
Hadir dalam kesempatan
itu, beberapa pemangku kepentingan, yaitu Kepala Desa Mayangan, Sulimah,
Perwakilan UPT Pertanian Laksono dan Didik Triyanati, perwakilan Koramil Gumumkmas,
Andik, serta pemilik kios resmi pupuk bersunsidi, Holil.
Suasana pertemuan sekitar
pukul 19.30 Wib di Ruangan beralas karpet
berbentuk sajadah, diserambi depan lantainya dilapisi karpet merah yang
nampak usang mulanya berlangsung tenang. Namun paska petani menyampaikan
uneg-uneg tentang kelangkaan pupuk bersubsidi, tiba-tiba suasana terasa
memanas.
Menurut Suparman, salah
seorang tokoh masyarakat, anggota Kelompok Tani Muneng Makmur I, bahwa saat melakukan
penyegaran pengurus berjalan lancar namun saat sesi tanya jawab dibuka seusai
pengurus lama telah diganti dengan sejumlah pengurus baru suasama menjadi
memanas.
Katiman, salah seorang
penggagas menyatakan bahwa gerakan ini muncul
lantaran dua tahun terakhir tak dapat pupuk bersubsidi. Petani geram, meski ada
kelompok tani dan kios resmi, namun berkali-kali petani selalu kecele.
Alasannya klasik, kuota pupuk subsidi tak cukup memenuhi kebutuhan petani.
Petani curiga, ada
permainan dan kongkalikong antara pemilik kios dengan oknum pengawas dinas
pertanian dan kelompok tani, yang sengaja menjual pupuk keluar untuk keuntungan
semata. “Selama dua tahun ini, kami para petani tidak pernah mendapat pupuk
bersubsidi,” kata Katiman, yang langsung disambut riuh para petani lain.
Padahal, lanjut Katiman,
penentuan kuota pupuk tersebut berdasarkan RDKK (Rencana Devinitif Kebutuhan
Kelompok) yang didasarkan luas hamparan tanah pertanian di daerahnya, “lantas
kemana larinya pupuk bersubsidi itu?,” ujarnya.
Menurut Katiman,
sebenarnya petani dapat memahami, jika tidak cukupnya ketersediaan pupuk itu
hanya sekali atau dua kali, namun jika hal itu berlarut-larut hingga dua tahun
lantas dikemanakan pupuk yang telah menjadi hak mereka, “kalau tidak cukup
petani sudah paham, tapi jika sampai dua tahun tak mendapat pupuk sama sekali,
ini siapa yang bermain?” tandasnya.
Menanggapi protes petani,
Laksono seorang mantri pertanian sekaligus perwakilan UPT Pertanian Gumukmas
mengatakan, tidak cukupnya pupuk tersebut lantaran pemenuhan kuota pupuk yang
ditetapkan pemerintah hanya 90% dari kebutuhan total petani di Jember. Dia
berkilah, pada saat musim tanam kemarin tak hanya petani di wilayah mayangan
saja yang kelimpungan, melainkan hampir seluruh petani di Jember.
Mengenai dua tahun petani tak
mendapatkan pupuk, Laksono menganggap mungkin ada ketidak sambungan komunikasi pemilik
kios dan kelompok tani yang menjadi jembatan bagi petani, “mungkin ada faktor
komunikasi yang buntu,” jawabnya, sembari menjelaskan bahwa pihaknya tidak ada
kewenganan mencabut izin kios “nakal” yang menjual pupuk keluar, “itu menjadi
kewenangan distributor pupuk,” terangnya.