
Kekesalan, dipicu dikhawatirkan pengeboran
akan membahayakan keselamatan, seperti yang terjadi pada kasus semburan lumpur
Lapindo di Sidoarjo. Sebagai bentuk
protes, ratusan warga Senin malam (21/11) mendatangi lokasi pengeboran, agar
kegiatan tersebut dihendikan, Agar tidak meresahkan warga.
Protes dilanjutkan Selasa siang (22/11),
di kantor desa. Mereka menemui Kepala Desa Mayangan, Sulimah, serta perwakilan
UPN Veteran Jogjakarta, Iwan Kurniawan, untuk menyampaikan keberatan aktifitas
pengeboran tersebut.
"Intinya warga tidak setuju,
dijelaskan seperti apapun kami tidak setuju. Sekarang tinggal kebijakan bapak
(perwakilan UPN Veteran Jogjakarta) dan ibu kades seperti apa. Apakah
dihentikan atau dilanjutkan," kata Jarwo, salah seorang perwakilan warga berapi-api.
Menurutnya, pihak pengebor juga tidak
pernah melakukan sosialisasi terlebih dulu ke sejmlah warga warga. “warga
merasa takut terjadi sesuatu bila pengeboran itu dilanjutkan," Timpal,
Mamat, salah-satu warga lainnya yang saat itu ikut mendatangi kantor desa
Mayangan.
Kondisi sempat memanas, puluhan massa
yang terkonsentrasi di kantor desa meneriakkan kalimat protes. Upaya memenenangkan
oleh Kades Sulimah tak dihiraukan. Keadaan baru terkendali setelah setelah Perwakilan
UPN Veteran, Iwan Kurniawan, bersedia menghentikan aktifitasnya.
Meski Iwan meminta dua syarat, untuk
menghentikan kegiatannya. "Pertama,
perwakilan warga harus menandatangi berita acara penolakan. Berita acara ini
sebagai dasar kami laporan ke Pertamina dan Pemkab Jember," ujarnya.
Kedua, warga mau memberi tenggat
waktu 4 hari. Karena peralatan itu sebagian di dalam tanah, sehingga
membutuhkan waktu untuk mengangkat dan memindahkannya. Untuk syarat
ini, warga akan mengawasi, lantaran khawatir syarat ini sebagai trik untuk
menuntaskan proyek pengeboran.
Aktivitas ini dilakukan Pusat Studi
Mineral dan Energi (PSME) UPN Veteran Jogjakarta yang dibiayai PT Pertamina di
Jakarta. "Kegiatan ini adalah survey untuk mencari sample batu atau contoh
bebatuan. Kami tidak menambang minyak bumi, emas, gas, maupun pasir besi,"
jelasnya.
Iwan juga menyatakan, jika kegiatan
pengeboran di dusun Muneng desa Mayangan kecamatan Gumukmas itu telah mendapat izin resmi dari Pemerintah
Kabupaten Jember, Pemerintah Kecamatan Gumukmas dan Pemerintah Desa Mayangan.
Iwan menampik anggapan survey itu, pesanan
PT Pertamina yang berkaitan dengan jenis usaha perusahaan negara tersebut.
Menurutnya, survey ini murni kegiatan akademis yang bertujuan untuk memetakan
kandungan bebatuan di wilayah Jawa Timur bagian selatan serta untuk studi para
mahasiswa UPN Jogjakarta. "Tidak
ada tujuan lain apalagi dihubungkan dengan tambang," katanya.
Iwan menyebut, kekhawatiran warga
soal peristiwa seperti lumpur Lapindo tak mendasar, sebab proyek yang Ia
kerjakan hanya pengeboran di tingkat permukaan, yang kedalamannya hanya
mencapai 150 meter. "Kami juga
sudah melakukan kegiatan ini di tujuh lokasi berbeda," tuturnya.
Sebenarnya, sambung Iwan, pihaknya
telah memetakan potensi konflik di masyarakat. Karena sebagaimana diketahui, di
pesisir selatan Jember masyarakatnya anti tambang, dan aktivitas pengeboran itu
oleh warga juga dicurigai sebagai eksplorasi awal untuk mengetahui kandungan
bahan tambang.
"Kami sudah membaca benar
situasi masyarakat, tapi kami inikan memang berbeda dengan tambang terbuka,
apalagi kami baru survei bukan menambang. Sehingga kami tidak mengantisipasi,
meski kami telah melalui prosedur (perizinan)," ucapnya.
Kades Mayangan Sulimah mengaku,
diizinkannya kegitan itu karena Ia melihat tak ada masalah di empat titik yang
berada di wilayah Jember selatan. "Mereka
sudah membawa izin lengkap dari kabupaten, Kantor Lingkungan Hidup dan
Pemerintah Kecamatan. Karena tujuannya juga untuk penilitian," katanya.
Namun, lantaran warganya melakukan
protes, maka pihaknya mengembalikan kepada pihak peneliti, atas keberatan warganya terkait aktifitas
pengeboran ini. Dan Pihak UPN Veteran Jogjakarta sepakat atas tuntutan warga.
Berdasarkan informasi yang dihimpun
di lapangan bahwa persoalan ini mulai mencuat, lantaran minimnya sisialisasi,
kepada warga disekitar lokasi. Warga juga takut jika pengeboran yang semakin
dalam akan terjadi bencana.
Kegiatan yang berjalan, sekitar satu
minggu disekitar rumah warga dusun Muneng
bernama Hairul Anam membuat geram warga, karena pihak RT dan warga
sekitar tidak diajak sosialisasi perihal
apa yang akan dilakukan oleh pihak tersebut.,
"Undangan sosialisasi saja tidak
menerima mas, dan ada juga yang dapat, namun dalam logo undangan pihak Stempel
desa tidak ada, kenapa kami harus ikut, karena kami takut nanti dibelakang hari
terjasi sesuatu yang tidak kita inginkan" ujar Katiman
"Kami tidak setuju, apapun
dalihnya, dan beberapa warga sekitar juga setuju akan melakukan demo jika
pemerintah desa menutup mata, dan kami akan siap melakukan gerakan untuk
menyita alat tersebut dan akan kami serahkan kepada Kecamatan" ujar S-N
jika ini terus dilakukan.
Kami sendiri banyak mencari pelajaran
dari beberapa pengeboran dimanapun, dan kami sangat curiga jika pengeboran ini
hanya untuk mencari hal lain, dan suatu saat pasti jika ada mineral yang
menghasilkan tidak menutup kemungkinan suatu hari ditambang., kami akan membuat
gerakan secepatnya untuk menyelamatkan kawasan kami,Pungkasnya.
Ruhman Teknis Mesin dari UPN Veteran
Yokyakarta saat dikonfirmasi Senin,(21/11)
menuturkan "kami sudah sosialisasi mas, dan ini cuma untuk mengambil
matrial batuan di kedalama 100-200 Meter", dan ini juga untuk penelitian
dan penjabaran kawasan di Desa kepanjen ini sebenarnya dulunya daratan atau
lautan" tuturnya.
"Pihak kami menambahkan ketika
pengerjaan pengeboran ini sudah selesai, warga boleh kok memakai lokasi
pengeboran untuk pengairan sawah, dan saya siap memfasilitasi paralon untuk di
salurkan kerumah warga" pungkas ruhman asli Bandung tersebut. (ruz/lum/eros).