
Untuk menghindarikerugian
tersebut, sejumlah sopir terpaksa harus menaikkan tarif angkutannya. Sebesar 1.000
rupiah dari ongkos biasaya yang sebelumnya dipatok Rp 3.000 untuk pelajar
setiap kali jalan, sedangkan penumpang umum ia pasang tarif Rp 7.000.
Seperti yang
dilakukan sopir angkutan jurusan Kencong - Puger. "Kami terpaksa menaikkan
tarif meski cuma seribu rupiah," kata Yudi, salah seorang sopir angkutan
saat mangkal di alun-alun Kencong, Senin (18/11).
Meski tarif tarip
sudah dinaikkan, menurut sopir asal Gumukmas ini mengaku pendapatannya masih menurun.
Pasalnya, biaya pembelian bahan bakar membengkak hampir 50 persen. "Sebelum
bensin (premium) naik saya membeli Rp 50 ribu sekali jalan, sekarang jadi Rp 65
ribu," akunya. Sedangkan kenaikan tarif tersebut, lanjut Yudi, tidaklah
seberapa untuk menutupi biaya operasionalnya setiap hari.
Menurut
bapak dua anak itu, dirinya tidak bisa berbuat banyak dengan kenaikan BBM tersebut.
Pasalnya kenaikan BBM ini membuat para penumpang beralih menggunakan kendaraan
pribadi. "Sebelumnya juga begitu, sudah sepi, tapi jika begini (BBM naik) jadi
tambah sepi. Kalaupun ongkos naik, setoran juga naik. Penumpang enggak ada,
mereka lebih memilih kredit motor untuk aktifitasnya," ujarnya.
Hal
senada diungkapkan Nono, sopir Angdes yang lain. Menurutnya kenaikan BBM
membuat aktivitas transportasi umum di pedesaan lesu. Ladang bagi para sopir
kini, ujar dia, hanya pada penumpang sekolah. "Kami ramenya hanya pas
berangkat sekolah sama bubaran sekolah. Sisanya ya begini. Tapi sekarang juga
kan banyak anak sekolah yang sudah menggunakan motor sendiri," pungkasnya.