Ketua Komisi B DPRD Jember
menduga pembangunan pemecah gelombang (Break
Water) tambahan sekitar enam
bulan yang lalu itu ada perhitungan yang salah. “saya menduga ada perhitungan
yang salah dari pelaksana proyek, sehingga bangunan ini (break water) harus segera dibenahi,” ujar Bukri, Ketua Komisi B
DPRD Jember
Politisi PDI Perjuangan
ini mengatakan, seharusnya sebelum dilakukan pembangunan terlebih dahulu
dilakukan kajian akademis mengenai manfaat dan dampaknya terhadap nelayan
setempat, “karena yang membangunan ini adalah Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi Jawa Timur, maka secepatnya kami akan menyampaikan temuan ini ke Pemprop
dan DPRD Jawa Timur,” paparnya.
Budi Wicaksono, anggota
DPRD Jember dari Partai Nasdem menuding, konsultan pelaksana proyek break water kurang jeli dalam
mengkalkulasi masalah geo teknik. Semisal arus ombak dan besaran gelombang
serta akibat yang ditimbulkan, “ini harus dihitung dan dikaji ulang,” jelasnya.
Sementara itu, sejumlah
nelayan tampak mengiringi para wakil rakyat tersebut saat memantau dampak
pembangunan break water. Mariyono,
misalnya, nelayan asal Desa Puger Wetan ini mengatakan, nelayan setempat sangat
dirugikan paska dibangunnya tambahan break water. Dikarenakan, posisi bangunan
pemecah gelombang tersebut melintang ke arah kiri yang menyebabkan terjadinya
pendangkalan jalur nelayan.
Tak hanya itu, hantaman
gelombang dan ombak semakin besar karena adanya pendangkalan jalur yang
meyebabkan sering terjadinya kecelakaan yang menenggelamkan puluhan perahu
nelayan, “selama enam bulan ini, sekitar 74 perahu nelayan karam di area break water ini,” tuturnya.
Ketua Forum Nelayan Puger,
Imam Hambali menuturkan, saat ini nelayan dipaksa harus kembali belajar
tanda-tanda alam tentang kondisi laut. Sebab, beberapa tanda yang sebelumnya
dipahami oleh nelayan berubah total paska pembangunan break water, “kami minta
agar pemerintah segera membongkar bangunan break
water ini, karena sangat merugikan nelayan,” tuntutnya. (ruz).