
Kondisi
itu dialami oleh Siti, wanita sederhana yang tinggal di Dusun Tanjungsari,
RT/RW 022/05, Desa Glundengan,
Kecamatan Wuluhan. Perempuan 23 tahun ini, tak dapat melihat sejak ia lahir. Meski cacat,
Siti tak mengenal kata mengeluh dalam hidupnya.
“Saya
yakin bahwa Allah adalah Tuhan yang maha adil. Tidak
semua yang sakit itu menyengsarakan. Mungkin
dibalik cacat ini, Allah telah menyiapkan
rencana yang lebih baik lagi bagi saya, ikhlas saja dan terus bersyukur,” ucap Mbak Siti, sapaannya, Minggu
(24/5).
Meski
demikian, dirinya mengaku tidak pernah mendapat perhatian,
apalagi bantuan pemerintah, baik Program Keluarga Harapan
(PKH) maupun Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS). “Raskin (beras untuk orang
miskin) saja, masih harus membeli dengan harga Rp 5000,
kalau sudah membeli berarti kan bukan bantuan,” katanya.
Dia
merasa baru diperhatikan dan dibutuhkan, ketika hendak melaksanakan pemilihan umum dan saat pergantian kepemimpinan saja,
“Jika sudah musim Pemilu DPR, Presiden, Gubenur, Bupati dan Pilkades, pasti banyak pihak yang akan datang meminta saya memberikan suaranya,” herannya.
Dia
juga tak mengerti, dengan kalimat yang selalu disampaikan pemerintah dan para
politisi. ‘satu suara itu sangat
menentukan masa depan kita semua’. “Namun
apa? Saya tidak pernah merasakan manisnya kalimat itu. Setelah pemilu usai, mereka
tidak pernah menganggap orang-orang seperti saya ini,” kritiknya.
Namun, putri dari Ibu Salamah tersebut selalu bersyukur atas kondisi
yang ia terima. “Saya yakin, Allah selalu bersama saya,” yakinnya. Kepada saudara-saudaranya yang senasib, perempuan itu berpesan, agar
mereka tak
berputus asa dalam melanjutkan
hidup. “Jangan putus asa, selalu bersukur seperti
apapun keadaan
kita,” pesannya
Meski
begitu, dia tetap berharap, agar pemerintah dapat memberi perhatian lebih terhadap orang-orang yang
cacat seperti dirinya. “Saya berharapan pemerintah lebih peduli lagi
terhadap orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik seperti saya ini,” Pungkasnya.
(dik/ruz).