
“Soekarno itu founding father dan Soekarno itu pendiri
republik ini”, tegas Sekretaris Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Jember, Bambang Wahyu usai menyerahkan hadiah
kepada para pemenang lomba, di Kantor DPC PDI Perjuangan setempat Senin, (27/7/2020)
Sebenarnya itu sudah diketahui generasi zaman Now. “Melalui
lomba Cipta Karya Puisi dan pidato Bung Karno virtual ini kita berharap adik-adik
pelajar ini akan mengenal lebih dekat sosok dan ajaran Soekarno, sekaligus mengembankan
bakat dan karyanya melalui dunia digital”, jelasnya.
Untuk itu, kata Pria yang juga bakal maju sebagai Bupati
Jember pada Pilkada serentak tahun 2020 ini, setiap tahun kegiatan terus digelar.
Kegiatan ini juga bagian daripada satu langkah siar terhadap proses De-Sukarnoisasi
yang berlangsung terus-menerus.
“Kita tahulah kondisi partai kita saat itu, terus dipojokan,
dihujat sebagai bagian dari masa lalu yang
kelam. Tapi saya tegaskan kita pewaris idiologi Soekarno, tidak ada yang lain, kita
Soekarnois yang punya kewajiban menjaga NKRI, Pancasila, secara terus-menerus”,Katanya
berapi-api.
Peristiwa Kudatuli itu adalah suatu kejadian dari dari
proses De-Sukarnoisasi yang paling nampak jelas terlihat, dimana kekuasaan betul-betul
ingin mengganti seluruh ajaran Soekarno, kita tahu bagaimana, Ibu Mega tampil dihadapan
publik, berpolitik kembali melalui, PDI.
“Dan saat itu kekuasaan merasa gerah, ketakutan, sehingga
dengan segala cara, dengan segala kekuatannya, harus menghambat dan kalau perlu
membumi hanguskan seluruh keturunan Soekarno dan pewaris-pewaris idiologinya”,
jelasnya.
Kalau mau jujur, sebenarnya awal reformasi di kasus
kudatuli itu. Bagaimana bu Mega mampu meyakinkan masyarakat Indonesia, ada satu
kekuasaan luar biasa menindas rakyat yang harus dilawan. “Tapi kita tidak
pernah pusing, ketika ada yang mengklaim sebagai bagiannya.
Oleh karenanya Peringatan Kudatuli ini sangat penting, karena itu tonggak, tonggak satu bukti yang
tercatat dalam sejarah perjalanan bangsa. “Bukan persoalan kantor Partai yang
diserang, itu yang perlu digarisbawai, tapi lebih dari itu.
Substansinya yaitu pembunuhan terhadap proses demokrasi yang
berlangsung begitu lamanya, kita tahulah orde Baru berkuasa sampai pada saatnya
Kudatuli, apa yang terjadi dengan demokratisasi
yang ada di Indonesia.
“Kudatuli itu bukan semata-mata kasus penyerangan kantor
partai, lebih dari itu, bentuk perlawanan rakyat yang dimotori Ibu Mega atas pembunukan
proses demokratisasi oleh kekuasaan yang bener-bener menindas rakyat dan itu jadi
api revolusi kita yang harus diteruskan agar demokratisasi itu menjadi bagian kehidupan
masyarakat hingga hari ini”, pungkasnya.
Untuk para pemenang lomba yang digelar selama satu bulan Juni ini masing-masing yaitu
Lomba Pidato Umum Muchammad Rifqi, Arif Rijal Fajri, dan Syaifullah Romadhon,
Lomba Pidato SMA sederajat, Arina Ma’rifatul A, Catherine Chezia, sedang
pemenang foforit lomba pidato yaitu Inafanda Gilang Cahyakusuma.