NGO Jember Komunitas (NGO Jek) menilai Pemasangan sejumlah Alat Peraga
Kampanye (APK)
Pasangan Calon (Paslon) Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah yang dipasang Komisi Pemlihan Umum Daerah (KPUD) di
sejumlah titik di Jember, menguntungkan calon
tertentu.
Menurut
Kooordinator Aksi, Kustiono Musri bahwa dirinya tidak memihak calon manapun, hanya saja apa yang dilakukan KPUD Jember
cenderung menguntungkan calon tertentu. Nasib
jutaan rakyat Jember ada di tangan KPU, kalau pilkada diciderai maka akan
merusak tatanan demokrasi.
“Tidak usah
jauh-jauh mas, di bundaran Mastrip ada tiga APK calon nomer satu ada dua APK,
sedangkan Paslon no urut dua cuma ada satu APK, itupun tidak strategis,
sehingga hal ini yang kami lihat sebagai tanda ketidak netralan KPU,” tambah
Kustiono.
Sementara itu Ahmad
Anis, SE ketua KPUD Jember yang menemui sejumlah LSM menjelaskan bahwa penempatan semua APK Paslon Bupati dan Wakil Bupati sudah sesuai dengan kesepatakan yang disetujui oleh
masing-masing tim, dan semua tertuang dalam BAP tempat-tempat APK Paslon
dipasang.
“Semua APK yang
dibuat oleh KPU terpasang sesuai titik-titik yang sudah ditentukan dan
disepakati, jika ada APK yang tidak sesuai, itu
pelanggaran, hari ini juga kami instruksikan kepada semua PPK untuk
menginventarisir, jika diluar ketentuan agar segera koordinasi dengan Panwas,”
ujar Anis
Anis juga
menambahkan bahwa APK yang dibuat KPU adalah resmi dan ada gambar partai
pengusung, jika ada APK tidak ada gambar partai pengusung maka dianggap ilegal,
APK yang dipasang di posko-posko pemenangan juga dianggap ilegal karena tidak
dibuat oleh KPU.
“KPU membuat APK
seperti umbul-umbul, spanduk dan Baliho, sedangkan paslon dipersilahkan membuat
Kaos, Stiker dan acsesoris lainnya asal nilainya tidak lebih dari 25 ribu
rupiah, untuk pelepasan APK ilegal, KPU tidak punya wewenang, yang punya
wewenang Panwaslih,” imbuhnya.
Belum
puas jawaban KPU Jember yang didampingi
anggota KPU Jatim Gogot Baskoro, sejumlah LSM, berteriak dan mengajak KPU Jember cek lokasi. “Beberapa APK dipasang di
kantor-kantor pemerintahan dan sekolah, itu berarti KPU melanggar peraturannya sendiri, ini harus di evaluasi,” pungkas Kustiono. (midd/edw)