
Demikian putusan yang dibacakan
Hakim tunggal
Wahyu Waiduri SH.M.Hum, didampingi Panitera Pengganti (PP)
Karno dalam sidang gugatan pra peradilan mantan Kabulog Sub Divre 11 Jember, M Muharror
atas dugaan penipuan jual beli tanah yang dilakukan tersangka FS dan MS, Senin
(6/7)
Menurut Wahyu, upaya
penyidikan yang dilakukan Polres Jember hingga menetapkan sebagai tersangka
sudah sesuai dengan hukum. “Sebab penyidik sudah melakukan penyidikan secara
obyektif,” ujar Widuri. Apalagi, penyidik juga sudah menetapkan tersangka
berdasarkan dua alat bukti minimal. Bahkan, Polres menentukan tesangka
didasarkan pada tiga alat bukti.
Yakni keterangan saksi,
surat, serta keterangan ahli hukum pidana. Karena itu SP3 yang didasarkan
pada petunjuk Jaksa Penuntut Umum dianggap tidak sah. Pasalnya, jaksa hanya
berdasar pada surat edaran Kejaksaan Agung yang kedudukannya dibawah
Undang-Undang. Karena itu Pengadilan Negeri Jember pun mengabulkan gugatan pra
peradilan dari pemohon Muharror tersebut.
Kuasa Hukum Muharror
Allananto menyambut baik putusan hakim praperadilan tersebut. “Proses pra
peradilan ini bukan mencari kalah menang. Tapi uji pendapat jika kasus ini
pidana bukan perdata,” tuturnya. Karena itu, dia menuturkan jika tidak
ada alasan bagi penyidik untuk tidak melanjutkan kasus tersebut. Sebab hasil
pengujian hakim pra peradilan kasus tersebut adalah kasus pidana bukan perdata.
“SP3 dianggap tidak benar
dan tidak sah,” jelasnya. Hal ini diharapkan menjadi pertimbangan agar pihak
kejaksaan untuk meneruskan kasus ini.Harapannya agar kasus ini bisa sampai ke
pengadilan baru kemudian di uji materiil apakah memang tersangka yang
ditetapkan oleh penyidik kepolisian bersalah atau tidak.
Sementara itu, Kuasa Hukum
Polres Jember Ruly S. Tetaheluw mendukung putusan tersebut. “Sejak awal Polres
Jember sudah bekerja keras untuk mengusut kasus itu hingga P-21 atau dinyatakan
lengkap,” jelas Rulli. Bahkan, penyidik menetapkan tersangka dan menghadirkan
saksi ahli pidana untuk menguatkan penyidikan. Namun, berkas selalu ditolak
oleh pihak kejaksaan hingga 4 kali. Dengan alasan kasus tersebut ranahnya
perdata.
“Kami dari awal
menghormati apapun keputusan majelis hakim,” jelas Rulli. pihaknya akan
menerima menerima dengan lapang dada dan diharapkan ada sama-sama koreksi
kontrol bersama. Sedangkan Budi Hartono, Kepala Seksi Pidana Umum saat
dikonfirmasi masalah ini mengaku pihaknya masih belum mau berkomentar.
“Kami menunggu salinan
putusan resmi pra peradilan,” jelasnya. Pihaknya masih menunggu hasil dari PN
jember seperti apa lengkapnya. Sekedar tambahan, kejadian
ini bermula dari pelaporan kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen dari
jual beli rumah di Ketintang Surabaya. Bahkan, polres menindaklanjuti dengan
menetapkan dua orang terlapor sebagai tersangka atas kasus dugaan penipuan dan
pemalsuan dokumen itu. Juga ada dugaan di barang bukti kwitansi yang dipalsu.
Berdasarkan hasil uji lab
forensik Polda Jatim diketahui jika tandatangan Muharror dan Umi Lutfa selaku
pemilik awal dalam kwitansi jual beli itu tidak identik atau berbeda dengan
tandatangan pembanding. Sehingga kasus inipun dianggap sebagai pidana. Namun,
ternyata setelah dua kali pengajuan dari penyidik polres kepada Kejaksaan
Negeri Jember tidak diterima alias dianggap tidak lengkap atau P-19.
“Setelah itu juga
didatangkan saksi ahli dari Universitas Airlangga Surabaya,” jelas Allan. Saat
itu hadir Prof. Didik Endri Purwoleksono dan mengatakan jika kasus tersebut
adalah tindak pidana. Bukan murni perdata. Bahkan memenuhi unsur pidana 378
(penipuan) dan 263 (penggelapan) KUHP. Namun, lagi-lagi berkas ini tetap juga
mental di Kejari Jember dan dikembalikan ke Polres Jember dan tidak memenuhi
unsur pidana.