Pertemuan Tri Partit Menuai Protes.
Banyuwangi, MAJALAH-GEMPUR.Com. Surat rekomendasi DPRD
Banyuwangi No. 005/758/429.040/2007 perihal Peningkatan Status Dari Eksplorsi
Menjadi Eksploitasi tambang emas di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu kepada PT Indo Multi Niaga (IMN). mendapat reaksi keras
dari LSM, Petani, Nelayan dan Angota Dewan.
Rekomendasi yang ditandatangani oleh Mantan Ketua
DPRD Ir Wahyudi tanggal 09 Oktober 2007, tidak melalui mekanisme yang benar. Rekomendasi
izin eksploitasi yang di keluarkan DPRD dinilai cacat hukum karena tanpa
melalui sidang paripurna. Demikian disampaikan Pimpinan sidang Wahyudi, SE. Saat
menemuai perwakilan ratusan aksi massa Konsorsium Advokasi Rakyat Sekitar
Tambang (KARST) dan Koalisi Rakyat Tolak Tambang (KaRaTT) Kamis, (21/8) di
ruang sidang khusus DPRD Banyuwawi.
Penambangan akan berdampak terhadap petani, nelayan
dan akan merusak lingkungan. Untuk itu PT IMN harus menghentikan kegiatan
ekplorasi. Sidang yang dipimpin Ketua Komisi Pembangunan (D) Wahyudi, SE (FPKB),
didampingi ketua komisi A Tukiji Faiz (FPDIP), dan Dauwis Utomo (FPKB), serta beberapa
anggota seperti Cungliyanto (FPPP), Didik Suhariyanto (FPDIP), Heru Pratista (FPDIP),
Nasiroh (FPKB), Khairullah Nahrawi (FPKB), Syarifudin (FPKB), dan Alimi (FPKB) tersebut
akhirnya mencabut rekomendasi. "Pencabutan surat rekomendasi ini segera
kami laporkan kepada pimpinan DPRD". Janji Wahyudi.
Rencana penambangan menurut Koordinator Aksi, Andi Sukono yang berada di
petak 75, 76, 77, dan 78, blok Tumpang Pitu terletak di kawasan hutan
lindung KPH Banyuwangi Selatan itu berada diantara kawasan konservasi Taman
Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas Purwo diperkirakan mencapai 11.
621,45 ha. Kawasan ini memiliki potensi keanekaragaman hayati yang wajib dijaga
kelestariannya,disamping itu Tumpang Pitu merupakan sumber mata air bagi
kehidupan dan pertanian.
Aktifis Alam Hijau tersebut mempridiksi PT IMN akan membuang limbah tailingnya kelaut
lepas dan atau di darat. Limbah penambangan yang menggunakan Natrium Sianida yang
dibuang itulah, berbahaya bagi biota laut dan akan merugikan nelayan mulai dari
Pondok Dadap, Rajegwesi, Benua, Muncar, bahkan hingga
Puger Jember dan Sendang Biru Malang. Padahal di kawasan itu hidup ratusanribuan
nelayan dan puluhan perusahaan ikan dengan ribuan Karyawan. Tuturnya.
Pencabutan rekomendasi menurut Koordinator Lapangan
M. Sholeh harus dikawal, Aktifis LSM Mina Bahari ini hawatir proyek ini tetap
jalan. "Memang ikan tidak akan mati terkena sianida dan mercury, tapi dari
pencemaran itu apakah ikan tersebut bisa dimakan? Berapa sih yang akan
dihasilkan oleh pemerintah dari penambangan itu? Apakah mampu PT IMN menutupi
kerugian masyarakat?". Untuk itu Sholeh mendesak
pemerintah menetapkan kawasan tersebut bebas dari pertambangan.
Seharusnya pemerintah tahu kondisi Banyuwangi. Kata
Sukirman. Aktifis Asosiasi Cold Storage Muncar Indonesia (ACMI) berpendapat, Muncar
sebagai kota penghasilan ikan terbesar di Indonesia harus tetap di jaga
kelangsungannya. ”Muncar itu lebih dari sekedar tambang Emas, Tidak ada tambang
lain yang lebih besar lagi yang dapat menandingi dan mampu menghidupi ribuan
nelayan di Muncar” Tutur H Jakfar. ”Jika Tambang ini dilaksanakan, susah cari
ikan mas, harus ketengah.Tutur Marno, Nelayan Pancer yang
pernah melihat langsung dampak Tambang di Sumbawa Nusa Tenggara Barat beberapa Tahun
lalu. Penolakan juga disampaikan Tihar, Nelayan asal Sendang Biru Malang.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi) Jawa Timur Juga menolak keras rencana penambangan emas di kawasan Hutan
Lindung Gunung Tumpangpitu (HLGTP). Penambangan emas itu berpotensi menimbulkan
bencana ekologis dan sosial. Dismaping itu,
Walhi Jatim juga melihat indikasi penambangan itu nanti akan merambah wilayah
konservasi yang dikelola oleh Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) yang berdekatan
dengan kawasan Gunung Tumpangpitu.
"Kami mengutuk rencana eksplorasi itu. Dan
bila pemkab Banyuwangi serta investor tetap melanjutkan, kami akan melakukan
perlawanan," kata Dewan Pakar Departemen Walhi Institute-Jawa Timur,
M.Lukman beberapa bulan lalu. Penolakan juga datang dari Masyarakat Banyuwangi
yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Alam Pemerhati Lingkungan (Kappala
Indonesia) region Banyuwangi, Kurva Hijau, dan Dewan Rakyat Jalanan untuk
Demokrasi (Derajad). Mereka menolak AMDAL yang telah disidangkan pada tanggal
26 Mei 2008 lalu di Surabaya oleh Bapedal Propinsi Jatim. Sidang AMDAL tersebut
dinilai tidak adil.
Pertemuan Tri partit antara
Pemerintah, Pengusaha dan masyarakat untuk mencarikan solusi terkait persoalan
tambang Jum”at (29/8) di Aula Rapat Minak Jinggo Pemkab Banyuwangi juga mendapat
perlawanan. Pasalnya pertemuan yang digagas Pemerintah Daerah terkesan tidak
siap. Dalam pertemuan
tersebut tidak ada pembanding yang independen yang dapat memberikan presentasi tentang
Amdal. Kalau hanya
PT. IMN jelas hasilnya tidak netral. Maka pertemuan itu tidak bisa dilanjutkan.
Demikian disampaikan Anggota Komisi B Khairullah usai
pertemuan.
Menurut khoirullah, dalam pertemuan
tersebut Dinas Lingkungan Hidup Sucipto berjanji bahwa Pemkab tidak akan
menandatangai dokumen apasaja terkait dengan proyek tersebut sampai selesainya 3
syarat yaitu : Selesainya Kajian Amdal.
Ada kejelasan penjelasan Amdal, kejelasan
dampak yang timbul atau manfaat yang akan diterima masyarakat. Adanya kesepakatan antara pemerintah, pengusaha dan
masyarakat. Dengan
begitu pengawasan dapat dilakukan bersama. Maka tidak benar apabila Pemkap menandatangai
pelaksanaan proyek tersebut.
Sedangkan Budi dari LSM Sadap yang
ditemui Gempur juga membenarkan bahwa pertemuan tersebut tidak mencapai titik
temu. Budi menilai bahwa, pertemuan itu tidak representatif. Tim 17 itu tidak bisa
dikatakan mewakili masyarkat. Maka segala sesuatu keputusan yang diambil oleh
tim 17 mengenai persolan tambang tidak dapat dikatagorikan sebagai keputusan
masyarakat.Tegasnya.
Sholeh menilai pertemuan
ini sudah salah, Pertemuan ini mengambil istilah dari UU Tenaga Kerja. Wong
perusahaannya aja belum mendapatkan ijin, kok sudah mengadakan pertemuan Tri
Partit. Ini kan lucu. Tim 17 ini bukan buruh dan tidak bisa di klaim telah
mewakili masyarakat. Dalam UU Tenaga Kerja, Lembaga Tripartit yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi
pengusaha, dan serikat pekerja/serikat buruh dilaksanakan untuk memberikan pertimbangan,
saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan
kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
Karena pertemuan Tripartit telah gagal, maka Pemerintah dan PT IMN melakukan sosialisasi Amdal dengan cara
sembunyi-sembunyi. Pertemuan yang di hadiri oleh Ibu Dewi Bappedal Malang dan
Bupati Banyuwangi Ratna Senin, (8/9) di Gedung PTPN XII Sungai Lembu dengan
penjagaan yang sangat ketat dan terbatas. Masak pertemuan seperti ini sampai
melibatkan Polisi dan satpol PP. ini Kan Aneh. Ada apa?. Tanyanya. Rakyat yang
ingin tahu tentang Amdal tidak boleh masuk,
padahal Amdal merupakan konsumsi publik siapapun berhak tahu, karena Amdal
bukan rahasia negara. Sholeh
curiga pertemuan ini hanya akal-akalan Pemda untuk mengelabui masyarakat agar
proyek pertambangan bisa diterima. Sholeh khawatir pertemuan semacam ini akan
tetap dilaksanakan oleh PT IMN. Untuk itu sholeh berharap agar
semua fihak selalu mengawasinya.
Berdasarkan informasi yang
dihimpun gempur dilapangan, meskipun proyek belum mengantongi ijin dari Pemkab
Banyuwagi. Di Tumpang Pitu masih terlihat adanya Kegiatan yang yang disinyalir mengarah
pada kegiatan penambangan. Disamping itu menurut salah-satu warga yang tidak
mau disebutkan identitasnya terdapat sumber air yang berada disekitar lokasi
penambangan tersebut yang biasanya digunakan minum warga setelah mencari rumput,
menjadi gatal dan tidak dapat diminum lagi. (Eros).