Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Paska dicabutnya izin tambang emas di blok Silo
Kabupaten Jember, Jawa Timur, Bupati Jember dr Faida, MMR berjanji segera merevisi
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Untuk mengamankan keputusan itu, kata Faida, harus merubah di RTRW, dalam RTRW disebutkan, wilayah Silo ditetapkan sebagai wilayah tambang, namun sejatinya bukan wilayah eksploitasi tapi hanya ekploirasi, namun masyarakat menginginkan tidak ada wilayah Silo yang untuk blok tambang.
“Jadi bapak dan ibu jangan ada yang main hakim
sendiri, komunikasikan dengan pihak kepolisian, dan Polisi akan
menindaklanjutinya, kita terapkan 161 Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
Minerba yaitu ancaman hukuman bagi para penambang liar”, harapnya. (eros).
Inilah Video Pernyataan Bupati Jember Terkait Revisi RTRW
Pencabutan wilayah penambangan
emas di Blok Silo oleh Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Air (ESDM) Ignasius
Jonan ini menyusul dimenangkannya gugatan non litigasi
Bupati Jember noreg 31/NL/20189 di Kementerian Hukum dan Hak Azazi Manunisia
(Kemenkum HAM) pada Rabu, Januari 2019 lalu.
Suarat yang tertuang di Kepmen
ESDM No 23 K/MEM/2019 tertanggal 6 Februari 2019, tentang Perubahan atas Kepmen
ESDM No 1802 K/30/MEM/2018 tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah
Izin Usaha Pertambangan Khusus Periode 2018 pada lampiran IV berisi perihal
WIUP dan WIUP Khusus Blok Silo untuk mineral jenis emas dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
“Pencabutan itu bentuk perhatian
pusat merespon keinginan masyarakat, karena rekomendasi Gubernur Jatim itu terbukti
cacat formal, karena tidak melibatkan warga dan Pemkab Jember”, tegas Faida usai
tasyakuran dicabutnya Kepmen ESDM No 1802, di Desa Pace, Silo, Jumat
(15/2/2019).
Hadir dalam acara tersebut
Bupati Jember, Hj. Faida dan Wabup KH. Abdul Muqit Arief, Kapolres Jember AKBP
Kusworo Wibowo, Kasdim 0824 Mayor Inf Sampak serta, sejumlah Kepala Desa se
Kecamatan Silo, tokoh-tokoh masyarakat dan ratusan warga Silo
Untuk mengamankan keputusan itu, kata Faida, harus merubah di RTRW, dalam RTRW disebutkan, wilayah Silo ditetapkan sebagai wilayah tambang, namun sejatinya bukan wilayah eksploitasi tapi hanya ekploirasi, namun masyarakat menginginkan tidak ada wilayah Silo yang untuk blok tambang.
“Sehingga kita akan
merubah Perda RTRW sesuai keinginan masyarakat dan kenyataanya, bahwa wilayah
disini adalah wilayah pertanian, untuk RTRW yang sekarang berlaku sampai tahun
2020, mulai sekarang akan kita mempersiapkan untuk pergantian bahwa untuk di Silo
hanya menjadi wilayah pertanian”, jelasnya.
Bahkan menurut Bupati
perempuan pertama yang melakukan gugatan non litigasi di Kementrian Hukum dan
HAM ini menegaskan bahwa mayoritas warga Jember menginginkan di Jember tidak
ada yang dijadikan wilayah pertambangan dan ini yang akan diperjuangkan dalam
perubahan Perda RTRW.
Dengan dicabutnya izin tambang
maka segala bentuk penambangan di Jember adalah illegal dan mempunyai konsekwensi
hukum. “Siapa yang menambang tanpa izin tambang maka akan ditangkap, namun jika
masyarakat mengetahui jangan main hakim sendiri tetapi laporkan kepada pihak
berwajib”, harapnya.
Dalam kesempatan itu Faida
juga memberikan kabar gembira, Paska dicabutnya izin penambangan di blok Silo
ini, Pemerintah katanya akan menggelontorkan milyaran rupiah untuk pinjaman modal
usaha, baik biaya pertanian, perkebunan, usaka kecil menengah maupun pedagang.
Ketua Forum komunikasi
Masyarakat Silo (Formasi) Hasan Basri mengaku senang dicabutnya izin tambang
emas dan berencana mengembalikan Silo sebagai wilayah pertanian. “Perda RTRW
khusus Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (LP2B) sangat diperlukan.
“Perda itu untuk
melindungi hak dan kewajiban warga masyarakat, serta menjamin keselamatannya. "Kami
senang dan bersyukur bupati akan membuat perda tentang pertanian yaitu LP2B, mengembalikan
Silo sebagai wilayah pertanian sesuai keinginan masyarakat.”, katanya.
Tidak hanya menolak
tambang, dirinya ingin mengembangkan Silo ini menjadi wilayah selain pertanian,
seperti wisata dan kerajinan yang belum dikembangkan, disamping aktivitas bertani, sejumlah warga di
Silo juga memiliki keterampilan membuat kerajinan seperti Kerai, Batik dan
Tembikar.
Sementara Kapolres Jember,
AKBP Kusworo Wibowo, SH, SIK, MH, menegaskan bahwa karena wilayah Silo ini
sudah ditegaskan bukan sebagai wilayah pertambangan, maka yang melakukan penambangan
pasti dikatakan sebagai penambang liar, maka berdampak hukum.
“Sesuai Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2009 pasal 158, setiap orang
yang melakukan usaha penambangan tanpa memiliki izin maka akan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”, jelasnya.
Seandainya masyarakat
bertemu dengan penambang liar, jangan main hakim sendiri, karena barang siapa
yang main hakin sendiri penganiayaan orang-perorang maka akan kena pasal 351
KUHP, kalau melakukan secara bersama-sama lebih dari dua orang, kena pasal 170 dengan
acaman 4 tahun penjara.
Inilah Video Pernyataan Bupati Jember Terkait Revisi RTRW