Jakarta, MAJALAH-GEMPUR.Com.
Tudingan ICW terhadap 36 orang caleg yang
diragukan komitmennya untuk memberantas korupsi mengundang reaksi keras.
Wakil
Ketua Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun (TRIBUNNEWS.COM - Jumat, 28 Juni
2013) menganggap
bahwa, Indonesian Corruption Watch (ICW) itu asbun (alias asal bunyi). Artinya, pertinggi Partai Demokrat itu
menantang ICW untuk membuktikan tudingannya. Bahkan ia justru balik menuding, “Coba, apa yang sudah
dilakukan ICW. Apa fakta yang bisa dia lakukan, asal ngomong saja," kata
Jhonny Allen.
Dia
berharap, ICW mau membeberkan data, jangan subjektif dalam menilai kata dia. Lebih
kencang lagi keberangan Ketua DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana. Ia akan
langsung melaporkan tudingan ICW itu kepada polisi. Ketua Komisi VII DPR RI ini
akan melaporkan ICW ke Mabes Polri terkait penyebutan namanya dalam rilis 36
nama anggota dewan yang juga maju menjadi calon legislatif 2014.
Tudingan
ICM cukup telak menyebut ke 36 nama tokoh itu dengan alasan keberatan terhadap masing-masing nama sejumlah calon legislative untuk Pemilu
2014 menadatang. Intinya, nama-nama yang disebutkan secara gambling dan jelas
oleh ICW itu sangat diragukan komitmennya terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Keinginan
melaporkan ICW ke Mabes Polri itu, menurut
Bathoegana akan dilakukannya secara bersama-sama dengan beberapa pihak
lain yang namanya juga disebut-sebut dalam rilis yang menghebohkan itu. Karena
boleh jadi, jalan mulus mereka untuk meluncur hingga melandas pada Pemilu 2014
mendatang akan kandas tidak berlabuh pada tujuan yang diharapkan.
Rencana
melaporkan tudingan ICW itu ke Mabes Polri secara bersama-sama dimaksudkan agar
upaya yang sama tidak bolak-balik dilakukan, misalnya dalam membuat pelaporan.
Ide melaporkan secara besrama ini diakui Bathoegana sebagai usulan dari
kawan-kawannya yang ada di Partai Demokrat.
Agaknya wajar, ide kebersamaan itu dipilih, mengingat sejumlah nama dari
Partai Demokrat lebih dominan banyak
masuk dalam daftar tudingan ICW sebagai caleg yang tidak dapat dipercaya.
Sejumlah
nama calon legislative pada Pemilu 2014 yang dianggap tidak layak menurut versi
ICW itu, akrena mergukan komitmennya untuk memberantas korupsi, masing-masing
adalah; (1) Aziz Syamsuddin, (2) Desmond J Mahesa, (3) Herman Hery, (4) Bambang
Soesatyo, (5) Edhie Baskoro Yudhoyono, (6) Mahyudin, (7) I. Wayan Koster, (8)
Said Abdullah, (9) Mirwan Ami, (10) Abdul Kadir Karding, (11) Olly Dondokambey,
(12) Jhonny Allen Marbun, (13) Ahmad Yani, (14) Syarifuddin Suding.
Selanjutnya
(15) Nasir Djamil, (16) Idris Laena, (17) Achsanul Qosasih, (18)
Zulkifliemansyah, (19) Ignatius Mulyono, (20) Nudirman Munir, (21) Setya
Novanto, (22) Kahar Muzakir, (23) Adang Darajatun, (24) Fahri Hamzah, (25)
Ribka Tjiptaning, (26) Pius Lustrilanang, (27) Melchias Marcus Mekeng, (28) M
Nasir, (29) Vonny Anneke Panambunan, (30) Nazaruddin Sjamsuddin, (31) Sutan
Bhatoegana, (32) Marzuki Alie, (33) Priyo Budi Santoso, (34) Max Sopacua, (35)
Charles Jonas Mesang, dan (36) H Achmad Farial.
Ketua
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Marzuki Alie yang juga disebut-sebut dalam
daftar hitam caleg untu Pemilu 2014 versi ICW itu, menanggapi sedikit lebih
dingin. Ia mempersilahkan kinerjanya dalam memberantas korupsi yang dinilai ICW
terbilang jeblok itu langsung dinilai oleh masyarakat. Ia yakin masyarakat selama ini telah melihat perannya dalam
membina lembaga atau ormas untuk memberantas korupsi.
Meski
begitu, toh Ketua DPR RI ini sempat mempertanyakan dasar Indonesia Corruption
Watch (ICW) memasukkan namanya dalam 36 anggota dewan yang maju menjadi calon
legislatif 2014, sebagai sosok yang diragukan memiliki komitmen untuk melakukan
pemberantasan korupsi. (Tribune News
Com - Minggu, 16 Juni 2013 : SBY Belum Berkomitmen
Berantas Korupsi Kehutanan) “Apakah karena saya mendukung UU Ormas ?“ katanya bertanya. Marzuki Alie justru
mengklaim, kalau orang sekeras dirinya masih juga diragukan, artinya seluruh
Indonesia ini diragukan. Setidaknya, dia merupakan salah satu diantara sedikit
orang yang secara terbuka mendukung penyadapan dilakukan oleh KPK, karena
Indonesia masih darurat korupsi. Sikap tegasnya ini menurut dia jelas berbeda
pandangan dengan anggota DPR yang lain.
Rilis
ICW yang dilansir pada Jum’at 28 Juni 2013 itu menelanjangi sejumlah tokoh
nasional sekaligus caleg untuk Pemilu 2014, termasuk putra mahkota Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).
ICW
menjelaskan lima indikator penilaian, yakni nama-nama yang termasuk dalam rilis
tersebut adalah politisi yang namanya pernah disebut dalam keterangan saksi
atau dakwaan JPU terlibat serta atau turut menerima sejumlah uang dalam sebuah
kasus korupsi.
Selain
itu, politisi bekas terpidana kasus korupsi yang pernah dijatuhi sanksi atau
terbukti melanggar etika dalam pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR dan
politisi yang mengeluarkan pernyataan di media yang tidak mendukung upaya
pemberantasan korupsi.
Selain
itu, kreteria lain yang dijadikan alasan bagi ICW adalah politisi yang
mendukung upaya revisi UU KPK yang berpotensi memangkas dan melemahkan
kewenangan lembaga tersebut. Untuk Ibas dari Partai Demokrat yang juga putra presiden SBY itu, tercela
karena telah melaporkan Yulianis ke kepolisian atas dasar pencemaran nama baik.
Akibat
dari laporan dugaan pencemaran nama baik oleh Ibas kepada Yulianis itu dinilai
oleh LPSK menghambat pemberantasan korupsi. Sederet nama asal partai binaan SBY
yang ikut masuk dalam tudingan buruk ICW diantaranya Mahyudin, Mirwan Amir,
Jhonny Allen Marbun, Achsanul Qosasih, Ignatius Mulyono, Muhammad Nasir, Sutan
Batoegana, Marzuki Alie, dan Max Sopacua. Menurut ICW, sebanyak 36 DCS DPR RI yang diragukan komitmen anti korupsinya itu, dan
34 diantaranya merupakan wajah lama.
Anggota
Komisi III DPR Ahmad Yani menilai tuduhan ICW tidak berdasar. Menurut ICW, Yani
termasuk sebagai caleg bermasalah yang diragukan komitmennya memberantas
korupsi. Ahmad Yani justru mengungkap banyak masyarakat Sumatra Selatan (daerah
asal pemilihannya) yang melapor ke ICW, tapi tidak ada follow up.
Dia
mengaku sedang mendalami kata-kata yang menyudutkan dan bertendensi pembunhan
karakter itu untuk melakukan langkah hukum. Saat rapat kerja dengan KPK, kader
partai asal PPP ini sempat mengajukan 16
pertanyaan. Diantaranya meminta KPK lebih fokus agar sesuai dengan roadmap
pemberantasan korupsi seperti Sumber Daya Alam, national interest (pertambangan
dan pangan). Selama 10 tahun lebih KPK, mana KPK melakukan pencegahan dan
pemberantasan dalam konteks nastional interest.
Untuk
menghadapi sergahan balik dari sejumlah nama yang disebut-sebut ICW tidak layak
menjadi caleg pada Pemilu 2014 mendatang, Peneliti hukum dan peradilan ICW M Donal
Fariz siap menghadapi proses hukum yang akan dilakukan sejumlah nama tokoh yang
dituding tidak layak itu. Ia justru menegaskan sikap dan maksud ICW merilis
kebobrokan sejumlah caleg itu, agar masyarakat yang menilai laporan itu.
Sedangkan
Bambang Soesatyo, politisi yang dominan galak meneriakkan kasus permpokan Bank
Century – bahkan lebih gambling menyebut keterlibatan Boediono – juga termasuk
dalam jejeran nama yang disebut-sebut tidak memiliki komitmen untuk memberantas
korupsi di Indonesia.
Politisi
Golkar Bambang Soesatyo yang kini masih tercatat sebagai anggota Komisi III DPR
RI pun angkat bicara. Kepada
Tribunnews.com, Bambang mengaku sudah membaca rilis ICW yang mengumumkan daftar
36 caleg DPR RI yang diragukan
komitmennya dalam pemberantasan korupsi. Bambang Soesatyosendiri mengakui
tengah mempersiapkan langkah-langkah hukum atas tudingan tersebut. Namun dia juga mendorong KPK segera
menuntaskan kasus Bank Century agar tidak ada fitnah. Agak berbeda dengan
reaksi yang dilakukan Fahri Hamzah.
Wakil
Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menanggapi tuduhan ICW yang memasukkan
namanya dalam rilis 36 nama anggota dewan yang diragukan komitmennya terhadap
pemberantasan korupsi, menyangsikan kredibilitas ICW. Pasalnya, ICW mendapatkan
dana pihak asing. Ia justru menilai ICW itu tidak mau korupsi hilang sebab
melalui kasus korupsi itu sumber proyeknya bisa terus berjalan.
Prilaku
ICW yang anti-dialog dan menolak perbedaan pendapat itu sama saja dengan
kelakuan aktivis yang memakai kekerasan dalam dialog. Nada miring yang
dilontarkan Fahri Hamzah ini agaknya, dimaksudkan juga menunjuk insiden dialog
pagi pada TV swasta pada Jum’at, 28 Juni 2014 antara dua nara sumber menghebohkan itu.
Jika
komitmen untuk memberantas korupsi sungguh serius hendak dijadikan penakar
layak dan tidak layaknya seseorang menjadi pejabat publik, tampaknya hasil
peneliti ICW, Tam S Langkun yang
mempertanyakan juga komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
memberantas korupsi di sektor kehutanan, bisa masuk dalam
katagori yang sama, andainya saja yang bersangkutan ingin maju sebagai caleg
pada Pemilu 2014. Syukulah, Ketua Pembina Partai Demokrat itu sendiri agaknya
memang tidak tertarik untuk ikutan menjadi caleg Pemilu 2014 mendatang. (En Jacob Ereste) ***
***
En Jacob Ereste
Honorary Member Researchers Without People Party (RTP)
Honorary Member Researchers Without People Party (RTP)
Deputy Peneliti &
Pengembangan GONAS
Dewan Pembina Komunitas
Buruh Indonesia
Sekretaris Jendral DPP MIG
SBSI