Terbinya Hak Guna Usaha (HGU) cacat hukum, karena tanah tersebut
adalah tanah rakyat, atau tanah Yasan, Kami punya bukti. (Sesuai dengan surat
pernyataan Kades Nogosari, H M Selamet Santoso, Nomor 591/11/551.07/2011 yang
dikeluarkan pada tanggal 25 Januari 2001 kepada Adm PG Semboro atas dasar
permintaan adm PG Semboro tentang data tanah spada Nogosari nengan nomor surat
AE/INSIP/01/007 tanggal 25 Januari 2011. Yang isinya perihal data tanah/kopy
kerawangan desa Nogosari
Yang menyatakan bahwa foto copy krawangan yang dimiliki oleh warga Nogosari
sama persis dengan data kerrawang yang dimiliki oleh desa Nogosari. Tanah-tanah itu adalah tanah yasan milik rakyat desa
Nogosari bukan tanah HGU.
Lebih ironis lagi keluarnya perpanjangan HGU. Saat tanah tersebut masih
dalam sengketa, saat itu hampir dua tahun lahan tersebut sedang dikuasi rakyat dan
ditanami padi dan polowijo tahun 2008-2009. Kenapa Perpanjangan HGU pada tahun 2009 itu
Bisa Keluar…?
Bukan hanya itu sebelumnya pada tahun 2001 lahan seluas 372 Ha tersebut
juga pernah dikuasi total selama dua bulan, tanpa sebab yang Jelas PTPN XI mentraktor
tanaman warga yang sudah hampir panin, lebih ironis lagi pentraktoran saat itu
mendapat kawalan dari aparat Negara. Dengan alasan pihak PTPN telah memberikan
uang gant irugi. Padahal tidak se sen pun warga menerima uang ganti-rugi
terswebut. Karena pada hakekatnya rakyat memang tidak menginginkan uang, tapi
tanah yang dibutuhkan.
Pada tahun 2002 warga menanami lagi dengan tanaman yang sama
termasuk tanaman pisang. Beberapa minggu kemudian 3 truk preman bertopeng
sekitar jam 12.00-13.00 siang membabat tanaman warga. Akibatnya warga
mulai terpancing dan merusak kantor PTPN XI PG Semboro. Pada saat Itulah awal
terjadinya kriminalisasi terhadap warga. 6 orang ditangkap dan dijebloskan ke
sel jeruji besi.
Ke enam orang tersebut adalah, P Dul Nanik, Warga Gumuk Bago. P
Umasro, Dusun Gumuksari, Suli, Warga Gumuk Bago, Bakri, (Almarhum), Warga Gumuk Bago Musa, Dusun Rowo
tamtu dan Kholik. Warga Gumuklimo.
Usai perpanjangan HGU, yang dikeluarkan oleh BPN RI Nomor.
87/HGU/BPN-RI/2009, ratusan warga kembali melawan dengan melakukan aksi di Pemkap Jember, DPRD, BPN Jember, Blokir jalan dan menduduki lahan dengan melakukan
penanaman pohon pisang pada hari Selasa 22 Mei 2012. Warga menganggap perpanjangan HGU tersebut penuh dengan rekayasa dan cacat hukum.
Karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember saat melakukan telaah melalui panitia B dalam
Suratnya tertanggal 27 Juni 2011 Nomor. 402/6.35.09/IV/2011 merekomendasikan atau menyebutkan bahwa
masyarakat Nogosari hanya memohon pelepasan tanah makam dan tanah SD dan SMP
satu atap (tempat pendidikan; red) seluas 0.8 ha dan 0.25 ha). Padahal warga sejak
awal warga minta tanah tersebut diberikan kepada rakyat. Kok bisa Panitia V atau BPN mengeluarkan
rekomendasi kepada BPN RI seperti itu?
Karena perpanjangan HGU
diangap penuh rekayasa dan cacat hukum, warga Nogosari minta agar HGU
tersebut dicabut dan tanah dikembalikan kepada rakayat.
Karena dengan adanya HGU inilah kehidupan warga sekitar lahan PTPN XI PG
Semboro, kehidupan warga kian terpuruk dalam kemiskinan, karena mereka telah kehilangan
tanah itu. Karenanya mereka akan tetap berjuang hingga ”titik darah penghabisan”
untuk dapat memiliki hak atas tanah itu.
Akibat konflik agraria yang berkepanjangan inilah hidup mereka semakin
terpuruk, karena hidup mereka sebelum adanya HGU (Tahun 1982) bergantung pada
lahan itu. Dengan dikuasainya oleh PTPN XI PG Semboro lahan di didusun
Gumukbago 90% meupakan lahan HGU (372 Ha). fersi dinas pertanian lahan petani
hanya 70 ha dari jumlah penduduk hampir 5000 orang. Akibatnya sekitar 97% warga Gumukbago Nogosari bekerja menjadi
buruh tani.
Rakyat sekitar lahan Spada PTPN XI PG Semboro di Desa Nogosari
Rambippuji Jember warga miskin, mereka butuh tanah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Untuk itu agar tanah
tersebut dapatnya dikelola lagi oleh rakyat.
Hal diperkuat oleh warga yang tinggal di sekitar lahan tersebut. Seperti
yang diungkapkan oleh Niton alias Pak Alim, warga Dusun Gumukbago, Desa
Nogosari, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sejak keluarnya
HGU ia terpaksa bekerja sebagai pengrajin daun tebu (Membuat welit). Dengan penghasilan
rata-rata tiap hari hanya Rp. 7.500-10.000/per hari.
Padahal sebelum diterbitkannya SK HGU yang pertama (1982) dirinya
dan keluarganya masih bisa mendapatkan hasil dari menggarap lahan di lokasi
tersebut. Namun kini di Gumjukbago banyak yang pergi kerja keluar
daerah (merantau) untuk memenhi kebutuhannya. Termasuk keluarganya.
Ia kini berharap pemerintah agar membolehkan kembali dirinya
menanam padi di lahan HGU yang dikuasai pabrik gula Semboro PT Perkebunan
Nusantara XI. Dengan tidak dapat menggarap lahan itu, ia dan 8 anaknya tak mungkin
keluar dari jurang kemiskinan.
Untuk itu HMTN bersama warga dengan segala daya dan upaya telah dilakukan, mulai kirim surat
kesemua instansi terkait baik Pemkab dan DPRD Jember, BPN Pusat sampai
kabupaten, Komisi II DPR RI, Konsorsium Pembaruan Agraria “KPA” Direksi PTPN XI
sampai Kementrian BUMN. Bukan hanya itu Hering dengan berbagai fihak juga sudah
dilakukan baik dengan Bupati dan DPRD Jember juga sudah dilakukan.
Bahkan aksi massa dan pendudukan lahan juga sering kali dilakukan,
termasuk pertemuan dan dialog dengan berbagai fihak baik dengan Pemkab dan DPRD
Jember, Adm PG Semboro, PTPN XI, Muspika kecamatan Rambipuji, Kepala Desa
Nogosari juga sudah tak terhitung jumlahnya. Namun usaha tersebut sampai saat
ini masih belum ada titik temu.
Meski Demikian para petani yang tergabung dalam Himpunan
Masyarakat Tani Nogosari (HMTN) tak pernah patah arang, usaha untuk mengambil
kembali tanah leluhur yang dikuasi penuh sejak tahun 1982 oleh PTPN XI PG
Semboro itulah yang menjadi harapan bagi
kesejahteraannya rakyat. Meski berbagai rintangan dan cobaan telah kami rasakan
mulai dari intimidasi baik dari preman, aparat kepolisian dan dari orang-orang
yang tak bertanggungjawab, bahkan hukuman masuk sel penjara juga sudah dialami.
Demikian kisah yang disampaikan oleh Ketua Himpunan Masyarakat
Tani Nogosari Sugito Kamis 1 Nopember 2012. Menurut Sugito untuk memperjuangkan
kepemilikan tanah ini bukan hal yang mudah. Diperlukan kegigihan dan keuletan, agar
kita tetap semangat dan tak putus asa.
Untuk menyakinkan kepada pemkab dan DPRD saja dibutuhkan tenaga,
pikiran dan waktu yang cukup panjang. Meski Sudah kirim surat, hering, mediasi
dan aksi. Mereka seakan sulit sekali untuk memahami keinginan kami. Sebagai
contoh meski sudah kami jelaskan bahwa petani butuh tanah, namun mereka masih
memahami bahwa kami ingin CSR. “
CSR itu kan kewajiban perusahaan. Sengkteta maupun tidak sengketa
CSR tersebut wajib dikeluarkan oleh perusahaan, bukan dengan diberikannya CSR
tersebut menghapus persoalan sengketa. Itu persoalan lain. Jangan dicampur
aduk. Kami Butuh tanah, Bukan CSR.
Alhamdulillah setelah bertahun-tahun sejak 12 tahun lalu tepatnya
pada tahun 2000 pihak Pemkab sudah mulai memahami akan keinginan warga
Nogosari, sehingga mereka akan memberikan rekomendasi kepada fihak terkait agar
tanah HGU Spada Nogosari yang dikuasai PTPN XI PG Semboro diberikan kepada
rakyat.
Disamping usaha diatas, kami juga mengadu kepada Komisi Nasioanal
Hak Azazi Manusia. Bahwa ada hak kami yang telah dirampas oleh perusahaan, dan
butuh perlindungan mereka. Agar dalam memperjuangkan hak kami, tidak ada lagi
interfensi lagi yang dilakukan oleh siapapun.
Alhamdulillah setelah sekian tahun berkomunikasi, akhirnya pihak
Komnas Ham merespon pengaduan kami, pada hari ini Kamis 1 Nopember 2012 Komnas
HAM memfasilitas pertemuaan untuk mediasi antara antara kami, Pemkab Jember dan
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Namun Bupati Jember MZA Djalal
dan Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) tidak hadir sampai pertemuan dimulai.
Ketidak hadiran Bupati Jember dan Badan Pertanahan Nasional. disayangkan Komnas Ham. Padahal
Bupati Jember MZA Djalal sedianya mau datang sendiri, namun katanya ada acara ditempat
lain dan minta dijadwal ulang sedangkan Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) sampai
pertemuan dimulai juga tidak ada pemberitahuan. Turur Johny menyesalkan ketidak
hadirannya.
Meski kedua instansi pemerintah tersebut tidak dapat menghadiri
acara mediasi yang difasilitasi Konnas Ham tersebut. Anggota Komisioner Komisi
Nasional Hak Azasi Manusia (KOMNAS HAM) Johny Nelson
Simanjuntak saat mediasi dengan Himpunan Masyarakat Tani Nogosari yang
didampingi KPA Jatim dan KPA Nasional. Kamis (1/11) di aula Komnas HAM Jakarta
akan memberikan rekomendasi kepada pihak terkait, Bupati, BUMN dan BPN agar
tanah tersebut dapat dikelola lagi oleh masyarakat.