
Tingginya angka kematian
ibu dan anak ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Dua yang paling tinggi yakni
eklampsia dan pendarahan. Demikia kata Faida dalam sosialisasi Studi Every
Mother and New Born Count (EMNBC) oleh USAID di Pendapa Wahyawibawagraha Pemkab
Jember, Senin (8/10/2018).
Disamping itu juga
lantaran masih rendahnya pengetahuan pasien maupun keluarganya terkait kondisi
kesehatan kehamilan maupun janin atau bayinya serta persalinan yang
berkali-kali. "Tahun ini ada penurunan tapi masih belum menggembirakan,
karena populasinya juga masih besar," ungkapnya.
Sejatinya membagun itu,
menurutnya yang paling utama adalah membangun
Sumberdaya Manusia (SDM), bagaimana kita bisa membangun masa depan dan
kesejateraan kalau kematian ibu dan bayi belumbisa kita turunkan ini soaal serius, karwna soal serius
kita komitmen.
Ini komitmen dunia, Indonesia
dan Iember pun tidak boleh ketinggalan, karena Jember satu PR nya adalah
kematian ibu dan bayi Ttrutama angka kematian ibu yang masih tertinggi di Jawa
Timur, maklum penduduknya sangat pesat, oleh Karenanya hari ini kita
bekerjasama dengan uniusef dan bebagai pihak terkait.
Untuk menurunkan angka
kematian Ibu dan Anak ini menurutnya Pemerintah kabupaten (Pemkab) Jember terus
melakukan berbagai upaya salah-satunya menggandeng Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa timur, Para Peneliti Kesehatan (Janin dan FKM UI, Unair), Bidan dan Dokter
serta Mahasiswa.
Disamping itu juga mempersiapkan
Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) di seluruh
Puskesmas di Jember. "Saat ini baru
25 persen Puskesmas yang sudah memiliki PONED. Tahun depan targetnya 50 - 100
persen," ujar dia.
Selain itu, dia mengatakan
bahwa setiap ibu hamil di Jember akan didampingi oleh satu bidan. "Serta
akan dili dungi dengan asuransi kesehatan yang dananya diambil dari APBD.
Semoga dengan demikian dapat menekan angka Kematian Ibu dan Anak di Jember"
jelasnya. (eros)