Translate

Iklan

Iklan

MEMBANGUN DEMOKRASI DESA

9/19/08, 10:27 WIB Last Updated 2017-04-08T05:52:38Z
MEMBANGUN DEMOKRASI DESA 
(Oleh : Drs Sueseno (Pengamat Otonomi Daerah)

Isu-isu atau masalah yang muncul pada topik demokrasi desa adalah Parlemen Desa, Kepala Desa dan Pemerintah Desa, Kelembagaan masyarakat desa termasuk Forum Warga Desa.

PARLEMEN DESA
Tatakelola pemerintahan dalam “Desa Otonom” dikerangkai dengan sistem demokrasi modern, pemilihan dan perwakilan. Pemilihan dan perwakilan merupakan indikator minimal demokrasi prosedural yang harus ada dalam pemerintahan desa. Demokrasi substantif di aras desa mencakup dimensi akuntabilitas, transparansi, responsivitas dan partisipasi.

Parlemen desa sebagai wadah representasi warga masyarakat desa muncul pada UU No.22/1999 dengan nama Badan Perwakilan Desa (BPD) yang keanggotaannya dipilih dari dan oleh warga desa. Tetapi dalam UU No.32/2004, menjadi BPD (Badan Permusyawaratan Desa), keanggotaannya tidak lagi dipilih melainkan diangkat dari wakil-wakil tokoh masyarakat.

Ada 3 (tiga) perbedaan mendasar dalam perubahan tersebut. sistem rekrutmen, peran dan fungsi dimana BPD tidak lagi memiliki peran pengawasan terhadap kinerja pemerintah desa, dan keterwakilan warga.

Parlemen desa sejatinya dimaksudkan untuk mendukung proses-proses penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis, transparan, akuntabel, responsif dan partisipatif, sehingga melalui proses-proses itu rasa keadilan dan kesejahteraan masyarakat desa dapat diwujudkan. Salah satu prinsip pokok demokrasi adalah adanya persamaan hak bagi setiap warga untuk dapat dipilih dan memilih. Sistem rekrutmen dalam BPD tidak memungkinkan bagi setiap orang untuk dapat dipilih. Namun di pihak lain, sistem rekrutmen BPD memungkinkan pemerataan perwakilan dari berbagai dimensi yaitu dimensi geografis dimana setiap ”cluster” masyarakat ada wakilnya, dimensi sosiologis dimana semua lapisan masyarakat terwakili, dan dimensi gender dimana keterwakilan laki-laki dan perempuan dapat diatur kuotanya.

Kedepan BPD sebaiknya ditempatkan sebagai institusi perwakilan politik yang dipilih secara langsung oleh rakyat desa. BPD mencerminkan perwakilan unsur atau kelompok dalam masyarakat desa, termasuk kuota 30% untuk perempuan. Agar BPD representatif dan bekerja secara efektif, maka ia didesain sebagai “pekerjaan” yang full time (bukan sambilan). Jika tidak, maka ia hanya didominasi oleh kelompok tokoh masyarakat dan PNS, yang berarti tidak mencerminkan keterwakilan banyak kelompok dalam desa. Disain yang full time itu juga sebagai respons dan persiapan untuk menghadapi banyaknya kewenangan dan perencanaan yang didesentralisasikan ke desa. Konsekuensinya, BPD juga memperoleh gaji seperti halnya perangkat desa.

BPD menjalankan fungsi legislatif (penyusunan peraturan desa), konsultatif (perencanaan pembangunan desa), menyerap aspirasi masyarakat, dan kontrol terhadap pemerintah desa. BPD menjadi institusi untuk menjaga akuntabilitas horizontal.

KEPALA DESA DAN PEMERINTAH DESAPersoalan yang muncul pada sub-topik ini antara lain berkaitan dengan persyaratan pilkades, sistem pemilihan kades, transparansi dan akuntabilitas kades, dan orientasi pemerintahan. Persoalan ini menimbulkan tanda tanya yang besar pada aspek akuntabilitas dan responsivitas kepala desa.

Sejauh ini, anggaran untuk penyelenggaraan pilkades sangat terbatas. Keterbatasan anggaran ini pada akhirnya dipenuhi oleh para calon Kades. Akibatnya, hanya yang memiliki dana cukup sajalah yang mampu bersaing menjadi kepala desa. Demikian pula dengan sistem seleksi administrasi cenderung mengutamakan formalitas. Oleh kondisi ini maka diusulkan agar di dalam UU Desa ke depan, anggaran pilkades sepenuhnya ditanggung oleh bantuan pemerintah daerah dan APBDes.

Transparansi dan akuntabilitas kinerja kades diwujudkan dalam pola pertanggung-jawabannya kepada rakyat melalui parlemen desa bukan kepada Bupati melalui Camat. Kepada Bupati disampaikan keterangan pertanggungjawaban kepala desa sebagai bahan untuk evaluasi, supervisi dan pembinaan/fasilitasi.

Sedangkan orientasi pemerintahan desa tidak lagi didominasi oleh pekerjaan-pekerjaan yang mengurusi politik formal dan tugas pembantuan saja, melainkan harus ada keseimbangan antara keseimbangan politik formal (aturan, mekanisme, pengangkatan dan menjalankan roda pemerintahan) dan politik sehari-hari (pelayanan pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat umum).

KELEMBAGAAN MASYARAKAT DESA
Lembaga-lembaga masyarakat desa dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya ruang dan wadah bagi partisipasi masyarakat. Konotasi partisipasi masyarakat adalah hak dan fungsi kontrol masyarakat terhadap seluruh proses penyelenggaraan pemerintahan desa.

Selama ini proses-proses musrenbangdes terkesan elitis. Kebanyakan warga masyarakat belum dilibatkan. Lembaga-lembaga kemasyarakat desa yang ada semestinya ditempatkan sebagai lembaga formal di desa dan menjadi mitra kerja pemerintahan desa.
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • MEMBANGUN DEMOKRASI DESA

Terkini

Close x