
Kedatangan ke kantor Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ditemui langsung direktur
Advokasi YLBHI Bahrain dan
sejumlah Lawyer lainnya. Sementara di Komnas HAM di Jalan Latuharhary Jakarta disambut ketua Otto Nur Abdullah dan komisionernya.
Keluarga ini mengaku terpaksa mengadukan ke kedua lembaga ini, karena selama ini dia
merasa tidak memperoleh keadilan saat sengketa tanahnya disidangkan. Terlebih, Wiyati, suami
(Suwandi) dan anak sulungnya (Aminudin), ditetapkan sebagai terpidana karena
dituding melakukan penyerobotan tanah dan bangunan.
“Rumah itu
dibangun oleh kami sekeluarga. Tanah yang dibangun rumah itu juga bersertifikat
atas nama saya. Lantas kenapa saya dituding menyerobot tanah orang lain,”
sesalnya, (18/11). Wiyati bersama suami dan anaknya tersebut, diputus hukuman 5
bulan kurungan penjara.
“Saat bertemu YLBHI, kami menyerahkan sertifikat tanah
yang diperkarakan. Selain itu, berkas putusan pengadilan hingga putusan
Mahkamah Agung,” ujar warga yang
tinggal di Dusun Karangsono, Desa Tanjungrejo, Wuluhan, Rabo (19/11) melalui telepon selulernya
Wiyati mengaku menceritakan perkaranya secara utuh
kepada tim YLBHI. Seluruh kronologis perkara mulai
dari kekalahannya dalam gugatan perdata hingga berujung pada hukuman penjara, juga dia paparkan pada anggota tim yang siap membelanya. “saya
sudah menandatangani Surat Kuasa untuk bantuan hukumnya,”
kata Wiyati.
Wanita yang buta huruf ini juga menjelaskan,
bahwa tanah itu bukan warisan namun hasil pembelian dari uang yang ia kumpulkan
bersama-sama suaminya. Saat ini seluruh tanahnya dinyatakan milik orang lain
berdasarkan putusan pengadilan yang dianggapnya penuh dengan kekeliruan. “di
persidangan, sertifikat yang saya miliki tidak pernah dihadirkan sebagai bukti”
paparnya.
Lembaga Indonesian Legal Aid Foundation, lembaga ini
sanggup mengkawal sepenuhnya kasus ini, sampai
benar-benar dapat dipastikan seluruh proses peradilan terhadap Wiyati dilakukan
menurut prosedur yang benar. Pasalnya mereka menilai ada unsur
ketidak adilan pada perlakuan hukum yang diterimanya
“Meski saya belum
baca seluruh berkasnya, tapi dari cerita korban saya dapat menarik kesimpulan
ada proses yang keliru dalam persidangan terdahulu. Kami akan mengajukan upaya
hukum peninjauan kembali,” tegas Ketua YLBHI, Alvon Kurnia Palma
Terkait dengan putusan Pidana yang mengharuskan Wiyati
mendekam di Penjara, Alvon akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait ,
untuk dapat menunda pelaksanaannya sampai diketahui secara benar siapa yang
berhak atas tanah tersebut.
Minta Perlindungan Komnas HAM
karena tetap menempati tanah obyek sengketa. Wiyati terancam hukuman penjara, Karena dmerasa diperlakukan tidak adil disamping mengadukan ke YLBHI dan Komnas HAM, Rencananya dia akan tetap berada di Jakarta dan berusaha
untuk meminta perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi.
Saat ini, Wiyati
bersama suami dan anaknya, telah menerima surat panggilan terpida ke-2, berisi
tentang pemberitahuan eksekusi yang ditandatangani langsung oleh jaksa penuntut
umum (JPU), Adik Sri Sumarsih, SH.MM, tertanggal 13 Nopember 2014. “Saya ke
Komnas HAM untuk meminta perlindungan hukum,” tuturnya.
Wiyati mengaku,
kedatangannya di kantor Komnas HAM disambut baik oleh sejumlah komisioner
Komnas HAM. Bahkan, ketua Komnas HAM Otto Nur Abdullah, juga menemui Wiyati dan
keluarganya. Bahkan, Otto Nur Abdullah juga sempat berjanji akan menangani
kasus hukumnya hingga tuntas. “Pak Otto Nur Abdullah berjanji akan serius
membantu kami,” katanya.
Kepada sejumlah
komisioner Komnas HAM, Wiyati mengungkapkan bahwa tanah seluas 2 hektar dan
rumah yang dihuninya, hasil dari pembelian dan hibah sekitar tahun 1999 lalu.
Semua tanah dan bangunan yang dimilikinya tersebut, dipastikan memiliki
sertifat asli yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN). “Bahkan kami
sudah melakukan kroscek ke BPN Jember dan hasilnya positif asli,” akunya.
Namun yang membuat
heran, pengadilan memutuskan bahwa perkara sengketa tanah dimenangkan oleh
penggugat, yang tak lain adik kandung ayah angkatnya sendiri. “Padahal, tanah
yang kami miliki itu sudah bersertifikat atas nama saya. Selain itu, tidak
semua tanah hasil warisan ayah angkat kami. Rumah saya bangun sendiri dan ada
beberapa sawah hasil dari kami membeli,” jelas Wiyati.
Wiyati sempat
menuding pengacara yang menangani kasus perdata sebelumnya, telah sengaja tidak
menunjukkan sertifikat tanah yang dimilikinya sejak tahun 1986 selama di
persidangan. “Kami juga melapor ke Komnas HAM, kalau pengacara saya sengaja
membuat kami kalah dalam berperkara. Buktinya, sertifikat yang seharunya
menjadi bukti kuat yang bisa memenangkan, malah tidak pernah ditunjukkan di persidangan,”
akunya.
Masih kata Wiyati,
kedatangannya ke Komnas HAM itu, juga diantar tim pengacara dari Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Kepada lembaga bantuan hukum itu,
Wiyati memberikan kuasa kepada Bahrain SH, bersama sejumlah rekannya, untuk
membelanya secara hukum. “Kami akan melakukan pembelaan hukum semaksimal
mungkin ke Bu Wiyati dan keluarga ini,” kata pengacara Wiyati melalui SMS. (Ruz/Rul).