
Aksi demonstrasi elemen
jurnalis, dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jember, Ikatan Jurnalis
Televisi Indonesia (IJTI) Tapal Kuda di Jember, Jember Sourth Journalist (JSJ)
dan Forum Wartawan Lintas Media (FMLM) Jember dimulai dari bundaran DPRD Jember
hinff di depan Markas Kodim 0824 Jember.
Mereka melakukan longmarch
dan membentangkan sejumlah poster bernada tuntutan. Insiden tersebut telah mencederai
kebebasan pers di Indonesia. Untuk itu mereka meminta Panglima TNI mengusut
tuntas kasus kekerasan yang dilakukan anggota TNI terhadap rekan seprofesinya
di Madiun, Jawa Timur.
Pemukulan yang dilakukan
oleh sejumlah anggota TNI Angkatan Darat Batalyon Infanteri 501 Rider Madiun,
merupakan insiden yang mencederai kebebasan pers di Indonesia. Karena insiden
itu tak hanya perbuatan kriminal tapi juga telah membungkam kebebasan pers di
Indonesia.
“insiden itu merupakan sejarah
buruk bagi perkembangan dunia pers, karena alat kerja sang jurnalis dirampas
kemudian dirusak oleh anggota TNI. Oleh karena itu kami minta kasus diusut
tuntas, pelakunya juga harus dihukum berat”. kata Ketua JSJ Rully Efendi
Berdasarkan catatan AJI
Jember, kasus yang menimpa Kontributor Net TV di Madiun Soni Misdananto,
bukanlah kasus kekerasan pertama terhadap jurnalis. Sebelumnya, pertengahan
Agustus 2016 lalu anggota TNI AU di Medan menganiaya dua jurnalis dari Tribun
Medan dan MNC TV. Tindak kekerasan juga dilakukan ketika dua jurnalis itu
sedang melakukan tugas peliputan.
Masih di bulan Agustus,
juga terjadi pengancaman verbal oleh anggota TNI kepada seorang jurnalis radio
di Bengkulu. Sementara pada Februari 2016 sebelumnya, terjadi insiden perampasan
kamera oleh anggota TNI AU kepada jurnalis Radar Malang yang meliput jatuhnya
pesawat Supertucano di Kota Malang.
“Pimpinan TNI harus
menindak tegas anggota TNI yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis dan
melakukan evaluasi tentang tugas pokok TNI yang seharusnya melindungi dan
mengayomi masyarakat,” ujar Ketua AJI Jember, Ika
Ningtyas, dalam siaran persnya.
Perwakilan Ikatan Jurnalis
Televisi Indonesia (IJTI), Chofie menuturkan, peristiwa itu menunjukkan jika
masih ada arogansi ditubuh aparatus negara. “Bahkan pelaku merusak kartu memori
yang menyimpan hasil kerja jurnalis. Ini sudah tindakan yang keterlaluan dan
Panglima TNI harus bertanggung jawab,” tegasnya.
Ketua FWLM Jember, Ihya
Ulumiddin menyebut, institusi TNI agar melakukan revolusi mental. Masih
terjadinya kasus kekerasan terhadap jurnalis menunjukkan jika TNI masih alergi
terhadap jurnalis. “Saya kira apa yang dilakukan TNI dengan jargon bersama
rakyat TNI kuat, masih gagal. Kekerasan itu menunjukkan arogansi aparat masih
tinggi,” ucapnya. (ruz)