
Pasalnya untuk mencari kelompok
penerima bantuan dana hibah dan bansos tidak mudah, seperti di Desa Arjasa Kecamatan Arjasa, dari
kepala Dusun hingga kepala Desa tidak mengetahui nama kelompok penerima dana
hibah dan bantuan sosial (Bansos) Tahun 2015 yang menyeret mantan Ketua DPRD dan Mantan Sekda Jember.
“Melalui Tokoh masyarakat,
LSM dan penegak hukum baru bisa diperoleh kelompok di Dusun Kumitir”, kata Zumrotun
Sholichah, salah-satu penurlis buku Mengawasi dana hibah dan Bansos saat Diskusi
mengawal Dana Publik yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jember
di Warung Ndalung , Jumat (28/12/malam.
Lantaran tertutupnya atau memang
sengaja diturup informasi inilah, kata wartawan Antara yang biasa disapa Zika
ini, pada Program usulan Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Jember rawan disalahgunakan
untuk kepentingan politik. “Bahkan para penerima kebanyakan tidak tepat sasaran”, jelas penulis yang menyelesaikan tulisan investigasinya selama 6 bulan ini.
Hal itu dibenarkan komisioner
Komisi Informasi Publik (KIP) Jawa Timur, Mahbub Junaidi, menurutnya tidak
semua lembaga publik mentaati Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2018. “Dari 38 Kabupaten /Kota di Jawa Timur, hanya 10 yang menerapkan melalui Websitenya,“
katanya.
Yang masuk katagori A, hanya
empat Kabupaten. “Untuk Kabupaten Jember, jangankan soal anggaran, belanja
rutin saja tidak ada, semenjak saya di KIP tahun 2014, Jember masuk urutan ke 5
besar dari bawah (urutan ke 33), tahun 2018 urutan ke 34, Jember masuk katagori
E”, jelas mantan Wartawan Tempo ini.
Hibah dan Bansos terbesar adalah
Provinsi Jawa Timur, “Sejak tahun 2014 sebesar 4.5 trilyun dan setiap tahun naik
1 trilyun, tahun ini mencapai 7.5 trilyun yang didistribusikan ke 38 Kabupaten
/ kota se Jawa Timur, bahkan hal ini di sengketakan hingga ke Mahkamah Agung
dan dimenangkan penggugat”, lanjutnya.
Pemerintah memberikan ruang
kepada masyarakat untuk menggugat dan pemerintah harus memberikan informasi
publik kepada masyarakat. “Jika tidak ada yang mempersoalkan, maka lembaga publik itu merasa aman, dan akan
main-main dengan anggaran, untuk itu manfaatkanlah ruang ini”, pungkasnya.
Dosen Keuangan Fisip
Universitas Jember, menyatakan bahwa sebenarnya bukan hanya Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) saja yang harus dipublikasikan, menurunya sampai Rencana
Kerja dan Anggaran (RKA) juga merupan informasi publik, dan perlu diketahui
oleh publik, jika tidak maka rawan disalahgunakan.
“Sementara di Kabupaten
Jember sampai saat ini saya rasa masih belum ada lembaga yang fokus untuk menyoroti
pengelolaan Anggaran ini, untuk itu ini menjadi tugas Wartawanlah yang harus
membongkar, untuk itu diperlukan liputan investigasi”, harapnya.