Mereka
menilai tidak menentunya harga tembakau
jenis Besuki Na Oogst akibat tidak seriusnya
bupati dalam menjalankan
Perda yang mengatur pembatasan pengusaha yang menanam tembakau. Sekaligus,
pengawasan dan proteksi pembelian tembakau petani
oleh pihak perusahaan yang dinilai masih lemah.
Akibatnya
banyak petani tembakau yang
gulung tikar akibat anjloknya harga tembakau
ditingkat bawah. Pada tahun 2014 lalu saja harga tembakau jenis Besuki Na Oogst kwalitas rendah anjlok
hingga menjadi Rp. 100 ribu per kwintal. Padahal tahun sebelumnya harga perkwintalnya
mencapai kisaran hingga Rp. 2 juta.
Karena itu, petani menuntut kepada
bupati untuk melakukan pengawasan pelaksanaan Perda Tembakau. Demikian disampaikan, Ketua Asosiasi
Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jember
Suwarno saat melakukan dialog dengan pihak Pemkab Jember, Kamis (19/3)
Perda karena pada tahun ini banyak perusahaan yang menyewa lahan hingga 60 hektar. Jika mengacu pada Perda no 7 tahun 2003 perusahaan
yang menyewa lahan diatas 5 hektar harus seijin
bupati “bagaimana bisa perusahaan tembakau yang tanpa ijin bupati bisa menyewa lahan hingga 60 hektar, yang ini jelas berimbas pada
hilangnya lahan-lahan pendapatan bagi petani tembakau di jember,” ujarnya.
Kuswandi,
salah seorang petani lainnya menuturkan, masalah standar kwalitas dan standart harga
juga menjadi
persolaan tersendiri bagi petani. Selama ini, kata Kuswandi, tidak pernah ada
kejelasan mengenai standart kwalitas tembakau yang dapat diterima oleh pedagang
besar atau gudang, sehingga hal itu juga berimbas pada fluktuasi harga yang
seringkali merugikan petani,
“kemana
pemerintah selama ini, kenapa diam saja?” ungkapnya kepada Bupati Jember yang
diwakili oleh Asisten II, HM.Thamrin, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, H.
Mashykur, dan Kepala Satpol PP, M
Soeryadi di ruangan salah satu ruangan Pemkab setempat.
Selama ini pihak
pemkab Jember tidak mau campur tangan untuk mengurusi persoalan petani tembakau, sehingga banyak perusahaan tembakau yang
melakukan monopoli dalam pembelian tembakau ditingkat petani, “sejauh ini
proteksi pemerintah sangat lemah terhadap petani, sehingga pengusaha
bermain-main dengan harga karena ada monopoli,” kata Abdul Waris, petani asal
Kecamatan Puger.
Dalam
aksi itu, petani juga mengajukan sejumlah tuntutan kepada Bupati Jember, yaitu
menghentikan pengusaha menanam tembakau sendiri, membuat kemitraan antara pengusaha
dengan petani, tentukan standart harga sebelum masa tanam, dan pada setiap
perusahaan harus ada perwakilan dari kelompok petani, serta penyediaan gudang penyimpanan selama harga turun agar para petani
tembakau tidak merugi.
Menyikapi tuntutan
tersebut, HM Thamrin asisten II Jember, berjanji akan melakukan koordinasi dengan pihak
perusahaan tembakau yang ada di Jember. Menurutnya Pemkab Jember sebelumnya
telah mengirim surat pemberitahuan terkait tuntutan APTI kepada perusahaan
tembakau tersebut.
Hasilnya
dalam waktu dekat pihaknya akan segera melakukan koordinasi langsung dengan
pihak terkait, termasuk melakukan koordinasi dengan pihak SKPD dalam upaya
menyiapkan gudang penyimpanan tembakau yang diminta masyarakat. Jelasnya.