
Penangkapan, Heri Budiawan
alias Budi Pego, oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi, lantaran diduga saat
aksi ditemukan bendera berlogo palu arit, namun hal itu dibantah para aktivis, mereka
menuding itu adalah politik adu domba yang lancarkan Investor untuk mengkrimilasisasi
para aktivis penolak tambang emas.
Akibatnya Pro-kontra atas
pengangkapan Budi Pego itu semakin hari semakin meluas. Sejumlah Takoh Agama
dan Nasional Kabupaten Banyuwangi mendukung penangkapan terebut, sementara
puluhan aktivis lingkungan Se Jawa timur menuduh bahwa penangkapan itu
bernuansa politik dan meminta untuk dilepaskan.
Bahkan Ketua Forum
Solidaritas Banyuwangi (FSB), M. Yunus Wahyudi, menuding mereka yang mendukung penahanan
itu, telah mendapat aliran dana. Menurutnya, tambang yang dikelola PT Bumi
Suksesindo (BSI) ini bisa lancar beroperasi karena telah bagi-bagi 'angpao'
kepada para petinggi pemerintahan.
Termasuk kepada Ketua
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyuwangi, KH. Masykur Ali, serta para
Kiai lainnya. "NU itu dapat mulai masa Indo Multi Niaga (IMN) hingga
sekarang jadi BSI. Tapi entah dikemanakan uangnya," lontar Yunus, Minggu
(10/9/17).
Yunus juga menyebut tokoh
NU lain juga menerima uang dari tambang emas Sumberagung, Pesanggaran tersebut,
yakni NNA, asal Rogojampi dan AR dari Srono. Sejumlah pejabat juga disebut.
Diantaranya BK, mantan Kepala Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi dan NM, mantan
Kapolres Banyuwangi.
Hal itu, awal
termarginalkannya warga sekitar tambang, dan justeru si Budi Pego jadi tumbal, disangka
mengibarkan spanduk dan bendera berlogo palu arit. "Jika aparat ingin
mengungkap, kan mencari dalang demonya dulu. Bukan menahan pendemo yang barang
buktinya juga tidak ada," sergah Yunus.
Sontak saja tuduhan
tersebut membuat berang PCNU Banyuwangi, dan akan melaporkan Ketua FSB, M.
Yunus Wahyudi ke Polres. Pasalnya telah menghina marwah lembaga PCNU serta Kiai
di Bumi Blambangan. Bahkan Yunus juga menyebut ada istilah ‘Kiai Perampok’
dilingkaran PCNU Bumi Blambangan.
“Saat ini kita lakukan
kajian. Selanjutnya kita akan laporkan atas dugaan pencemaran nama baik. Baik
perseorangan maupun secara kelembagaan,” ucap Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
PCNU Banyuwangi, Misnadi SH, Senin (11/9/17).
Keputusan ini diambil
setelah jajaran PCNU Banyuwangi, menggelar rapat koordinasi di kantor
Sekretariat Jalan Ahmad Yani Banyuwangi. Baik Ketua PCNU Banyuwangi KH Masykur
Ali, Wakil Ketua H. Nanang Nur Ahmadi dan pengurus lainnya sepakat menyerahkan
penanganan kasus ini kepada LBH PCNU.
Dikonfirmasi terpisah, M.
Yunus Wahyudi, mengaku siap dilaporkan ke pihak berwajib. Karena dia yakin,
statement nya adalah sebuah kebenaran.“Ingat, penjara tidak akan menyurutkan
semangat Yunus dalam memperjuangkan kebenaran,” tegasnya.
Namun Ia membantah menyebut
aliran dana mengalir ke PCNU.“NU kan untuk kemaslahatan umat. Ini oknum, bukan
NU. Saya juga NU, saya pengurus Pagar Nusa. Terkait istilah ‘Kiai Perampok’,
Yunus mengaku dirinya hanya menyampaikan apa yang telah diucapkan salah satu
Kiai sepuh di Banyuwangi saja.
Keberadaan Tambang Emas di
Gunung Tumpang Pitu, tidak hanya membuat persetruan antara aktivis Lingkungan
dan Pengurus NU Banyuwangi, Polres Banyuwangi juga menerima imbas dari aksi
para aktivis penolak tambang emas.
Lantaran karena disinyalir
telah mengizinkan aksi demonstrasi, kegiatan seni yang melebihi batas waktu serta
berpotensi menimbulkan kerusuhan, Pemuda
Pancasila (PP) Banyuwangi, Senin (11/9) berkirim surat mengadukan Polres
Banyuwangi ke Mabes Polri.
Terkait demo yang
dilakukan mahasiswa, Sabtu (9/9) didepan Taman Makam Pahlawan (TMP), Eko
menilai polisi telah mengesampingkan kesepakatan yang dibuat. “Kita meminta Bapak Kapolri Jenderal Tito
Karnavian, memberi teguran keras pada Polres Banyuwangi,” tegas Ketua PP
Banyuwangi, Eko Suryono S. Sos, saat konferensi pers di Wisma Atlit Banyuwangi.
Sehari sebelum aksi, Kasat
Intelkan Polres Banyuwangi, AKP. Bambang Agus Tri Basuki, perwakilan peserta
aksi dan Eko Suryono, menggelar perjanjian bahwa demo berisi tentang penolakan
terhadap tambang emas Gunung Tumpang Pitu, di Desa Sumberagung, Kecamatan
Pesanggaran. Dan tidak membahas proses penahanan Budi Pego.
Mahasiswa menyebut
penahanan Budi Pego adalah tindakan kriminalisasi terhadap aktivis tolak
tambang. Disisi lain, PP Banyuwangi menilai penahanan sudah sesuai prosedur dan
Budi Pego bukanlah aktivis tolak tambang. Karena dalam penelusuran PP,
ditemukan bahwa Budi Pego adalah mitra PT Indo Multi Niaga (IMN), operator
tambang emas Gunung Tumbang Pitu, sebelum PT Bumi Suksesindo (BSI).
“Kami tidak membatasi daya
kritis adik-adik mahasiswa, karena itu kita tidak melarang saat mereka aksi
tolak tambang. Tapi kita hanya mengajak mahasiswa serta seluruh masyarakat
untuk lebih memahami bahwa gambar, simbol atau logo palu arit itu dilarang dan
melanggar aturan pemerintah,” ungkap Eko.
Selain itu juga disepakati
bahwa aksi bisa dilakukan hingga pukul 21.00 WIB. Dengan syarat, diatas pukul
18.00 WIB tidak ada lagi orasi dan hanya diisi kegiatan pentas seni. Yang
disayangkan PP, orasi masih dilakukan hingga malam hari.
“Itu dibiarkan oleh
kepolisian, padahal sudah melanggar kesepakatan. Yang perlu diingat, izin aksi
itu bisa keluar atas dasar adanya kesepakatan. Karena dihari yang sama
sebenarnya PP juga akan demo mendukung penahanan Budi Pego, tapi kita bersedia
menunda karena menghargai aspirasi mahasiswa,” katanya.
Sementara itu, Kasat
Intelkam Polres Banyuwangi, AKP. Bambang Agus Tri Basuki, menolak ketika
dikonfirmasi wartawan terkait pelaporan tersebut. “Saya hanya melaksanakan
tugas sesuai institusi. Untuk komentar ke media, menjadi kewenangan Kasubag
Humas,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Senin
pagi (11/8), anggota PP Banyuwangi, mendatangi Kejari. Mereka memberikan
dukungan moral kepada Kejari atas keputusan menahan Budi Pego. Kehadiran ormas
berseragam loreng oranye ini disambut baik oleh sejumlah petinggi Kejari.