Puluhan petani yang
menamakan diri sebagai Perwakilan Petani Tembakau Jember, mengancam boikot
pelaksanaan pemilukada. Ancaman itu akan diwujudkan jika wakil rakyat dan
Pemerintah Kabupaten Jember tak peduli terhadap anjloknya harga tembakau yang
menjadi tumpuan nasib mereka.
"Ini adalah sejarah
terburuk dalam dunia pertembakauan di Jember. Apabila DPRD dan Pemkab Jember
tidak segera menyelesaikan permasalah petani, maka kami akan boikot Pilkada,"
ujar Hendro Handoko, koordinator petani, seusai menemui anggota DPRD Jember di
ruangan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB).
Menurut Hendro, tuntutan
petani cukup sederhana yakni tembakau dibeli dengan harga yang layak, sehingga
tidak merugi. "Masak tembakau petani hanya dihargai Rp 100 ribu per
kwintal, padahal biaya produksinya saja mencapai Rp 300 ribu per kwintal. Kami
tak meminta dibeli dengan harga mahal, kami hanya meminta dibeli dengan harga
layak, agar tak terus merugi," tegas dia.
Dikatakan Hendro, selama
ini pihak pabrikan enggan membeli tembakau petani dengan alasan terpapar abu
Gunung Raung. Padahal belum ada hasil penelitian yang menyebutkan tembakau
petani terkontaminasi abu vulkanik.
Sementara itu, Hafidi
anggota FKB yang menemui perwakilan petani mencurigai jika abu Gunung Raung
hanya menjadi alasan pihak pabrikan agar dapat membeli tembakau petani dengan
harga murah. Padahal, selama ini belum ada hasil penelitian yang mengatakan abu
vulkanik itu mempengaruhi kwalitas tembakau.
"Jangan-jangan abu Gunung Raung hanya
menjadi alasan saja, karena masih ada salah satu gudang (pabrikan) tembakau
yang mau membeli tembakau petani," tudingnya.
Hafidi juga menilai jika
Pemkab Jember lamban tangani persoalan tembakau, karena selama ini belum pernah
ada MOU (kesepakatan) bersama antara Pemkab dengan pihak pabrikan soal
pemasaran tembakau produksi petani.
"Jika (Pemkab Jember) tak bisa menangani
persoalan petani, ganti saja logo Jember (daun tembakau) menjadi buah
durian," paparnya.