Translate

Iklan

Iklan

Kalisat Tempo Dulu 8, Mengeja Ingatan Pada Bebatuan di Jember

10/08/23, 19:55 WIB Last Updated 2023-10-08T12:55:13Z


Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Komunitas Sudut Kalisat kabupaten Jember. Jawa Timur kembali menggelar pameran arsip tahunan Kalisat Tempo Dulu bertajuk “Batuan Berkisah”, yang merangkum perjalanan kreatif mereka selama hampir setahun belakangan yang sedang tertarik belajar untuk mengenal sejarah lingkungan melalui bebatuan.

Kegiatan selama dua hari, pada 7-8 Oktober 2023 jam 15.00 - 22.00 WIB dirangkai dengan diskusi publik, obrolan budaya, panggung hiburan, dan pasar kuliner Kampung Lorstkal “Kegiatan ini bisa menjadi festival rakyat. Kami mengundang sebanyak mungkin warga yang tinggal di Kalisat untuk datang dan merayakan. Karena ini acara dari warga untuk warga,” ujar ketua panitia 8, Hartono,.

Acara diawali sejak sore 6 Oktober 2023, berupa sebuah diskusi publik yang mengundang dua pembicara, yaitu Ahmad Badrus Sholihin (pengasuh Ponpes Miftahul Ulum Kalisat) dan Firman Syauqi N.S. (ahli geologi independen). Diskusi ini dimoderatori oleh Etty Dharmiyatie (penyiar RRI Jember).

Dalam diskusi tersebut Ahmad Badrus Sholihin menjelaskan tentang hubungan antara keberadaan gumuk dan kelestarian mata air yang sebelumnya mencukupi kebutuhan para santri di Ponpes Miftahul Ulum Kalisat namun saat ini debit airnya mulai berkurang.

Sementara Firman Syauqi N.S. menjelaskan keberadaan gumuk-gumuk sebagai penanda peristiwa letusan Gunung Raung Purba. Jika gumuk-gumuk habis ditambang, maka bukti letusan dahsyat di masa lalu ini juga turut lenyap.  

Setiap sore, selama acara berlangsung, di Lapangan Voli Kampung Lorstkal diadakan pasar kuliner dan panggung budaya yang mengundang Tobacco Ska feat. Cipenk K2, Yulis Amora, Dila Dwica, dan Aprilia Media. Acara hiburan ini akan dipandu oleh Ayus Bangga, Kakak Bangga, dan Haris Ajee.

Penanggung jawab panggung budaya, Muhammad Iqbal, menyebut semua penampil berasal dari Kalisat sendiri. “Saya berharap panggung ini menjadi ajang untuk menampilkan talenta-talenta musik terbaik lokal,” ujar Iqbal.

Pada hari Minggu (8/10), akan diadakan obrolan budaya bertajuk “Batuan Berkisah: Lekat di Mata, Jauh di Hati” yang menghadirkan Ayos Purwoaji (kurator seni), Sari Shibata (seniman Jepang), dan Cak Isnadi (budayawan).

Obrolan budaya tersebut mencoba menguraikan topik Kalisat Tempo Dulu 8 secara reflektif. Sebagaimana bebatuan yang dihadirkan dalam pameran ini diperlakukan seperti arsip yang menyimpan kisah dan ingatan. Sebongkah batu bisa menyimpan informasi geologis yang merentang jutaan tahun ke belakang.

Pada edisi-edisi sebelumnya, pameran Kalisat Tempo Dulu selalu mengangkat arsip sebagai material pameran. Awal, komunitas Sudut Kalisat memamerkan koleksi arsip foto yang mereka bisa temukan di rumah-rumah tetangga mereka di Kalisat. Melalui arsip foto temuan ini anak-anak muda belajar lebih jauh tentang sejarah dan peristiwa yang pernah terjadi di desa mereka.

Pada pameran Kalisat Tempo Dulu mengembangkan topik-topik spesifik seperti pendidikan, arsitektur, sejarah kecil dan keseharian. kegiatan ini didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) Stimulan Kegiatan Ekspresi Budaya.

Menurut Ayos Purwoaji, Kurator Independen Indonesia, memahami pembentukan paras bumi melalui metode geo-mitologi seperti yang dilakukan kolektif Sudut Kalisat merupakan praktik yang menarik.

Baginya, menempatkan komunitas masyarakat sebagai sebuah subyek aktif yang berusaha memahami, memaknai dan melindungi situs geologis dengan narasi yang mereka produksi sendiri. Bagi komunitas masyarakat tersebut keberadaan berbagai situs geologis memiliki hubungan dengan eksistensi diri dan kebudayaan yang mereka miliki, bukan sekadar struktur material purba yang siap untuk dikeruk dan diesktraksi kapan saja.

 

Seniman Lokal dan Internasional Berpartisipasi dalam Kalisat Tempo Dulu 8

Selain menampilkan bebatuan, pameran arsip Kalisat Tempo Dulu 8 juga melibatkan seniman-seniman lokal dan internasional. Seniman dan komunitas lokal yang terlibat antara lain adalah Windy Wiryawan, Achmad Pandi, Imam Jazuli, dan Rumah Pintar Karangharjo Silo.

Sementara beberapa seniman internasional turut diundang, antara lain Sari Shibata (Jepang), kolektif Gruppe 19 (Austria), dan Rose Barnsley (Australia).

Kolektif Gruppe 19 terdiri dari seniman Lea Daniella dan Cornel Christian. Pada bulan Juli lalu mereka berdua melakukan perjalanan ke Indonesia dan sempat tinggal di Kalisat untuk bergabung dengan Sudut Kalisat melakukan kunjungan ke gumuk-gumuk di sekitar Kalisat. Untuk pameran Kalisat Tempo Dulu, mereka menyumbang beberapa sketsa yang digarap dengan metode plein air.

Begitu juga seniman Rose Barnsley, ia sempat mengunjungi Jember dalam rangka pertukaran di Universitas Jember. Selama kunjungan di Jember tersebut, Rose turut berproses bersama Sudut Kalisat. Ia menyusuri sungai untuk mengamati bebatuan dan membuat diskusi mengenai lempeng tektonika yang sama antara Jawa Timur dan Australia. Karyanya untuk Kalisat Tempo Dulu 8 berupa sebuah puisi yang dapat ditemukan di bagian depan ruang pamer.

Sari Shibata adalah satu-satunya seniman mancanegara yang belum pernah datang ke Kalisat sebelumnya. Ia menampilkan sebuah serial karya fotografi yang mencermati sebuah fenomena baru yang disebut batuan plastik atau yang belakangan disebut para ilmuwan sebagai plastigomerate.

Karya fotografi yang ia beri judul “Anthropocene Plastics” (2023) ini dihasilkan dari sebuah perjalanan di pinggiran pantai Pulau Hokkaido, di mana Sari menemukan berbagai bongkahan plastik yang mengeras dan menyerupai batuan terselip di sela-sela karang.

Batuan plastik tersebut dihasilkan dari sampah plastik yang terombang-ambing di lautan, lalu menerima tekanan dan benturan ombak selama puluhan tahun. Pada awalnya, Sari terkecoh dan berpikir bahwa batu warna-warni yang ia temukan ini alami, karena sekilas memiliki karakter permukaan dan kepadatan yang mirip dengan batuan di sekelilingnya. Beberapa dari batuan plastik itu bahkan menyatu dengan material lain seperti pasir, kerikil, atau kayu.

Karya-karya seni tersebut, bersanding dengan arsip-arsip bebatuan yang sudah dikumpulkan dari berbagai lokasi, mengantar pengunjung pada pemahaman yang mendalam mengenai proses geologis serta sejarah lingkungan di kawasan Kalisat. Melalui pameran ini, Sudut Kalisat ingin mengajak pengunjung untuk belajar dari bebatuan yang sebelumnya dianggap tak bermakna. (*)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kalisat Tempo Dulu 8, Mengeja Ingatan Pada Bebatuan di Jember

Terkini

Close x