
Kondisi berbeda
dialami tenaga kerja sektor informal (bukan penerima upah) seperti petani,
nelayan, pengrajin, pedagang di pasar, tukang becak, tukang ojek dsb. Mereka
merupakan tenaga kerja mandiri yang tidak mempunyai majikan sehingga apabila
terjadi resiko akan ditanggung sendiri.
Pada umumnya
tenaga kerja sektor informal merupakan tulang punggung keluarga. “Dapat dibayangkan apabila pencari nafkah utama
keluarga ini mengalami resiko sosial ekonomi seperti sakit, kecelakaan kerja
dan masa tua.Perekonomian keluarga jelas kan terganggu, menjadikan usaha mereka
menjadi bangkrut dan pada akhirnya timbul kemiskinan.
Sedangkan
Pekerja penerima upah (Sektor Formal) mempunyai majikan yaitu pengusaha yang
mempekerjakan dan membayar upah mereka serta memberikan fasilitas dan
kesejahteraan lainnya seperti jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua dan jaminan pensiun.
Kewajiban pemberi
kerja untuk memberikan upah yang layak serta perlindungan sosial diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Pengusaha yang memposisikan tenaga kerja sebagai
aset perusahaan yang tak ternilai harganya tentu akan melaksanakan amanah
Undang-Undang tersebut dan secara suka rela memberikan perlindungan sosial
kepada tenaga kerjanya.
Untuk
itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) Kantor Cabang Jember Jumat (4/12). menyelenggarakan Grebek Pasar di pasar
Kalisat kabupaten
Jember dan pasar Wonosari kabupaten Bondowoso
Dengan sosialisasi dan edukasi di pasar
tradisional, diharapkan
agar para pedagang pasar, tukang
ojek, warung-warung dan masyarakat pengunjung pasar mengetahui bahwa BPJS
Ketenagakerjaan juga menerima pendaftaran pekerja bukan penerima upah sebagai
peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Jember Cahyaning Indriasari, SE, MM, kegiatan
ini wujud komitmen BPJS juga melayani sector informal. “Selain bisa mendaftar di kantor BPJS Ketenagakerjaan,
masyarakat pekerja yang ingin menjadi peserta dapat mendaftar di kantor PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan PT.
Bank Negara Indonesia (BNI) terdekat”, jelas alumnus FE Unej ini.
Masih
kata Naning sapaan akrab beliau, jumlah
tenaga kerja bukan penerima upah aktif yang menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan Cabang Jember saat ini berjumlah kurang lebih 19 ribu orang,
masih sangat jauh dari jumlah pekerja sektor informal yang berjumlah kurang
lebih 650 ribu orang.
Kondisi berbeda
dialami pada tenaga kerja sektor informal (bukan penerima upah) seperti petani,
nelayan, pengrajin, pedagang di pasar, tukang becak, tukang ojek dsb. Mereka
merupakan tenaga kerja mandiri yang tidak mempunyai majikan sehingga apabila
terjadi resiko sosial ekonomi akan ditanggung sepenuhnya oleh mereka sendiri. Pada
umumnya tenaga kerja sektor informal merupakan tulang punggung keluarga.
“Dapat dibayangkan apabila pencari nafkah utama
keluarga ini mengalami resiko sosial ekonomi seperti sakit, kecelakaan kerja
dan masa tua.Perekonomian keluarga jelas kan terganggu, menjadikan usaha mereka
menjadi bangkrut dan pada akhirnya timbul kemiskinan, “ jelas alumnus FE Unej ini.
Dijelaskan
oleh Naning, bahwa dalam Undang-Undang
No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)Pasal 3 menyebutkan
bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya.
Hal ini berarti sebagai
warga negara Indonesia, semua pekerja yang bekerja dan berusaha di wilayah NKRI
berhak atas perlindungan jaminan sosial yang diselenggarakan pemerintah. Perlindungan
sosial kepada tenaga kerja di Indonesia diselenggarakan oleh BPJS
Ketenagakerjaan melalui program jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun,
jaminan hari tua dan jaminan pensiun.
Naning
menambahkan, bukan hanya tenaga
kerja sektor formal, tenaga kerja sektor informal pun berhak atas perlindungan
BPJS Ketenagakerjaan. Namun demikian masih banyak masyarakat pekerja yang belum
mengetahui bahwa mereka wajib menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sehingga
masih banyak pekerja sektor informal yang terdaftar sebagai peserta BPJS
Ketenagakerjaan masih sangat minim sekali.
“ Oleh karena itu BPJS Ketenagakerjaan Cabang
Jember secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat tentang BPJS Ketenagakerjaan dan program-program yang
diselenggarakannya,
“ imbuhnya.
Dengan iuran yang
murah perlindungan dan pelayanan yang diberikan untuk tenaga kerja bukan
penerima upah tidak berbeda nilai manfaatnya dengan yang di terima oleh tenaga
kerja penerima upah. Justru untuk tenaga kerja bukan penerima upah ini ada
keistimewaannya, mereka bisa memilih program yang akan diikutinya sesuai dengan
kebutuhannya.
Naning
memaparkan, misal tenaga kerja
bukan penerima upah ini boleh hanya mengikuti 2 program yaitu program jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian saja atau mengikuti 3 program JHT, JKK
dan JKM. Dan yang menjadi dasar perhitungan iurannya adalah tingkat pendapatan
yang dapat disesuaikan oleh penghasilan mereka. Penghasilan paling rendah yang
dijadikan dasar perhitungan iuran adalah sebesar Rp. 1.000.000,00 juta rupiah dengan
batas atas tidak terbatas.
Prosentase iuran
untuk pekerja bukan penerima upah adalah Jaminan Kecelakaan kerja sebesar 1 %,
Jaminan Kematian sebesar Rp. 6.800 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2 %. Misalkan
seorang pekerja bukan penerima upah dengan penghasilan sebesar Rp. 1.400.000,00
perbulan apabila dia mengikuti program Kecelakaan kerja dan program kematian
saja, maka iuran yang dibayarkan setiap bulan adalah sebesar Rp. 20.800,00.
Apabila pekerja
tersebut juga mengikuti program JHT maka iuran ditambah 2% menjadi Rp. 48.800
dimana Jaminan Hari Tua sebesar Rp. 28.000 akan diterima kembali oleh pekerja pada
saat tidak bekerja lagi. “ Iuran dapat dibayarkan
dimuka setiap sebulan sekali, tiga bulan sekali, enam bulan sekali atau setahun
sekali. Perlindungan akan berakhir pada saat masa pembayaran iuran sudah
berakhir, “
pungkasnya. (midd)