
Gagalnya produksi hasil
panen, lantaran tanamannya terserang penyakit daunnya memputih atau mereka
biasa menyebut Bule, akibat anomali
cuaca tahun ini yang tidak menentu, dan intensitas curah hujan yang tinggi
menyebabkan akar jagong membusuk, lantaran terendam air.
“Penyakit itu, mungkin karena akar jagungnya terlalu sering terendam
air mas, sehingga membusuk dan mengakibatkan daunya memutih (terserang penyakit
Bule), akibatnya produksi menurun“ Demikian
diungkapkan Hoirul Hadi, warga dusun Ampel dento Rt 2 Rw 7 Desa Bagorejo, Sabtu
(26/11).
Menurut cak Hadi begitulah
Bendahara Gapoktan ini disapa, bahwa kondisi seperti itu petani mengalami
kerugian yang sangat siknifikan, “Biasanya kalau normal, perhetar bisa panen
7,5 ton, namun tanun ini, hanya mendapatkan kurang lebih 2 ton, padahal biaya yang
dikeluarkan sangat tinggi.” Jelasnya.
Bahkan menurutnya, bukan
hanya miliknya yang gagal panen , ada sebagian petani yang gagal panen, ”hampir
80 persen petani jagong di Desa Bagorejo
gagal panen, bahkan yang lebih parah lagi ada petani yang tidak bisa panen sama
sekali.“ Keluhnya.
Untuk itu Cak Hadi
berharap Pemerintah kabupaten (Pemkab) Jember agar turun tangan membantu mengatasi
persoalan yang dihadapi petani “Saya berharap petani Jagong juga mendapat asuransi,
seperti pada padi, sehingga bila kondisi seperti ini petani jagong bisa
terbantu ,” Pungkasnya.
Kepala Unit Pelayanan
Teknis (UPT) Pertanian Gumukmas, Sunarto saat di konfirmasi melalui telepon
seluler dengan Send Mesagge servise (sms Whatsapp) mengatakan bahwa dirinya
tidak terlalu terkejut mendengar keluhan tersebut, pasalnya kondisi itu sudah
dipridiksi sebelumnya.
Bukan hanya petani jagung
terdampak ANOMALI ini, tetapi petani lain seperti Kedelai, bahkan akibat curah
hujan yang tinggi, 2 ton kedele miliknya, rusak hitam dan terancam tak laku
jual. “Kondisi ini bukan hanya terjadi di kecamatan Gumukmas, tetapi juga di Kencong, Puger dan sekitarnya” Jelanya.
Pada iklim ektrim ini
mengakibatkan pada pertengahan Oktober banyak puso, sehingga kwalitas tanaman
sangat jelek. “secara pribadi dan lembaga kami ucapkan trimakasih masukannya, semoga
bisa menyemangati Pemerintah, berbuat lebih optimal melayani petani” Katanya
mengawali jawaban.
Pridiksi ANOMALI iklim ini,
menurutnya pernah disampaikan 20 Juli 2016, “Saat di UPTD pada Gapoktan, KTNA
(Gumukmas dihadiri P Ade), ada Muspika, Penyda Sprodi BAPEM, bahkan saya
memberi tau akan adanya amcaman dan resiku gagal panen serta memberikan masukkan
SOP dan yang harus dilakukan,”, Lanjutnya.
Hal serupa juga pernah disampaikan
pada dialog sultip di RRI, “Saat ada kunjungan Direktur sapras dan
perlindungan, bahkan terakhir pada sarasehan di Boyolali dengan Kementan, saat
saya mendampingi poktan juara nasional kedelai”. Katanya.
Untuk menanggulangi hal
tersebut, dirinya mengusulkan, Soal Sumber daya air harus ditangani secara
koperhensit, mulai dari jangka pendek, menengah dan jangka panjang, mulai dari
hulu hingga hilir, termasuk bagaimana alih fungsi lahan di atas / hulu,
normalisasi baik affur dilahan maupun di luar.
“Data puso dan genangan saya
sampaikan secara rinci pada semua pihak apa yang diperbuat ke depan tentu saya
bersama tetep akan mengawal sesuai tupoksi,
namun karena faktor iklim dan air ini bukan kewenangan saya, kami hanya bisa mengusulkan”,
Memang sulit mengarahkan
orintasi tanan sesuai UU 12/92, karena petani punya kebebasan, namun usulan
agar Asuransi pertanian diperluas akan diperjuangkan, bukan hanya padi, kedepan
kalau perlu PAJALE “untuk impati para
petani di wilayah saya (4 kecamatan) mulai ok, Nopember ini sudah kami
glontorkan subsidi benih, untuk padi inbrida seluas 4.470 ha dan hybrida 125 ha”
Lanjutnya.
Terkait bule, tidak ada
satu pun varitas terbebas bule, “Saat dialog
dengan direktur perlindungan, saya mengusulkan BPSB menambahkan dalam label
bebas Hama dan Penyakit, ternyata tidak bisa, saran saya pada petani adalah
penambahan tretmen d tingkatkan imunnya” Pungkasnya (Yond/Eros)