Banyuwangi, MAJALAH-GEMPUR.Com. Rencana pendirian pabrik gula (PG) di wilayah Glenmore,
Banyuwangi, Jatim, yang peletakan batu pertamanya akan dilakukan Rabu (12/12) menuai protes dari petani tebu.
Disamping itu yang tidak kalah pentingnya sering
terjadi pembodohan masalah tebang hasil panen tebu masyarakat, pabrik gula
sering memberi perintah tidak tepat waktu, sehingga tebu masyarakat kalau
diundur masa panennya menjadikan tebu tersebut menjadi kayu dan tidak layak
dijual. (Hakim Said)
Salah satu elemen yang secara tegas menolak pembangunan PG tersebut yang tepatnya dilokasi eks lapter kebun (PTPN XII) Kalirejo, Glenmore, adalah Asosiasi Petani
Tebu Indonesia (APTI). Melalui ketuanya KH. Thoha Muntoha, yang juga pengasuh
Ponpes Minhajut Thullab, Krikilan, Glenmore, Selasa (20/11) terang-terangan menyatakan
ketidaktertarikannya pada pendirian PG baru tersebut.
Menurut Kyai yang dikenal
nyentrik itu, pendirian PG baru tersebut hanya akan menciptakan masyarakat buruh
dan pembodohan saja. “Akan ada informasi yang tidak fair nantinya, selain itu
bakal muncul kelompok kapitalis yang bermain dan memonopoli terhadap kelompok
tertentu. Endingnya hanya akan menguntungkan segelintir orang” bebernya saat
jumpa pers dikediamannya beberapa waktu lalu.
Selain itu, menurut Kyai
Thoha, jika
nanti benar-benar berdiri PG baru, jika dominan dan tetap menjiplak produk PG
yang lama, akan menciptakan koloni yang
baru serta menciptakan kapitalis untuk kepentingan segelintir dan sekelompok orang saja.
“Kita lihat saja nanti,” tandasnya.
Namun demikian, KyaiThoha,
juga siap dengan alternatif, jika PG ini tidak jadi dibangun. Yakni dengan jalan memberdayakan masyarakat terhadap proses industrisasi,
membuat pabrik gula mini dengan lahan parameter
83,30 Ha bakal menghasilkan 50 ton gula murni. “Hanya membutuhkan luas lahan 0,5 Ha untuk pembangunan lokasi
pabrik gula mini seperti ini,”
jlentrehnya.
Referensi yang ditawarkan oleh Kyai
Thoha, tersebut dapat diuji oleh publik. Bahkan cara pemberdayaannya, masyarakat bisa
melalui KUD sebagai jembatannya. Referensi PG mini dimaksudkan,
adalah hasil
kajian para pakar gula internasional. “Dengan adanya masyarakat
mempunyai lahan dekat pabrik, akan memperoleh tebu yang segar, cosh biaya
angkut sedikit, limbah tebu bisa dijadikan listrik untuk masyarakat,” paparnya lagi.
Dari hasil investigasi media ini, tentang catatan
miring mengenai rata-rata pabrik gula, selalu melakukan pesta buka giling
(produksi, red) hingga berhari-hari/ 7 hari 7 malam.Tidak terasa dana
yang dikeluarkan untuk pesta buka giling menghabiskan dana dari masyarakatya
tidak terhitung banyaknya.
Akhirnya petani tebu yang akan menanam tebunya kebanyakan kesulitan dana,
dan kilas balik akan meminjam uang pada pabrik untuk kebutuhan tanam. Yang nota bene pada endingnya,
akan dikembalikan pada masa panen, walau dengan dihargai murah hasil panen
tebunya oleh pabrik. Dengan demikian lingkaran setan kredit ini
sulit diberantas.