Translate

Iklan

Iklan

APBN Dan APBD Tahun 2013 Rawan Dipolitisasi Untuk Pencitraan Pemilu 2014

3/07/13, 23:28 WIB Last Updated 2013-03-17T06:29:17Z
Manado , MAJALAH-GEMPUR.Com - Tahun 2013 merupakan tahun politik, pasalnya di tahun 2014 akan berlangsung Pemilihan Umum legislatif dan Presiden. Sehingga anggaran pemerintah tahun ini rawan dipolitisasi untuk pencitraan.

“Sudah pasti posisi APBD dan APBN rawan dipolitisasi,” Ungkap dosen FISIP Unsrat ini Di kabupaten/kota paling rawan, Max Rembang. Yang bakal diuntungkan dalam momen ini menurut Max yang juga pengamat politik dan pemerintahan ini adalah para inkumben, terutama mereka yang sedang duduk di legislatif. Pasalnya merekalah yang mengetahui budjeting, sehingga dipastikan tahu kondisi anggaran.

Hal senada diamini Philip Regar,  Philip setuju dengan pendapat Max. Politisi yang duduk di dewan dan akan mencalonkan, selangkah lebih maju dibanding para muka baru. “Ya, salah satu keuntungan mereka bisa mengakomodir apa yang jadi keinginan masyarakat dengan kewenangan yang dimiliki saat ini. Memang dilematis juga. Kalau kita mengatakan tidak boleh, itu sudah tugas mereka,” tutur Dekan FISIP Unsrat ini.

Pernyataan
pengamat politik dan pemerintahan dari kampus yang sama Herman Najoan, lebih tegas lagi. Katanya, munculnya figur baru dari kalangan keluarga pejabat pemerintah akan menambah runyam beban anggaran dari politisasi. “Akhirnya semua kegiatan pelayanan masyarakat yang dibiayai pemerintah akan sangat kental nuansa politik. Apa saja dipolitisasi,” tukasnya.

Upaya politisasi anggaran menurut Najoan, merupakan proses pembodohan kepada masyarakat. Alasannya, anggaran pemerintah itu adalah milik rakyat yang memang harus dikasih ke rakyat. “Legislator atau pun eksekutif itu hanya sebagai fasilitator saja yang mengelola dan melaksanakan alokasi anggaran rakyat itu,” tukasnya.

Jadi, diserahkan langsung atau lewat perantara legislator dan eksekutif, tidak ada pengaruhnya karena memang dana itu haknya rakyat. “Jangan mau lagi rakyat dibodohi mereka yang membonceng di anggaran milik rakyat itu,” ujar Najoan.  

Regar menambahkan, barangkali yang perlu diimbau adalah alokasi penyerapan aspirasi yang harus sesuai porsi atau memenuhi mekanisme yang berlaku. “Lihat aspek kebutuhan. Kalau memang tidak ada anggarannya jangan dipaksa,” tandasnya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulut Noldy Tuerah tidak menampik adanya politisasi anggaran pemerintah itu. “Memang ada tendensi seperti itu. Namun apabila itu benar terjadi akan sangat mudah menjadi sebuah temuan yang mencurigakan,” tukasnya

Tuerah menambahkan, apabila terjadi mobilisasi  pembiayaan yang berlebihan di suatu lokasi oleh SKPD karena ‘dorongan’ partai penguasa, maka badan anggaran (Banggar) akan mencurigainya. "Kecuali anggaran tersebut konsisten penggunaannya, dan itu memungkinkan," ujarnya.

Bappeda, kata Tuerah, dalam dalam tugasnya (menyusun APBD) harus bersifat netral. Karena dalam pendistribusian anggaran harus memperhatikan tujuan APBD. "Kita memperhatikan daerah-daerah yang layak mendapat pembiayaan prioritas, seperti daerah kepulauan, daerah rawan bencana, dan program pangan," ujar Tuerah.

Sekadar referensi, tahun ini pemerintah menggelontorkan dana hampir Rp
16 triliun ke Sulut. Angka ini belun terhitung pendapatan asli daerah (PAD) di provinsi dan kabupaten/kota. Dari seluruh alokasi itu, hanya DAU senilai Rp 6,7 triliun dan sebagian dalam anggaran lewat pos kantor pusat (APBN) Rp 2,69 triliun yang terbagi untuk gaji pegawai—yang tidak mungkin akan dipolitisasi.

Dalam DAU atau anggaran APBN untuk beberapa instansi pusat di daerah seperti jajaran pertahanan (TNI), kepolisian, kejaksaan, kehakiman, pertanahan, keuangan, dll. sangat sulit tersentuh politisasi. “Tapi yang di kantor-kantor Kementerian Agama, walaupun instansi pusat, tapi masih rawan. Soalnya, ada dana bantuan sosial ke rumah-rumah ibadah di situ,” ungkap beberapa politisi.

Jika dua pos anggaran itu, sekira Rp
9,3 triliun, hanya 70 persen untuk gaji pegawai, berarti masih ada 30 persen atau Rp 2,79 triliun dalam bentuk proyek belanja modal atau kegiatan lain di luar gaji pegawai. Jumlah itu masih ditambah lagi dengan pos lain seperti DAK, bagi hasil, penyesuaian, kantor vertikal dll. (lihat grafis) yang sebagian besar untuk belanja langsung atau pembangunan, jumlahnya mencapai Rp6 triliun lebih. Kalau dihitung-hitung Rp8 triliun lebih yang rawan dipolitisasi itu. “Bukan hanya di APBD, dana APBN pun rawan,” ujar Najoan.

Simak pula penuturan salah satu mantan pejabat di Pemprov Sulut. Kata pejabat yang belum lama pensiun dari salah satu jabatan eselon II di Pemprov itu, sewaktu dia menjabat tidak jarang upaya politisasi anggaran itu. “Mereka berkedok di aspirasi masyarakat (Asmara),” katanya. “Bagi saya tidak masalah karena mereka berjuang untuk konstituennya. Yang parah justru mereka minta kegiatan itu mereka tangani lewat orang kepercayaannya. Ini artinya sudah politisasi anggaran, mau ambil keuntungan pula,” tukas sumber.

Sinyalemen ini dibantah dua legislator Sario, Djenri Keintjem dan Edison Masengi, yang kemungkinan akan maju dalam Pemilu 2014. Keintjem yang juga Ketua Fraksi PDI-P menegaskan anggapan tersebut keliru. Sebab, menurut Sekretaris Komisi III ini, sudah selayaknya para wakil rakyat yang saat ini duduk di DPRD memperjuangkan apa yang jadi aspirasi rakyat. “Kalau memang diakomodir sangat bagus. Dan jika memang masyarakat kembali memilih kami duduk di dewan karena kinerja kami seperti itu, saya kira tak ada masalah,” tukas politisi yang siap-siap ke DPR RI ini.

Sementara Ketua Fraksi Partai Golkar Edison Masengi dengan tegas mengatakan anggapan seperti itu tidak benar. “Bagaimana kami bisa menggunakan APBD untuk kampanye? Kami tak punya power lebih untuk itu. Hasil reses saja kadang tak diakomodir. Kalau memang masyarakat masih memilih kami, itu artinya di mata mereka kita bisa memperjuangkan aspirasi,” tukas wakil Golkar dari Minsel ini.(
Awdi Pers/HN. Ngangi)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • APBN Dan APBD Tahun 2013 Rawan Dipolitisasi Untuk Pencitraan Pemilu 2014

Terkini

Close x