Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Kecewa tidak mendapatkan kepastian hukum atas
kasus yang dilaporkan lebih setahun, keluarga korban penganiayaan guru Ponpes
Al Qodiri, lapor ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Setelah
menunggu lebih dari satu tahun, dan belum kunjung mendapatkan kepastian hukum,
keluarga Alvin Lukman Jehan, korban penganiayaan salah satu tenaga
pengajar di Pondok Pesantren Al Qodiri akhirnya membawa kasusnya ini ke
Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Fauzin, orang tua korban,
hari Rabu siang,(23/04) menerangkan, merasa kecewa karena tidak mendapat
kepastian hukum dari penegak hukum yang menangani kasus yang telah
dilaporkannya lebih dari satu tahun lalu , pihak keluarga, akhirnya melaporkan
kasus ini ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Menurut Fauzin, ia
kecewa atas sikap penegak hukum di Pengadilan Negeri (PN) Jember yang
terkesan saling lempar tanggung jawab dengan lembaga penegak hukum lainnya,
sehingga meski telah lebih dari satu tahun kasus penganiayaan yang menimpa
putranya hingga kini belum jelas penanganannya.
Bahkan pelakunyapun masih
bebas berkeliaran karena belum juga di tahan. Untuk mencari keadilan ia juga
telah medatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember, dan Kejaksaan Tinggi
(Kejati) Surabaya. dan yang terakhir kali ia datangi Pengadilan Tinggi
(PT) Surabaya.
Fauzin menerangkan, awalnya
ia mendatangi kantor PN Jember, untuk menanyakan perkembangan kasusnya, namun
setelah beberpa kali mendatangi PN Jember ia tetap belum mendapatkan kepastian
hukum atas kasus penganiayaan terhadap putranya, sehingga, fauzin menandaskan,
akhirnya ia membawa kasusnya ini ke PT Surabaya.
Diberitakan sebelumnya,
pada tanggal 15 januari 2013, telah terjadi tindak penganiayaan terhadap Alvin
lukman jehan, 17 tahun yang dilakukan oleh Rahman syah Jaelani, salah
satu guru di PP Al Qodiri . Kasus itu sendiri telah dilaporkan ke Mapolres Jember
pada tanggal 24 januari 2013.
Akibat dari penganiayaan
itu korban mengalami cacat fisik dan harus menjalani operasi di RSI lumajang
selama 19 hari dengan kondisi kritis dan dengan biaya lebih dari Rp 55 juta. (Mif)