
Warga
yang tergabung dalam Forum
Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian,
Kabupaten Lumajang ini diambil paksa dari rumahnya, kemudian dianiaya
oleh kurang lebih 40 orang hingga mengakibatkan satu orang meninggal dan satu
orang terluka parah.
Tosan didatangi
segerombolan orang pada sekitar pukul 07.30. Kurang lebih 40 orang dengan
menggunakan kendaraan bermotor mendatangi rumah Tosan dengan membawa pentungan
kayu, pacul, celurit dan batu. Tanpa banyak bicara mereka lalu menghajar Tosan
di rumahnya, Tosan berusaha menyelamatkan diri dengan menggunakan sepeda namun
segera bisa dikejar oleh gerombolan ini. Tosan ditabrak dengan motor di
lapangan tak jauh dari rumahnya.
Tak berhenti
disitu, gerombolan ini kembali mengeroyok Tosan dengan berbagai senjata yang
mereka bawa sebelumnya. Tosan bahkan ditelentangkan ditengah lapangan dan
dilindas motor berkali-kali. Gerombolan ini menghentikan aksinya dan pergi
meninggalkan Tosan setelah satu orang warga bernama Ridwan datang dan melerai.
Tidak
berhenti disitu Setelah selesai
menghajar Tosan, gerombolan ini mengalihkan tujuannya menuju rumah Salim. Saat
itu Salim sedang menggendong cucunya yang baru berusia 5 tahun, mengetahui ada
yang datang berbondong dan menunjukkan gelagat tidak baik Salim membawa cucunya
masuk. Gerombolan tersebut langsung menangkap Salim dan mengikat dia dengan
tali yang sudah disiapkan. Mereka kemudian menyeret Salim dan membawanya
menuju Balai Desa Selok Awar-Awar yang berjarak 2 kilometer dari rumahnya.
Bahkan
dalam release yang disampaikan kepada beberapa awak media. Sepanjang perjalanan menuju Balai Desa,
gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata-senjata yang mereka bawa
disaksikan warga yang ketakutan dengan aksi ini. Di Balai Desa, tanpa
mengindahkan bahwa masih ada banyak anak-anak yang sedang mengikuti pelajaran
di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), gerombolan ini menyeret Salim masuk dan
terus menghajarnya.
Di Balai desa,
gerombolan ini sudah menyiapkan alat setrum yang kemudian dipakai untuk
menyetrum Salim berkali-kali. Tak berhenti sampai disitu mereka juga membawa
gergaji dan dipakai untuk menggorok leher Salim. Namun ajaibnya hampir semua
siksaan dengan benda tajam yang ditujukan ke tubuh Salim seolah tidak mempan.
Melihat kenyataan
bahwa Salim tidak bisa dilukai dengan benda tajam dan keadaan balai desa yang
masih ramai, gerombolan tersebut kemudian membawa Salim yang masih dalam
keadaan terikat melewati jalan kampung menuju arah makam yang lebih sepi. Di
tempat ini mereka kemudian mencoba lagi menyerang salim dengan berbagai senjata
yang mereka bawa.
Baru setelah
gerombolan ini memakai batu untuk memukul, Salim ambruk ke tanah. Mendapati
itu, mereka kemudian memukulkan batu berkali-kali ke kepala Salim. Di tempat
inilah kemudian Salim meninggal dengan posisi tertelungkup dengan kayu dan batu
berserakan disekitarnya.
Kekerasan yang
terjadi di desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang ini
semakin menegaskan bahwa perlindungan terhadap warga yang berjuang mempertahankan
lingkungan dan ruang hidupnya belum terjamin di negeri ini.
Sebelum peristiwa
penyerangan yang menyebabkan tewasnya Salim, Forum Komunikasi Masyarakat Peduli
Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang sudah mengadukan
ancaman yang dialamatkan kepada mereka.
Pada 11 September
2015, Forum sudah melaporkan secara resmi ancaman kepada Tosan ke Polsek
Pasirian, namun laporan ini tidak mendapatkan tanggapan yang cukup. Karena
nama-nama mereka yang memberikan ancaman sama sekali tidak diproses oleh pihak
kepolisian.
Orang-orang yang
dilaporkan tersebut juga yang kemudian benar-benar melakukan penyerangan
terhadap Tosan dan Salim. Jika pihak kepolisian memiliki kesungguhan untuk
melindungi keselamatan warga, sejatinya peristiwa tragis ini tidak perlu harus
terjadi.
Perihal penolakan
warga terhadap aktivitas pertambangan, sesungguhnya juga sudah berlangsung
lama. Bukan hanya di Selok Awar-Awar, penolakan aktivitas pertambangan di
pesisir selatan Lumajang telah menimbulkan keresahan dan penolakan di berbagai
tempat.
Sebelumnya di Desa
Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT
ANTAM juga telah menimbulkan konflik. Konflik serupa juga muncul di desa
Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang.
Panjangnya daftar
konflik akibat aktivitas pertambangan pasir besi di kawasan pesisir selatan
Lumajang ini rupanya tidak menjadi pelajaran bagi Pemerintah Kabupaten Lumajang
beserta aparat keamanannya. Meskipun telah banyak diketahui bahwa
tambang-tambang tersebut banyak yang beroperasi secara ilegal dan merusak lahan
pertanian pesisir pantai sehingga rentan berkonflik dengan kepentingan petani
penggarap lahan pesisir, sama sekali tidak ada tindakan tegas yang dilakukan
oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Padahal jika situasi ini terus
dibiarkan, konflik yang terjadi akibat aktivitas pertambangan akan terus
memburuk di Kabupaten Lumajang.
Oleh sebab itu,
Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang yang terdiri dari: Laskar Hijau,
WALHI Jawa Timur, KONTRAS Surabaya, dan LBH Disabilitas dengan ini menyatakan:
Mendesak
Kepolisian dan
aparat penegak hukum lainnya untuk serius
dalam mengusut para pelaku pembantaian terhadap Salim Kancil
dan Tosan hingga aktor
intelektual (intellectual daader) dibalik peristiwa kekerasan di desa Selok Awar-Awar,
Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang tersebut, dan mengganjar pelaku dengan hukuman
seberat-beratnya sesuai pasal 340 KUHP
Mendesak
Pemerintah Daerah
Kabupaten Lumajang untuk segera
menutup seluruh pertambangan pasir di pesisir selatan Lumajang. Meminta agar Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera memberikan perlindungan
terhadap saksi dan korban
Meminta
Komnas HAM agar segera turun ke lapangan dan melakukan Investigasi. Meminta
Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memberikan trauma healing
kepada anak dan cucu dari alm. Salim Kancil serta anak-anak PAUD yang
menyaksikan insiden penganiayaan alm Salim Kancil di Balai Desa Selok
Awar-Awar. (tim)