
Pengusiran wartawan kotributor Net TV mendapat
reaksi keras Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Tapal
Kuda. Selain melakukan somasi, IJTI juga menyiapkan penasehat hukum untuk
melakukan gugatan. IJTI bersama puluhan wartawan dari berbagai media baik cetak maupun
elektronik sekitar pukul 10.00 wib Selasa (27/11) juga berdemo di Kantor Dinas Pendidikan Jember yang terletak di Jl. dr. Subandi
29.+
Namum wartawan yang berdemo harus gigit jari karena Kepala
Dinas Pendidikan dan Kasi Kurikulum Arif yang melakukan pengusiran tidak di
tempat. Puluhan wartawan sempat menyuiweeping ruangan Arif, keadaan
kosong. Bahkan sebagian besar pegawai banyak yang keluar entah kemana. Wartawan hanya
ditemui Sekretaris Dinas Pendidikan Drs Subadri Habib, MSi.
Dalam klarifikasinya Badri menyampaikan permohonan maafnya, “Bagaimanapun juga media adalah mitra kami dan kami
menyesalkan kejadian tersebut. Kebetulan juga yang bersamgkutan P Arif mendampingi
tim BPKP di lapangan, jika rekan-rekan media meminta untuk mempertemukan dengan
p Arif akan segera kami fasilitasi, “ katanya.
Kejadian yang di alami kontributor Net TV, sekitar pukul
14.00 WIB Kamis (22/11) sekitar jam 2 siang. Saat
itu, Mahfudz hendak melakukan konfirmasi terkait kegiatan belajar mengajar di
SMK IBU, yang berlokasi di Desa Jatian Pakusari. Berhubung Kadispendik, Bambang
Hariyono tidak di tempat, seorang petugas mengantarkan Mahfudz ke ruang bidang
SMK/ SMA. Selang tak berapa lama muncul Arif, Kasi Kurikulum yang marah-marah
hingga melakukan pengusiran.
Dalam somasinya, Korwil IJTI Tapal Kuda, Hanafi,
meminta Dispendik meminta maaf kepada Mahfudz dan IJTI
Tapal Kuda. Hanafi memberi batasan waktu
5x24 jam untuk menanggapi somasinya. Jika tuntutannya tak dipenuhi, IJTI mengancam
akan melakukan gugatan hukum.
Keseriusan ini dibuktikan dengan menunjuk
Aep Ganda Permana SH, sebagai penasehat hukum. “Penunjukan kuasa
hukum, tak lain untuk mempersiapkan menempuh jalur hukum,” ungkap Hanafi,
Selasa (26/11/13).
Menurutnya, apa yang dilakukan Arif, tidak mencerminkan karakter seorang pegawai. Sebab, profesi jurnalis adalah profesi seorang pelayan publik. Ketika tidak mau di wawancarai, Arif bisa menolak dengan alasan yang tepat. “Kan masih bisa menolak dengan halus, jika bukan wewenangnya untuk memberikan keterangan. Bukan malah menolak dengan emosi dan ujung-ujungnya melakukan pengusiran,” tandas Hanafi.
Hanafi menjelaskan, langkah yang diambil IJTI bukan hanya pembelajaran pada person Arif selaku pejabat Dispendik, namun juga kepada seluruh birokrasi agar berperilaku baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Menurutnya, apa yang dilakukan Arif, tidak mencerminkan karakter seorang pegawai. Sebab, profesi jurnalis adalah profesi seorang pelayan publik. Ketika tidak mau di wawancarai, Arif bisa menolak dengan alasan yang tepat. “Kan masih bisa menolak dengan halus, jika bukan wewenangnya untuk memberikan keterangan. Bukan malah menolak dengan emosi dan ujung-ujungnya melakukan pengusiran,” tandas Hanafi.
Hanafi menjelaskan, langkah yang diambil IJTI bukan hanya pembelajaran pada person Arif selaku pejabat Dispendik, namun juga kepada seluruh birokrasi agar berperilaku baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Jangankan wartawan. Berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat juga berhak mendapatkan layanan informasi,” tegasnya. Jika wartawan saja dipersulit, kata Hanafi, bagaimana dengan masyarakat yang hendak mengakses informasi ke lembaga-lembaga pelayanan publik.