Translate

Iklan

Iklan

Tujuh Catatan BPK RI Atas Predikat Opini Tidak Wajar APBD Jember 2020

6/02/21, 21:00 WIB Last Updated 2021-06-03T12:44:13Z

Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia memberi pridikat Opini Tidak Wajar terhadap laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember Tahun Anggaran 2020. Setidaknya ada tujuh catatan BPK yang harus diperhatikan.

Dengan demikian, semakin berat tugas Bupati Jember Hendy Siswanto dalam memimpin Jember hingga tahun 2024 ini, karena harus menata ulang Birokrasi yang carut marut. Demikian disampaikan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember M Itqon Syauqi, Rabu (2/6/2021).

"Ini kata beliau sendiri (Bupati Jember Hendy Siswanto) bagaikan memperoleh piring pecah diawal kepemimpinannya. Ya harus bersih-bersih supaya tidak menusuk kaki sendiri, supaya tidak berbahaya, " ujar Ketua DPRD yang kerap disapa Gus Idqon ini.

Namun lanjutnya, terlebih dahulu harus segera menyelesaikan temuan BPK tersebut, paling lambat dua bulan (60 Hari). Sebab hal itu amanah Undang-Undang. "Soal teknis dan bagaimana strateginya yang tahu Bupati. Dalam bahasa BPK, Bupati sebagai identitas pemerintah kabupaten," katanha.

Itqon mengaku  segera melakukan rapat bersama anggota legislatif, supaya bisa memperoleh kesepakatan dalam pengawasan. "Tentunya, kita akan memutuskan dan memberikan tindakan strategis, sesuai kewenangan kami, supaya rekomendasi dari BPK benar-benar ditindaklanjuti," katanya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meyakini bahwa di tahun Anggaran 2021 ini, Jember bisa memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian. "Saya yakin bisa, bupati ini punya semangat, Bupati banyak jaringan untuk bisa mewujudkan cita-citanya," Tandasnya

Tuuh catatan BPK, yaitu APBD 2020 tidak ada pengesahan DPRD. Jumlah penyajian belanja pegawai Rp 1.302,44 m  serta barang jasa Rp 937,97 m, tidak sesuai. Akibagtnya belanja pegawai disajikan lebih rendah, sebaliknya belanja barang dan jasa lebih tinggi, masing-masing Rp 202,78 miliar.

Ketiga, terdapat realisasi pembayaran senilai Rp 68,80 miliar dari angka Rp 1.302,44 miliar yang disajikan dalam belanja pegawai, yang tidak menggambarkan substansi belanja pegawai sebagaimana diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Realisasi tersebut merupakan pembayaran yang terjadi karena kesalahan penganggaran dan realisasi belanja pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Keempat, dari jumlah Rp 126,08 miliar yang disajikan sebagai kas di bendahara pengeluaran per 31 Desember 2020, di antaranya terdapat sebesar Rp 107,09 miliar yang tidak berbentuk uang tunai dan/atau saldo simpanan di bank, sesuai ketentuan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan dan berpotensi tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kelima, terdapat utang jangka pendek lainnya sebesar Rp 31,57 miliar dari jumlah sebesar Rp 111,94 miliar yang tidak didukung oleh dokumen sumber yang memadai.

Keenam, tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penyelenggaraan Pendidikan Gratis (PPG), tidak melakukan rekapitulasi realisasi belanja Rp 66,59 miliar atas mutasi persediaan dan saldo akhir persediaan, yang bersumber dari belanja barang dan jasa yang berasal dari dana BOS dan PPG, atas realisasi belanja tersebut, tidak diperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai beban persediaan.

Ketujuh, pada penyajian nilai perolehan akumulasi penyusutan dan beban penyusutan atas aset tetap - jalan, irigasi, dan jaringan masing-masing sebesar Rp 3.470,53 miliar, Rp 2.007,36 miliar, dan Rp 141,46 miliar, terdapat aset tetap – jalan, irigasi, dan jaringan berupa rehabilitasi, renovasi, dan/atau pemeliharaan yang belum dan/atau tidak diatribusikan secara tepat ke aset induknya. Ini mempengaruhi akurasi perhitungan beban dan akumulasi penyusutan. (Naw).
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tujuh Catatan BPK RI Atas Predikat Opini Tidak Wajar APBD Jember 2020

Terkini

Close x