Translate

Iklan

Iklan

Ironis, Salah-satu Lingkungan Di Kota Jember Tidak Memiliki Sekolah Formal

2/10/16, 23:00 WIB Last Updated 2016-02-15T16:53:35Z
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com.Ketua DPRD Jawa Timur, Abdul Halim Iskandar, heran dengan kondisi di Lingkungan Mojan, Kelurahan Bintoro, Patrang. Pasalnya di kawasan terisolir ini tidak ada fasilitas sekolah sama sekali.

Meski secara administratif berada di kecamatan kota, hanya berjarak sekitar 10 kilometer, 70 anak usia sekolah, tak tersentuh pendidikan formal.Jarak terdekat sekolah dasar sekitar 3 kilometer, itupun dengan akses jalan yang cukup sulit dilalui, terlebih saat musim hujan.

Satu-satunya lembaga pendidikan yang menjadi tumpuan merekaadalah Pondok Pesantren An-Nibros.Beruntung sejak 2011 lalu, beberapa relawan dari Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM) Jember, mendampingi anak-anak di Mojan belajar baca tulis huruf latin, sebagaimana layaknya pendidikan formal di pesantren tersebut.

Ketika perjalanan rombongan Para legislator Partai Kebangkitan Bangsa, kondisi jalan ke arah Lingkungan Mojan, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang, masih basah. Sisa hujan yang mengguyur kawasan itu, sore sebelumnya, terlihat menggenangi kubangan aspal yang tak lagi berbentuk jalan.

Batu hitam seukuran kepala bocah, terlihat di kanan kiri bangunan jalan.Sesekali kendaraan roda empat yang melaju, harus berhenti.Sang sopir kudu waspada, sebab kalau lengah sedikit saja, roda mobil bisa terposok dan terjebak di kubangan jalan tersebut.

Malam itu, ada empat kendaraan yang melaju beriringan. Paling depan adalah rombongan pendamping dari Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM), sebuah lembaga yang konsen mendampingi anak-anak Mojan untuk belajar baca tulis dan hitung huruf latin.

Disusul kemudian, kendaraan dinas anggota DPRD Jawa Timur, Miftahul Ulum, disambung mobil Ketua DPRD Jawa Timur, Abdul Halim Iskandar beserta Ketua FKB DPRD Jawa Timur, Badrut Tamam, paling bontot mobil Wakil Ketua DPRD Jember, Ayub Junaidi.

Di tengah perjalanan, kendaraan yang ditumpangi Pak Halim, sapaan Abdul Halim Iskandar, terperosok. Sehingga dirinya harus berganti kendaraan, menumpang di mobil dinas Cak Ulum. Sekitar setengah jam bergelut jalanan aspal penuh kubangan itu, rombongan berhenti untuk menunaikan ibadahdi musholla.

Musholla ini masih berjarak sekitar 3 kilometer dari lokasi.Rombongan pun melanjutkan perjalanan, baru sekitar 1,5 kilometer rombongan kembali menghentikan kendaraan. Kali ini, mobil tak bisa masuk.Mereka pun harus jalan kaki, melalui jalanan yang menanjak dan berlumpur.

Dua puluh menit kemudian, sampailah di sebuah lingkungan pesantren dengan fasilitas sederhana.Gubuk gedhek (anyaman bambu) menjadi arsitektur utama rumah pemondokan para santri itu.Hanya sebuah surau yang terlihat paling megah diantaranya bangunan lainnya.

Ketika sampai, kemudian Pak Halim, bersama Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPRD Jawa Timur, Badrut Tamam, anggota FKB DPRD Jawa Timur, Miftahul Ulum, dan Wakil Ketua DPRD Jember, Ayub Junaidi, mengajak dialog pengurus pesantren serta sejumlah relawan dari Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM).

“Anak-anak disini awalnya tak mengenal upacara bendera. Pertama kali melakukan upacara pada 2013 lalu, saat memperingati hari pahlawan, kala itu, masih didampingi relawan, sehingga ada yang  mengarahkan tatacara upacara bendera,” kata Uswatun Hasanah, relawan YPSM, mengawali pembicaraan Rabu malam(10/2).

Namun ketika upacara berikutnya, anak-anak brinisiatif sendiri, namun mereka masih belum mengerit bahwa benderanya terbalik.“Pas kami datang, loh benderanya kok terbalik, yang putih di atas dan merahnya di bawah.Dan bendera itu telah terpasang tiga hari,” kenang Uswatun.

Anak-anak pun dikumpulkan untuk diberi pemahaman, agar posisi bendera tersebut segera dibenahi.Tetapi, jawaban anak-anak cukup mengejukan bagi Uswatun. “Kata anak-anak, apa bedanya merah-putih dengan putih-merah, kan sama saja,” tutur dia, menirukan ucapan anak-anak kepada dirinya.

Pak Halim tersenyum, Badrut Tamam manggut-manggut.Sementara Cak Ulum dan Cak Ayub, merapikan duduknya, mendengarkan cerita relawan tersebut.Pengasuh Ponpes An-Nibros, Ustad Iskandar, yang semula duduk di dekat pintu, diminta mendekat ke Pak Halim.

Dia kemudian menceritakan, kondisi pesantren yang dipimpinnya.“Sementara pendidikannya masih diniyah (keagamaan), untuk pendidikan formalnya masih paket (kejar paket),” terangnya.“Kok bisa ya kelurahan kondisinya seperti ini, kalau pedesaan wajar,” kata Pak Halim manggut-manggut

Sebenarnya, sejak 2015 lalu, pihaknya telah mengajukan izin. Namun izin itu terhambat dengan persyaratan dinas, yang mengharuskan tersedianya 3 ruang kelas untuk siswa.“Sebenarnya saya sempat protes dan tidak sepakat, sekolah kok dibatasi ruang kelas,” timpal Pak Halim, mengomentari penjelasan Ustad Iskandar.

Direktur YPSM, Rizki Nurhaini, menyebut, memang izin penyelenggaraan pendidikan formal belum diperoleh dari dinas. Tapi, para santri di An-Nibros telah diklasifikasi, sejak PAUD hingga kelas 1 SMP.“Sebenarnya, jika tersedia pendidikan formal.Masyarakat disini akan menyekolahkan anaknya,” ujar Kiki.

Sejenak Pak Halim terdiam, kemudian meminta kepada Cak Ayub untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat Mojan.“Mengenai tiga ruang kelas, biar nanti kita upayakan untuk dianggarkan dalam PAK.Agar persyaratan awalnya dalam mendapatkan izin operasional terpenuhi,” janjinya, yang diikuti anggukan Cak Ayub.

“Secara umum banyak wilayah di Jawa Timur yang seperti ini, sehingga pemerintah harus lebih fokus lagi dalam memikirkan kelompok marjinal karena sulitnya akses,” sambung Pak Halim, saat diwawancarai sejumlah wartawan.

Selain faktor pendidikan, administrasi kependudukan, layanan kesehatan dan sosial, juga menjadi kendala “Jika Jawa Timur ini ibarat puzzle, ada titik-titik yang masih bolong, sehingga harus ada kebijakan makro untuk menata ulang.Dan harus dituntaskan sampai ke cantolan hukumnya, serta penempatan nomenklaturnya,” tambahnya.

Menurut dia, selama ini seringkali kebijakan yang dibuat tidak nyambung dengan fakta di lapangan.Dinas pelaksana, juga terkesan jalan sendiri-sendiri dalam melaksanakan program kerjanya, tak ada sinergitas yang dibangun untuk menangani persoalan, utamanya kelompok masyarakat marjinal.

Sinergitas antar instansi, kata Pak Halim, selama ini belum berjalan secara simultan.Sehingga persoalan kemasyarakatan seperti di Mojan ini, belum tertangani dengan baik.“Infrastruktur memang kerap menjadi kendala, terutama akses jalan.Sehingga perlu ada kebijakan makro, agar persoalan warga marjinal bisa terselesaikan,” paparnya.

Kendati demikian, tak bisa serta merta persoalan sosial tersebut dapat terselesaikan secara instan, harus ada keterlibatan masyakarat.“Kuncinya gotong royong, seperti makna holopis kuntul baris, sebuah mantra yang memiliki makna filosofis supaya menumbuhkan soliditas warga,” paparnya.

Sebelum mengakhiri kunjungannya dan membagian buku serta alat tulis kepada anak-anak Halim meminta  pemerintah turun tangan “Kedepan, pemerintah harus lebih fokus lagi dalam memikirkan kelompok marjinal, karena akses yang sulit. Serta optimalisasi sinergitas antar instansi, utamanya dinas pendidikan, sosial, kependudukan dan kesehatan,”.pungkasnya

Sesaat kemudian, anak-anak telah berjajar di depan gubuk angkring, tempat legislator itu berdialog. Mereka berjajar terpisah, santri putra di sebelah kiri, putri sebelah kanan.Mereka menunggu pembagian paket buku dan alat tulis oleh Pak Halim.Muhammad Ahyar mengaku senang setelah menerima buku itu. Dia mendapat buku gambar, pensil, serta sekotak susu cair. “Saya bisa menggambar motor dan mobil,” katanya.

Bocah kelas 5 sekolah paket ini, mengaku telah lancar membaca dan menulis latin. Selama ini dia bersekolah menggunakan gedung pesantren, yang juga terbuat dari gedhek.“Kalau besar saya bercita-cita jadi pembawak (vokalis grup salawat).Dan saya juga kepingin melanjutkan ke SMP,” tuturnya.

Malam kian larut, para santri kembali ke pemondokan.Sebelum pamit, pengurus pesantren berfoto bersamadi gubuk angkringan seperti aula ukuran 4x6 meter.Tak seperti malam-malam sebelumnya, kehadiran politisi ini, memberikan harapan baru bagi santri dan warga, meski masih sekedar janji. (Ruz)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Ironis, Salah-satu Lingkungan Di Kota Jember Tidak Memiliki Sekolah Formal

Terkini

Close x