proses persalinan” ujarnya.
Dalam simulasi, digambarkan
bahwa Bu Nety, tewas karena kompleksitas persoalan korupsi yang menjadi
perintang memperoleh layanan kesehatan. Tak hanya korupsi di sektor
kesehatan saja, melainkan juga bidang infrastruktur, penyediaan fasilitas
angkutan massal dan kesahihan data warga miskin.
Semuanya saling terkait
berkelindan, hingga menyebabkan Nety meninggal lantaran tak mendapat layanan
kesehatan yang memadai. “Karena kasus korupsi itu kompleks, sehingga
untuk mengurainya harus dilakukan satu persatu, dan perempuan wajib
berpartisipasi di dalamnya,” tuturnya.
Mengenai partisipasi perempuan,
Sita berkata, sebenarnya telah ada upaya yang dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) terkait jaringan solidaritas perempuan untuk memerangi korupsi.
Bahkan jaringan itu juga dibangun hingga ke daerah-daerah melalui solidaritas
perempuan anti korupsi.
Namun, gaungnya tidak sampai
daerah. Untuk itu, WRI mendorong peran perempuan dalam pemberantasan korupsi.
“Kalau semangatnya (di Jember) sudah ada, tinggal bagaimana mengawal menjadi
gerakan di masing-masing daerah, yang benar-benar massif. (eros/ruz)