Translate

Iklan

Iklan

Presiden Jokowi Diminta Serius Tangani Penyakit Kronis Pada Pendidikan Nasional

8/05/22, 19:27 WIB Last Updated 2022-08-05T12:27:37Z


Jakarta, MAJALAH-GEMPUR.Com.  Para aktivis meminta Presiden Joko Widodo segera memberi perhatian sangat serius dan melakukan beberapa tindakan segera di bidang pendidikan.

Pasalnya Pendidikan nasional sedang tidak baik-baik saja, telah terjadi indikasi komersialisasi, kapitalisasi dan politisasi guru, dan disorientasi arah pendidikan pada sekolah dasar dan menengah. penyakit kronis  di perguruan tinggi pun sama. Penyebab rusaknya pendidikan di perguruan tinggi adalah komersialisasi, privatisasi, liberalisasi, dan orientasi pada gelar.

“Pak Jokowi, mohon berikan perhatian kepada pendidikan nasional,” kata Dharmaningtyas, praktisi dan pengamat Pendidikan saat Bedah Buku “Pendidikan Rusak-rusakan” karyanya sendiri di Sultan Residence, Rabu (4/8/2022) kemarin.

Hadir sebagai narasumber Dhitta Puti Sarasvati, dari Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas, Dr. Susetya Herawati, dari Yayasan  Suluh Nuswantara Bakti, dan Henny Supolo Sitepu, Ketua Yayasan Cahaya Guru (melalui zoom). Beberapa tampak hadir aktivis NU Circle Ki Dr. Bambang Pharmasetiawan dan AhmadRizali dan Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti Pontjo Sutowo.

Menurutnya,telah terjadi gurita neoliberalisme dalam sistem pendidikan nasional. Praktiknya sedang terjadi dalam pendidikan dasar,menengah dan tinggi serta masuk dalam RUU Sisdiknas yang saat ini sedang dalam proses pembahasan. Karena itu, Presiden Joko Widodo diminta serius menangani arah pendidikan nasional yang tercermin dalam RUU Sisdiknas ini.

“Gurita neoliberalisme akan melahirkan tenaga kerja yang tunduk pada kapitalis, menjadi alat reproduksi ideologi yang hanya menguntungkan kelas tertentu, dan pengelolaan pendidikan seperti pengelolaan perusahaan, tambah Ki Tyas.

Teror utamanya, lanjutnya, akan terjadi mandeknya kesadaran kritis dan emansipatoris peserta didik serta melumpuhkan ingatan historis dan kebangsaan. “ Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa kita,” ujarnya.

Secara teknis, Ki Tyas juga menyoroti merosotnya wibawa dan status sosial guru karena terjadi marginalisasi guru di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Otonomi PTN menjadi PTNBH juga dianggap telah mengenalkan komersialisasi pendidikan nasional.

Ki Tyas menguraikan dampak terbesar dari arus komersialisasi yang harus dipikirkan adalah posisi anak-anak miskin dan tidak pintar dalam kuadran kehidupan nanti. Menurutnya, posisi anak-anak ini akan selalu menempati posisi dalam kehidupan sebagai buruh tidak terampil, pekerja informal kelas bawah dan bukan mustahil menjadi pengangguran dan pelaku kriminalitas serta pekerja asosial lainnya.

Dhita Puti Sarasvati menyoroti ada lima kritik dalam buku ini. Pertama, pendidikan nasional telah tunduk pada aturan pasar. Kedua, telah terjadi privatisasi aset publik. Ketiga, melemahnya peran pemerintah. Keempat, penghapusan konsep untuk kepentingan umum dan ini melawan pembukaan UUD 1945. Kelima, memangkas kebijakan publik untuk layanan sosial.

Puti mengingatkan makna pendidikan seseharusny mengajarkan kemandirian dalam hidup agar tidak banyak tergantung orang lain, dan dapat menghindari diri kita dari proses pembodohan. Pendidikan juga harus membangun kepercayaan diri sebagai manusia (individu, kelompok, bangsa) agar dapat berdiri tegak di antara manusia-manusia lain.

“Pendidikan harus  mencerdaskan otak kita, membukakan pikiran dan hati kita agar dapat mengetahui yang baik dan benar, serta memiliki kepercayaan diri yang kuat berdasarkan akumulasi pengetahuan yang kita miliki serta mengajarkan kepada kita semua bagaimana menghargai orang lain yang tidak semata didasarkan pada kekayaan material, tetapi lebih didasarkan pada harkat dan martabat sebagai manusia itu sendiri,” tegas Puti.

Henny Supolo menyoroti pendidikan manusia harus lebih manusiawi. Sedangkan Dr.Susetya Herawati mengingatkan kembali prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Maksud pendidikan di sini, katanya  adalah sempurnanya hidup manusia sehingga bisa memenuhi segala keperluan hidup lahir dan batin yang kita dapat dari kodratalam. Pengetahuan dan kepandaian janganlah dianggap sebagaimaksud dan tujuan, melainkanalatdan perkakas.

“Bunganya, yang kelakakan jadi buah, itulahyang harus diutamakan. Bunganya pendidikan adalah matangnya jiwa yang akan dapat mewujudkan hidupdan penghidupanyang tertibdan suci sertabermanfaatbagi orang lain,” kata Dr. Susetya.  (*)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Presiden Jokowi Diminta Serius Tangani Penyakit Kronis Pada Pendidikan Nasional

Terkini

Close x