![]() |
Diskusi publik bertajuk “Pancasila dalam Implementasi Pelayanan Publik" yang digagas Rumah Kebangsaan di Banyuwangi. (Foto: Istimewa) |
Banyuwangi, MAJALAH-GEMPUR.Com — Upaya mewujudkan pelayanan publik yang adil, inklusif, dan berkeadaban terus diperkuat di Kabupaten Banyuwangi. Dalam momentum peringatan Hari Lahir Pancasila, Kamis (5/6/2025), Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo menjadi ruang pertemuan lintas unsur untuk mendorong sinergi pelayanan publik berbasis nilai-nilai Pancasila.
Diskusi publik bertajuk “Pancasila dalam Implementasi Pelayanan Publik” itu menghadirkan perwakilan dari instansi pemerintahan, tokoh agama, akademisi, organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, serta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Seluruh peserta menyuarakan pentingnya integrasi nilai-nilai dasar Pancasila dalam setiap aspek pelayanan kepada masyarakat.
Mewakili Bupati Banyuwangi, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, M.Y. Bramudya, menekankan bahwa pelayanan publik seharusnya menjadi cermin dari keadilan sosial, penghormatan terhadap kemanusiaan, dan penguatan persatuan nasional.
“Pancasila adalah ideologi kerja. Pelayanan publik tak sekadar prosedur administratif, melainkan harus memanusiakan warga, mengedepankan gotong royong, serta membuka ruang musyawarah dalam pengambilan keputusan,” ujar Bramudya dalam pidatonya.
Sejalan dengan itu, Kepala Seksi Sengketa Kantor ATR/BPN Banyuwangi, Eko Prianggono, mengakui bahwa tantangan utama dalam pelayanan pertanahan adalah keterbukaan informasi dan kepastian hukum. Ia menegaskan pentingnya digitalisasi layanan sebagai wujud keadilan dan kemudahan akses bagi masyarakat.
“Kami ingin publik merasa dilayani, bukan dipersulit. Nilai keadilan dan kemanusiaan menjadi fondasi penting reformasi layanan,” ucapnya.
Dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Kepala Seksi Pelayanan, Medi Sugiarto menambahkan, percepatan layanan harus disertai dengan pendekatan yang adil dan humanis. “Cepat saja tidak cukup. Etika pelayanan harus mengandung empati dan keadilan sosial. Ini adalah pedoman moral dari nilai-nilai Pancasila,” tuturnya.
Dekan FISIP Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Dr. Hary Priyanto, mengajak para pemangku kepentingan untuk lebih reflektif. Ia mengkritisi masih minimnya kanal partisipatif yang memungkinkan warga menilai kualitas pelayanan.
“Pancasila tidak boleh berhenti sebagai simbol. Ia harus hidup dalam etos kerja birokrasi. Kami mengusulkan adanya forum komunikasi warga dan kanal evaluasi publik untuk memperkuat pengawasan,” ujarnya.
Diskusi dipandu oleh Ketua Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo, Hakim Said, yang juga pendiri forum tersebut. Ia menyebut diskusi ini bukan seremoni tahunan semata, melainkan wadah konkret menjembatani suara masyarakat dengan para pemangku kebijakan.
Tokoh lintas agama, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyuwangi, H. Nur Chozin, menutup rangkaian kegiatan dengan doa dan harapan bersama. Ia menegaskan pentingnya merawat nilai-nilai kebangsaan melalui pelayanan publik yang berkeadilan dan ramah terhadap keberagaman.
Catatan akhir diskusi menekankan pentingnya membangun sinergi tiga elemen utama: Komunikasi, Koordinasi, dan Kolaborasi (3KO), sebagai kunci membumikan Pancasila dalam tata kelola pelayanan publik. Kolaborasi lintas sektor dinilai mutlak untuk menciptakan layanan yang responsif dan akuntabel.
“Kami akan terus menyelenggarakan forum-forum dialog seperti ini. Ini bagian dari upaya menjaga Pancasila tetap relevan dan hidup di tengah kehidupan bernegara,” pungkas Hakim Said. (kim)