Penangkapan itu dianggap rekayasa.
Demikian disampaikan Sekretaris Serikat Petani Lumajang (SPL), Supangkat,
sebenarnya Pak Joyo, menurut Pak Pangkat biasa ia dipanggil, sudah menggarap
lahan yang diduga milik perhutani selama 15 tahun dan selama itu tidak ada
masalah.
“Masalah ini muncul ketika
Pak Joyo sudah tidak lagi menjadi pengurus LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan)
dan mencoba mendata jumlah petani yang menggarap hutan rakyat,” ungkapnya, usai
mengadu kepada Ketua DPRD Lumajang, Agus Wicaksono, yang juga ada Bupati di
ruangan ketua DPRD Lumajang Selasa siang (18/8).
Sebetulnya Pak Joyo
meminta / memohon tanah tersebut berdasarkan perber (peraturan bersama) tiga
menteri untuk dimiliki / mendapatkan hak penuh dari negara. Pak Joyo
sendiri mengelola tanah tidak sampai 1 ha.
“Dia menanami sayur-mayur.
Di sana ada tanaman pokok Perum Perhutani yaki pohon pinus. Disitu tumpang
sari. Kalau diangap menganggu dan merusak dia tidak merusak. Buktinya
pohon pinusnya masih ada,” imbuhnya. Kalau ada tuduhan merusak, menurutnya
itu tidak benar dan sepertinya direkayasa.
“Pak Joyo juga digebuki,
dikeroyok 30 orang dari polhut,” ujarnya. Dia digebuki agar mengaku kalau
uangnya itu hasil tarikan tarikan tidak benar dari para petani, padahal itu
uang pribadi.
Penganiayaan, perampasan
uang Rp 3 juta lebih dengan alasan hasil penarikan dari petani. Ini sudah
kriminalisasi,
Makanya, Kami selaku
pendamping dari Serikat Petani Lumajang (SPL) dan dari HKTI mengadukan kepada
Ketua DPRD dan Bupati atas penangkapan Pak Joyo.
Untuk itu kami beserta
ribuan pentani juga akan mengadukan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya,
Pemantau Perhutani Jawa Timur dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
Ham) di Jakarta “ Kami siap mengadapi perhutani yang arogan ini” Tegasnya.
Pak Joyo ditangkap pukul
10.00 WIB tanggal 28 Juli 2015, di tanah garapannya, Desa Kenongo, Gucialit.
Setelah ditangkap Pak joyo digiring ke Polsek Kedung Jajang. Dia adalah warga
Desa Pojok Pandansari Kecamatan Sumber Probolinggo.