Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com.
AJI kota Jember, bersama Internews dan Google News Initiative melatih puluhan pekerja
dari berbagai platform media menangkal
informasi palsu atau hoaks.
Minimnya minat baca, penyebab mudahnya penyebaran hoax.
Kegiatan ini diharapkan menghasilkan jurnalis berkualitas, dan mengangkat
tingkat literasi masyarakat. “Sejak pelatihan digelar, 3 ribuan jurnalis terlibat,
secara nasional, ini yang kali ketiga. Pertama 2017 lalu, pungkasnya. (eros).
Selama dua hari, Sabtu-Minggu (21-22/9), dua pelatih, trainer dari AJI bersertifikat
Google yaitu Anang Zakariya dan Bina Karos akan menyampaikan berbagai problem
dan tantangan media kekinian, khususnya media daring, yang rentan
terkontaminasi oleh informasi hoaks.
Sehari sebelumnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini juga menggelar seminar
soal isu yang sama di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi. Kegiatan ini
dilatarbelakangi oleh fenomena banyak dan cepatnya penyebaran informasi di era
digital, terutama melalui media sosial.
Agar tidak tegang, Kegiatan bagi jurnalis, pengelola media, pers
mahasiswa, dan pengelola media daring berbasis komunitas dari berbagai
kabupaten di wilayah kerja AJI Jember, Jember, Bondowoso, Lumajang, Bondowoso,
Situbondo, dan Banyuwangi ini, dikemas dengan cara menyenangkan.
“Dalam Trainer, dijelaskan apa saja peranti pendeteksinya,
agar para jurnalis bisa menjadi agen penangkal hoaks,” kata Plt Ketua Aliansi
Jurnalis Independen (AJI), Jember, Mahrus Sholih, diselah-selah pelatihan Google
News Initiative Training Network di Hotel Meotel, Sabtu (21/9/2019)
Menurutnya, penyebaran hoaks itu beragam tujuannya, mulai yang
bermanfaat dan dibutuhkan oleh publik, hingga, disinformasi, atau kabar bohong.
“Bisa berupa teks, foto hingga video, ada yang sekedar lelucon, tapi ada juga
yang mengandung kepentingan politik atau ekonomi.”, jelasnya.
Yang merisaukan, lanjut Mahrus, hoaks menyebar sangat cepat di sosial
media. Bahkan, tak sedikit publik yang mempercayainya. “Bukan hanya publik yang
mempercayai dan menyebarluaskan informasi palsu tersebut. Terkadang media pun
turut mendistribusikannya,” ucapnya.
Keterlibatannya itu, entah sekadar ingin menyampaikan, atau sengaja,
bisa juga karena kurangnya pemahaman. “Pelatihan ini bertujuan agar para
jurnalis menjadi agen penangkal hoaks. Sehingga mereka menjadi bagian dari pekerja
media yang terlibat mengedukasi publik,” tuturnya.
Menurut Bina Karos, dalam kegiatan ini, para jurnalis dibekali
materi agar dapat melakukan verifikasi sendiri terhadap informasi berupa tulisan,
Foto dan vedio yang beredar di dunia digital atau media darling apakah itu masuk
Misinformasi atau disinformasi.
“Untuk memferivikasi berita yang keliru (hoax), membongkar
apa informasi itu asli atau palsu dan bagaimana cara mengeceknya, ada tool yang
disediakan oleh google atau pihak lain dan itu ada yang gratis dan juga ada
yang berbayar,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Anang Zakariya, pemakai internet Indonesia, sudah
64 persen atau sekitar 171 juta, baik di kota dan desa, bahkan berkembang sangat
cepat hingga 10 persen, sementara pertumbuhan penduduk hanya 0.6 persen yaitu dari
264.161.600, 27.916.716.