
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Anggota DPR-MPR Republik Indonesia, Arif
Wibowo, Rabu, 25 Desember 2019 mensosialisasikan empat Pilar Kebangsaan di Desa
/ Kecamatan Ajung.
Tampak sebagai narasumber dalam masa
reses akhir tahun 2019 ini, disamping
Arif Wibowo sendiri juga dihariri Sunarlan SS, M.Si, yaitu Wakil Dekan III
Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Jember (Unej). Sosialisasi diikuti 150 peserta yang terdiri dari Warga dan Perangkat
se Kecamatan setempat.
Menurut pria yang akrab disapa AW,
sosialisasi empat pilar ini merupakan tugas Negara. Sebagai anggota MPR –DPR RI dirinya mengaku berkewajiban untuk mensosialisasikan dasar negara serta 3 pilar lainnya yaitu UUD
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
“Tujuannya agar Pancasila mampu menjadi watak dan perilaku dalam
berbangsa dan berkehidupan sehari-hari. Pada saat Orde Baru, Pancasila
disosialisasikan dengan cara indoktrinasi, Nmun saat ini dengan cara yang partisipatoris”, kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI kepada media
ini.
Lebih
lanjut, anggota DPR RI asal Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan
dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV (Jember – Lumajang) ini menyampaikan, dalam
sesi tanya jawab, ada masukan dari peserta diantaranya keluhan Kenaikan BPJS, munculnya
radikalisme, dan sebagainya.
Seperti
Syaiful yang
menanyakan Kenaikan BPJS itu, Apa langgar nilai-nilai Pancasila? Mendapat pertanyaan itu, Pria yang saat ini juga
menjabat Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai berlambang Banteng moncong
putih ini bahwa BPJS prisipnya yaitu Gotong Royong.
“Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang UU nya dibuat saat Presiden Ibu Megawati
itu Prinsipnya jelas gotong royong. Karenanya jika ada warga tidak mampu, maka
jadi tanggung jawab negara alias gratis melalui (Penerima Bantuan Iuran PBI
JKN),” jelasnya.
Tetapi
kata Arif, bagi warga negara yang secara ekonomi mampu membayar harus membayar
mandiri karena keuangan negara kita yang belum mampu mengcover secara
keseluruhan dan dengan prinsip gotong royong maka yang mampu gendong ngindit
dengan yang tidak mampu.
Sementara
Sunarlan, SS, M.Si menegaskan untuk menekan
radikalisme, kuncinya harus memahami kebhinekaan
Indonesia. Keberagaman harus dimaknai
kekayaan, bukan alat pemecah belah. Munculnya gejala
ektrimisme dan eksklusivisme harus diantisipasi.
“Dengan
terbentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)
diharapkan kedepan Pancasila dapat benar-benar menjadi watak dan perilaku kita dalam
berbangsa dan bernegara serta dapat
diamalkan dalan berkehidupan sehari-hari”, jelasnya. (eros).