Translate

Iklan

Iklan

Selamatkan Hutan Dimulai Dari Rumah

3/14/14, 12:49 WIB Last Updated 2014-03-14T05:51:04Z
Widyanti Yuliandari Bersama kedua anaknya
Bondowoso, MAJALAH-GEMPUR.Com.  Saya ini wong ndeso, menikmati masa kanak-kanak di tepian hutan kecil tak begitu jauh dari Taman Nasional Baluran, Situbondo. Sempat numpang sebentar di kota terbesar kedua di Indonesia, untuk kuliah.

Kini saya juga hidup tak begitu jauh dari hutan, hanya sekitar 60 kilometer dari tempat saya ke Kawasan Kawah Ijen (Bondowoso-Jawa Timur). Saya PNS dan ibu dua anak yang sedang bergairahnya melihat dunia. Mereka sungguh berjiwa petualang. Mbolang, begitu kami sering menamakan aktifitas berpetualang kami. Hutan kota, hutan Perhutani, sawah, dan alam bebas adalah destinasi yang sungguh membuat kami bersemangat. Suatu saat kami bercita-cita, harus dapat berpetualang ke “hutan betulan”. Kelak jika keduanya sudah cukup usia.

Sebagai seorang ibu, mengikuti perkembangan berita terkait hutan tropis kita, bukan hal yang melegakan. Kita Menghancurkan Hutan, dan kerusakan hutan menyumbang 20% dari emisi GRK setiap tahun. Kita membutuhkan hutan dengan luasan besar untuk ‘meredam’ dan melawan perubahan iklim dan menjaga bumi. Tetapi yang terjadi kita melakukan sebaliknya. Bagaimana nantinya nasib kedua Bolang saya?

Soal manfaat hutan semua pasti sepakat. Hutan adalah paru-paru dunia penghasil oksigen dan pengatur siklus hidrologi yang juga menyimpan begitu banyak kehidupan dan kekayaan keaneka-ragaman hayati. Hutan juga merupakan rumah bagi jutaan orang rimba yang untuk bertahan hidup bergantung dari hutan-baik secara fisik maupun spiritual. Ya, hutan tak ubahnya gambaran surga yang diturunkan Tuhan di dunia. Surga milik warga dunia. Milik kita. Jadi…. Protect Paradise!

Saya tak bisa bicara hal yang ndakik-ndakik tentang bagaimana kita menyelamatkan hutan. Saya hanya akan ngobrol hal-hal yang sederhana yang sudah kami lakukan. Semua dari ranah domestik, sesuai dengan tugas saya sebagai istri, sebagai ibu dari dua bolang.
Menyelamatkan Hutan dari Perut
Kami ini orang desa. Hidup sederhana, begitu juga dengan makan. Kami tak biasa makan fastfood. Ayam goreng berlumuran tepung itu, tak terlalu menarik bagi kami. Apalagi konon makanan tersebut selain kurang baik buat kesehatan, juga ternyata tak ramah bagi hutan.

Cemilan bagi kami juga sederhana saja. Yang penting sedap dan nyaman di perut. Buah-buahan dan sayuran itu camilan utama kami. Juga aneka makanan kukus dan rebus. Jagung rebus, singkong kukus, kacang rebus, ahh…semua menggugah selera. Sesekali pingin meniru gaya orang kota, snacking kata mereka, contohnya makan coklat. Waduh, ternyata harus pilih-pilih ya. Jangan-jangan malah nanti kami sekeluarga ikut jadi penyebab rusaknya hutan.

Less Tissue, Kembali Ke Serbet dan Saputangan
Kalau yang di atas itu sih, bahasanya orang kota. Bagi kami sudah biasa. Kebiasaan menenteng saputangan kemana-mana diwariskan turun temurun. Mulai dari embah putri juga ibu mempunyai kebiasaan selalu membawa sapu tangan. Bedanya, kalau embah biasanya menyelipkan di antara bebatan stagennya. Ibu biasa menaruh saputangan di tasnya.

Tadinya saya kira, bahan pembuat tisu itu khusus kayu dari pohon yang dibudidayakan. Eh, ternyata pakai kayu dari hutan tropis juga. Aduh, makin bersalah saja kalau pas terpaksa sesekali pakai tisu. Padahal bisa dibayangkan berapa kebutuhan tisu dalam setahun? Lha wong, warung kopi pinggir jalan saja, sekarang pada menyediakan tisu. Kena minyak gorengan dikit, langsung lap dengan tisu. Padahal embah putri dan ibu selalu mengajarkan saya menyediakan wijikan lengkap dengan serbet kecil, saat menghidangkan kudapan. Hemat, dan menurut saya malahan terkesan lebih mriyayeni. Elegan, gitu lo!

Sekarang Jamannya E-book
Meski terlahir sebagai wong ndeso, kami dibesarkan dalam atmosfer membaca yang cukup kental. Bapak seorang PPL kutu buku. Yang dibawa ke rumah selain Trubus, Sinar Tani, dan aneka modul pelatihannya, juga kerap Intisari dan sejumlah buku pengetahuan (meski intisarinya lebih sering bekas).

Budaya membaca terbawa hingga saat ini. Membaca, sambil membaui aroma kertas memang sungguh nikmat. Namun kami putuskan untuk memprioritaskan e-book. Bentuk buku yang satu ini kami anggap lebih ramah untuk hutan.

Meski Ndeso Saya Seorang Blogger
Meski ndeso, saya punya sedikit kemampuan nge-blog. Ini sebenarnya hobi saja.Di sela-sela rutinitas yang kadang menjemukan, blogging menjadi semacam “me time” (haisshh…ini sih minjem istilah orang kota lagi) yang ampuh untuk mengusir penat saya. Pun, aktifitas ini menjadi semacam cara untuk “meneriakkan” apa yang ada dalam kepala dan hati saya. Seperti apa yang ingin saya sampaikan sekarang, lewat tulisan ini, Protect Paradise!

Oleh Widyanti Yuliandari Bondowoso;
Pemenang Lomba Penulisan Blog Hutan Greenpeace Indonesia
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Selamatkan Hutan Dimulai Dari Rumah

Terkini

Close x