
Kedatangan Puluhan
keluarga, asal dusun sungai tengah Desa manggisan kecamatan tanggul sekitar
pukul 09.30 wib tersebut mempertanyakan kejelasan penanganan kasus terbunuhnya
bapaknya pasalnya menurut dia hingga kini tidak ada kejelasan.
"Kami inta kejelasan
sejauh mana penanganan kasus terbunuhnya bapak, karena sejak kejadian sampai
sekarang ini, kurang lebih sudah 18 bulan belum ada kejelasan ,” ujar anak menantu
korban Ali Astamin (50 ) usau menemui Kepala Urusan Pembinaan Operasional (KBO)
Reserse dan Kriminal (Reskrim),di Mapolres Jember
Lebih lanjut Astamin
mengatakan kecewa dengan penanganan pihak kepolisian, disamping lambannya
pengungkapan pelaku, sampai kini keluarga korban tidak pernah menerima penjelasan
baik secara surat ataupun lisan terkait hasil penyelidikan (SP2HP) dari
pihak kepolisian
"Jujur kami kecewa,
sampai sekarang pelakunya belum terungkap, bukan hanya itu, sejak penyelidikan
kami tidak pernah mendapat penjelasan, padahal polisi sudah tutun kelokasi
dengan menurunkan anjing pelacak, tes darah, sepeda motor milik warga yang
knalpotnya ada bercak darah, " ungkapnya.
Jika kasus ini tak segera
ditindak lanjuti oleh polisi, sambung Ali, pihak keluarga akan mengadukannya ke
Polda Jawa Timur, “Jika tidak ada perkembangan soal kasus ini, maka kami beserta
keluarga akan melaporkannya ke Polda Jatim,” ancamnya.
Lamanya penanganan
peristiwa pencurian yang menewaskan korban, karena alat bukti yang dikumpulkan
polisi belum cukup. Ini hanya soal miss komunikasi saja antara penyidik dengan
keluarga korban. Sebab, peristiwa tersebut masih ditangani Polsek Tanggul dan
belum dilimpakan ke Polres Jember.
“Saya kira hanya miss
komunikasi saja dari rekan-rekan (Polsek) Tanggul, dan masih ditangani oleh
Polsek Tanggul. Sampai saat belum dilimpahkan ke Polres Jember,” Kacta KBO
Reskrim Polres Jember, Iptu Sujilan kepada beberapa wartawan di Mapolres Jember,
Koordinator Investigasi
LSM Gempur, Abdullah Mashud yang mengawal keluarga korban mengatakan,
penanganan kasus pembunuhan yang ditangani Polsek Tanggul menimbukan ketidak
percayaan masyarakat, terutama keluarga korban. Tidak adanya SP2HP yang
merupakan hak bagi pelapor inilah yang menjadi penyebabnya.
“Sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009, dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan atau penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor secara berkala, baik diminta atau tidak diminta. Nah, dalam ini polisi tidak pernah memberikan SP2HP itu,” tegas Mashud,
Untuk itu, Mashud meminta
kepada polisi untuk memberitahukan kepada keluarga korban tentang perkembangan
penyelidikan peristiwa tersebut melalui SP2HP. “Apabila tidak maka polisi
melanggar peraturan yang dibuat pimpinannya sendiri ," Pungkasnya. (yond)