
Pertama beliau mengkritisi
tentang pemimpin yang dekat dengan masjid harus senantiasa menyelesaiakan
masalah keumatan lewat masjid, kedua
beliau mengomentari JFC yang katanya jember untuk dunia namun malah menutup
akses bagi warganya untuk datang dan melaksanakan aktivitas pendidikan di
masjid.
Meskipun pada kenyataanya
tidak 100% ditutup, namun anda yang terbiasa sholat berjamaah di masjid, pasti
merasakan sulitnya akses masuk, apalagi anda yang tinggal di selatan jalan,
saya merasakan sendiri ketika berjamaah dhuhur sebelum akses jalan ditutup dan
setelah selesai berjamaah akses jalan sudah ditutup sejauh runway, bukan hanya
akses jalan namun juga jembatan penyebrangan sehingga saya harus berputar
sejauh lebih dari 2 km hanya untuk keselatan jalan.
Ketatnya penutupan ini
juga yang menyebabkan sekolah-sekolah dilingkungan masjid jami’ Al Baitul Amien
diliburkan total, melanjutkan kritik kyai Iqbal yang terakhir, seharusnya
pemerintah Jember malu dengan label Jember untuk dunia sementara warganya masih
banyak yang “buta aksara”.
“Jember buta aksara”
mungkin sudah menjadi isu yang tidak asing bagi warga Jember, baik dari
kalangan pejabat, praktisi pendidikan, budayawan, tokoh masyarakatdan aktivis
organisasi, bermula dari kabupaten Jember yang pada tahun 2007 dan 2009
mendapat penghargaan dari pemerintah pusat karena dinilai telah mampu
memberantas buta aksara.
Namun ironis, secara mengejutkan
pada 2010 Jember mendapat predikat sebagai kabupaten dengan angka buta aksara
tertinggi nasional, berdasarkan data badan pusat statistic (BPS) jumlahnya
mencapai 204.069 atau menyumbang 10.79 dari angka buta aksara nasional yang
mencapai 1,9 juta orang saat itu.
Ibarat orang yang
“kebakaran jenggot” pemerintah Kabupaten Jember langsung mengkaji ulang data
tersebut hingga akhirnya melahirkan kebijakan-kebijakan strategis untuk
mengatasi Jember buta aksara, pemkab Jember mengirimkan berbagai instruktur ke
daerah-daerah terpencil dan mengganggarkan sebesar 3.2 milyar per tahun dengan
target buta aksara dijember berkurang hingga 30.000 orang per tahun.
Program yang dimulai sejak
tahun 2010 tersebut memberikan hasil yang memuaskan hingga pada tahun 2014
angka buta aksara di Jember usia produktif 15-59 tahun menurun hingga 78.752
orang dari 31 kecamatan yang ada. Namun program-program tersebut bukan tanpa
masalah.
Hasil investigasi Gerakan
Peduli Perempuan (GPP) menemukan berbagai indikasi penyelewengan diantaranya
pada program Keaksaraan Fungsional di Jember, honor untuk tutor Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) yang seharusnya 600.000 ribu perbulan hanya diberikan
150-300 ribu perbulan, belum lagi anggaran untuk fasilitas peserta kelas buta
aksara yang juga rawan diselewengkan
Kalangan praktisi
pendidikan juga ambil bagian dalam program menyelesaikan buta akasara tersebut,
Universitas Jember misalnya, kampus akreditasi A dikabupaten Jember ini
memiliki program yang bernama UJAR atau Unej Mengajar.
Program yang dimulai sejak
2012 tersebut juga bertujuan untuk memberantas buta aksara di kabupaten Jember,
dimana perguruan tinggi menerjunkan relawan untuk mengajar didaerah-daerah
terpencil dikabupaten jember.
Sebelum diterjunkan ke
wilayah pedesaan yang menjadi sasaran program, para relawan mendapat pelatihan
mengenai pembangunan karakter dan teknik mengajar yang mengasyikkan. Lokasi
pengajaran di antaranya, Desa Darsono Arjasa, Sidomukti Mayang, Wonojati
Jenggawah, dan ledok ombo Sumber Jambe, seluruh program baik dari kalangan
pemerintah maupun praktisi pendidikan bertujuan untuk mencapai target jember
bebas buta aksara tahun 2015
Di tahun 2015 ini, setelah
berbagai program dan berbagai kalangan bersatu padu memberantas buta aksara
dikabupaten jember, masih ada sebagian kecil masyarakatnya yang masih saja mengalami
buta akasara bahkan masyarakat tersebut adalah masyarakat yang hanya berjarak
ekitar 3,9 hingga 16,5 kilometer dari
pusat Kota Jember (surya.co.id 25/4/2015),
Salah satu penyebabnya
adalah faktor kurangnya fasilitas pendidikan dan juga akses jalan yang
terpencil, tidak mudah memang untuk mendirikan sekolah baru, selain
membutuhkankan biaya yang besar juga izin pendirian yang cukup “njelimet”membuat
tokoh masyarakat didaerah terpencil tersebut enggan memperjuangkanya
Program yang patut dicoba
untuk mengatasi masalah kekurangan jumlah sarana pendidikan tersebut adalah
dengan menggagas sekolah berjaringan masjid, sebagai predikat kota santri
tentunya Jember tidak asing dengan keberadaan sarana ibadah berupa masjid.
Saat ini ada sekitar 213
masjid di Jember yang sudah terdaftar di database kemenag (sumber : http://simbi.kemenag.go.id/), ditambah jumlah masjid yang belum terdaftar
diperkirakan jumlahnya lebih dari 300 masjid.
Potensi masjid ini belum
tergarap sepenuhnya dan belum difungsikan semaksimal mungkin, jika di zaman
rosululloh masjid punya 10 fungsi strategi yaitu sebagai : Tempat ibadah
(sholat, dzikir),Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah sekonomi-sosial
budaya),Tempat pendidikan,Tempat santunan sosial,Tempat latihan militer dan
persiapan alat-alatnya,Tempat pengobatan para korban perang,Tempat perdamaian
dan pengadilan sengketa, Aula dan tempat menerima tamu,Tempat menawan tahanan,
dan Pusat penerangan atau pembelaan agama.
Masjid dizaman sekarang
ini biasanya hanya berfungsi sebagai tempat ibadah saja, banyak masjid yang
setelah selesai sholat berjamaah “digembok” oleh takmirnya dan baru dibuka lagi
setelah waktu sholat berikutnya, Hal ini tentunya sangat disayangkan karena
dari masjidlah rosulullah mampu mensejahterakan rakyat bukan hanya kalangan muslim
namun juga non muslim
Itulah dalam meningkatkan
peran serta fungsi masjid, perlu digagas penambahan fungsi masjid yakni sebagai
sarana pendidikan dan juga perlu dibentuk jaringan sekolah berbasis masjid untuk
mensingkronkan program tersebut, salah satu masjid dan mungkin satu-satunya
masjid di Indonesia yang cukup sukses mengembangkan ide jaringan sekolah berbasis
masjid ini adalah masjid jami’ al baitul amien jember.
Sebagai masjid jami’ yang
terletak dipusat kota, Al Baitul Amien punya kewajiban mensejahterakan rakyat
dan juga menjadi masjid percontohan untuk masjid-masjid jami’ lainya yang ada
di kecamatan, dalam hal fungsi mensejahterakan rakyat masjid al baitul amien
punya lembaga amil zakat yang tiap tahunya mendonasikan ratusan juta rupiah
untuk dhuafa, beasiswa pendidikan, santunan yatim piatu, pembangunan sarana
pendidikan, dll,
Fungsi masjid sebagai
sarana pendidikan juga dilaksanakan oleh masjid tujuh kubah ini mulai dari
pendidikan baby 0 tahun, paud, tk, sd hingga SMP, juga pendidikan non formal
seperti TKA, TPA dan TQA, sebagai masjid yang berfungsi penuh Al Baitul Amien
beroparesi mulai jam 02.00 pagi hingga jam 20.00 malam
Sebagai masjid percontohan,
Al Baitul Amien mencoba menggagas pendirian sekolah berbasis masjid dikabupaten
Jember, bukan sekolah yang harus berada dimasjid namun lebih ke sekolah dengan
nuansa kurikulum khas masjid, seperti pembiasaan sholat dhuha, mengaji al
quran, bersedekah, sholat berjamaah dll.
Sudah banyak tokoh
masyarakat Jember yang bergabung dalam jaringan sekolah berbasis masjid ini,
mereka tersebar diberbagai desa dan kecamatan seperti, Kencong, Jenggawah, Wuluhan,
Sumbersari, Patrang, Sukowono dan Ajung,
bahkan beberapa sekolah dari lumajang dan Banyuwangi juga ikut bergabung
dengan sekolah berjaringan Masjid ini lebih tepatnya di daerah Wongsorejo dan Tegalsari.
Sekolah-sekolah yang
berjaringan dengan Al Baitul Amin, bukan hanya sekolah dari kawasan masjid
jami’ kecamatan yang biasanya terletak dipinggir jalan besar namun juga sekolah
yang terletak di pedalaman seperti Sukowono dan tepat dibibir pantai seperti Wongsorejo.
Dalam memperjuangan
jaringan sekolah berbasis masjid, Al Baitul Amien tidak menarik biaya
sepeserpun dari anggotanya yang mau bergabung, bahkan untuk mereka yang mau
datang dan belajar atau sekedar melihat-lihat model sekolah di masjid Al Baitul
Amien akan dibantu semaksimal mungikin. Semua bahan bisa dicopy paste GRATIS
dan diaplikasikan sesuai keadaan sekolah didaerah masing-masing.
Program ini adalah
kewajiban Al Baitul Amien untuk mengembangkan pendidikan baik di kabupaten Jember
maupun di tingkat nasional. Selamat hari aksara international
8 Sep 201. Semoga kabupaten Jember segera bebas dari buta aksara dan menjadi Jember
untuk dunia dalam arti yang sesungguhnya.
MOH. NAJIB ABDILLAH
Staff
Lembaga Pendidikan Al Baitul Amien Jember