Translate

Iklan

Iklan

Akibat Terlalu Vokal, Buruh PDP Jember Dipecat.

4/07/11, 13:15 WIB Last Updated 2011-04-07T11:16:50Z
Akibat kekritisannya, apalagi setelah wawancaranya dimuat oleh koran lokal “Mata Pena” dengan tajuk “Buruh Menjadi Sapi Perahan Perusahaan” usai aksi unjuk rasa bersama ratusan buruh yang tergabung dalam Serbuk Kamis (1/5) ke Direksi PDP Jember dalam rangka memperingati “Hari Buruh se-Dunia”. ADM Sumberwadung Eming, merasa tersinggung dan marah. “Mengapa tidak langsung menemui saya saja di kantor. Bukankah ada administrator di perkebunan?” Kelunya.

Sabar dinilai telah melangkahi dan mendatangkan rasa malu bagi administrator sebagai pemimpin perkebunan di lapangan. Aktifitas Sabar dianggap telah bertentangan dengan posisinya sebagai petugas keamanan yang seharusnya loyal dan menjaga rahasia perkebunan. Rasa malu dan amarah sang administrator diteruskan kepada koordinator keamanan Salim, yang akhirnya secara lisan memecat “Kamu besok berhenti!”. Kenang Sabar.

Meski menjadi sosok pemimpin kaum buruh yang sabar dan tegar, tetap saja Sabar sebagai manusia biasa yang tidak bisa menyembunyikan rasa kepedihanya. “Saya sudah mengabdi selama dua puluh tahun lebih hidup dengan pekerjaan yang tidak dihargai secara layak dan akhirnya mendapat PHK. Sungguh ini merupakan penderitaan yang begitu menyakitkan. Mau menjadi petani, tanah tidak punya. Untung ada teman yang tidak tega melihat keadaan keluarga saya dan memberi modal untuk berjualan kecil-kecilan. Hutang semakin lama semakin menumpuk karena berbunga”.

Namun demikian, Sabar tidak mau tenggelam dalam kesedihannya. Sabar yang telah bertransformasi menjadi pribadi yang empatik dan sosok penebar percikan api perlawanan. Menyadari bahwa bukan hanya dia sendiri yang terkena dampak aksi perjuangan hak-hak buruh di depan kantor direksi itu. Kini ia harus juga memikirkan kawan-kawannya, yaitu Ali, Mujahro, Kholiq, dan Sahri dan kawan-kawan yang lain.

Perlawanan tidak lagi dengan demonstrasi. Untuk memperoleh keadilan, Sabar angkat bicara melalui Media massa, mengirim surat pengaduan kepada Disnakertrans, DPRD, Bupati, direksi PDP, Gubenur sampai Menteri Tenaga Kerja. Yang kemudian ditanggapi oleh Disnakertrans dan memanggil Sabar dan Administrator untuk mediasi. Setelah pulang dari mediasi ketiga. Bukan penyelesaian yang diperoleh, rumah yang menjadi tempat tinggal keluarganya, sudah rata dengan tanah.

Kini Sabar tidak hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga tempat tinggal. Fasilitas perumahan peninggalan Belanda yang ia tempati bersama keluarganya dibongkar paksa oleh pihak perkebunan, karena ia tidak mau meninggalkannya. Sabar bertahan dalam kesabaran bercampur kegeraman.

Saran mediator Disnakertrans Budi Utami (Kepala Seksi HISK) agar Perkebunan memberikan kompensasi PHK sebesar Rp 19.285.500 ditolak oleh kedua belah fihak. Sabar meminta semua buruh yang telah dipecat, termasuk dirinya agar diangkat kembali sebagai buruh tetap, mengingat ia dan teman-temannya telah bekerja secara terus-menerus sebagai buruh sadap karet selama dua puluh satu tahun dan keamanan selama satu tahun.

Sementara Administratror Sumberwadung Eming mengelak telah mem-PHK Sabar melainkan hanya dipindahkan ke bagian bedengan. “Di pindahkan ke bedengan, sama dengan mem-PHK dirinya secara pelan-pelan karena bedengan bersifat musiman” Tutur Sabar.

Merasa tidak mendapatkan keadilan melalui jalur mediasi, Sabar berusaha menggunakan jalur lain, yaitu melalui kekuatan media Massa. Majalah lokal Jember dan Lumajang Gempur misalnya, menempatkan PHK terhadap Sabar sebagai berita utama dengan judul “PDP Jember Perlakukan Buruh Mirip Zaman Kolonial” Pemberitaan tentang PHK terhadap sabar ini kemudian menjadi opini publik, baik di Koran maupun radio lokal yang pada akhirnya membuat gerah pihak Perusahaan Daerah Perkebunan

Disamping itu Sabar juga minta bantuan tokoh agama/kyai (ulama), Aparat desa sampai jalur legal melalui bantuan pengacara. Untuk menggugat perusahaan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Sabar kembali surut dan ciut karena pengacara tersebut meminta uang muka Rp 3,5 juta. Sabar tak dapat lagi menahan amarahnya: “Hidup buruh seperti sandal jepit. Kalau masih disuruh bayar Rp 3,5 juta dari mana buruh bisa mencari uang sebanyak itu. Kalau begini caranya sebelum bersidang buruh sudah kalah duluan.”

Kini harapan Sabar diarahkan pada LBH Surabaya. Bersama Ali, Sabar berangkat dengan kereta api kelas ekonomi ke LBH Surabaya sambil membawa dua ikat pete dan seikat buah rambutan yang dipanen dari kebun Ali. Usaha itipun sebenarnya sudah mendapatkan respon. LBH Surabaya melayangkan surat Mosi kepada PDP Jember. Namun usaha tersebut masih belum mendapat tanggapan serius dari PDP Jember.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Akibat Terlalu Vokal, Buruh PDP Jember Dipecat.

Terkini

Close x