Bondowoso, MAJALAH-GEMPUR.Com. Polemik dana
talangan gula tebu rakyat dengan profit sharing 60% untuk petani dan
40% untuk investor banyak menimbulkan tanggapan serta kekecewaan dari berbagai kalangan, khususnya para petani tebu
yang berada di wilayah kerja PTPN XI.
kyai
mengatakan bahwa terkait dengan dana talangan gula petani tebu, proses ini
adalah proses yang pasti, tetapi dengan adanya dana talangan itu, dapat
mengakibatkan petani tebu akan semakin terpuruk. Pasalnya, “kan masih ngitung
biaya talangan dan bunganya.” tegasnya. (yud/rud/zq).
Dengan
adanya kebijakan Direksi PTPN XI tentang Profit sharing tersebut telah
merugikan petani tebu yang dihawatirkan
akan berakibat kemiskinan pada petani tebu. Hal itu, menjadi keprihatinan dari beberapa
Pengurus cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) di
Jawa Timur.
Ketua PCNU Bondowoso KH. Abdul
Qodir dan sekaligus pengasuh pondok pesantren Darul Falah Bondowoso, saat ditemui
Gempur dirumahnya, Rabu (15/02), mengatakan bahwa pokok persoalan tertindasnya
keadilan petani tebu itu, sebenarnya berawal dari ketidak transpranan pihak pabrik dengan
petani, Artinya Pabrik Gula (PG) terkesan tertutup.
Menurutnya, pengelolaan tebu sampai
selesai menjadi gula serta sampai proses penjualannya sudah tidak benar.
“Proses yang saya dengar itu adalah transaksi pasif, pasif dalam bahasa arab tidak
sah akadnya. Karena beberapa pihak, waktu akad yang di maksud penjual, pembeli,
atau petani tidak saling mengetahui
secara langsung. Jadi ada sesuatu yang
tidak jelas.” imbuhnya.
Kalau hal itu
mungkin terjadi, petani pun tidak bisa
berbuat apa-apa. Karena memang petani tebu tidak bisa menjual secara bebas, serta
tidak bisa di jual secara pribadi. “Proses seperti itu, tentu membuat orang
tidak mempunyai pengetahuan dalam artian mendapatkan laba atau rugi.”tuturnya.
Selain itu,
menurut ketua PCNU Bondowoso, pihak NU
tidak bisa secara lansung menanggapi. Akan tetapi, proses transaksi itu menurut
syar’i sudah pernah menjadi keputusan Muktamar NU, yang menyatakan bahwa transaksi
pasif adalah transaksi rusak, dan transaksi seperti itu tidak benar. Sedangkan
dalam sisi hukum agama, proses transaksi itu tidak sah (batil).
Sementara itu,
petani tidak mempunyai pabrik lanjut kyai. Dengan demikian, pabrik-pabrik gula tidak
menjadi kompetitif, mestinya ada imbangan, apakah itu pabrik milik swasta
maupun perorangan, sehingga tidak terjadi monopoli. Kemudian dia juga menyatakan,
“Selama ada persaingan. itu bagus, tapi kalau hanya satu Pabrik, ya mesti petani yang dirugikan.”
Katanya.
Sedangkan
seruan dari PCNU Bondowoso kepada Pihak PTPN XI terkait adanya ketidakadilan
terhadap petani tebu, “ Kalau memang masih mau dipertahankan pabrik gula, saya
kira perlu adanya perbaikan dari pihak BUMN itu sendiri, sehingga bisa lebih transparan dan masyarakat
lebih tahu.
Saya kira
dengan cara itu, petani akan terpacu untuk menanam tebu. Karena selama ini, masyarakat tidak mau bertani tebu, dikarenakan
tidak bisa mengetahui secara persis dari perjalanan proses perhitungan (dari
tebu sampai menjadi gula), serta penetapan harganya.” Katanya.