Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Jalan mundur dipilih Aliansi Jurnalis Jember (AJJ)
protes remisi Presiden Jokowi pada I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Radar Bali
Anak Agung Gede Bagus Narendra Prabangsa.
Di sanalah terpidana memerintahkan anak buahnya
memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa. Dalam keadaan bernyawa korban dibawa
ke Pantai Goa Lawah, lantas dibawa naik
perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang
lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian. (edw/eros).
Masing masing terdiri dari Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) kota Jember, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
Tapal Kuda, dan Forum Wartawan Lintas Media (FWLM) Jember menggelar aksi
solidaritas dengan melakukan longmarch jalan mundur dari Pujasera Depan Kodim
Jember hingga bundaran DPRD Jember.
Mereka memprotes kebijakan pemberian
remisi perubahan dari pidana Penjara seumur hidup menjadi Pidana Sementara
tertanggal 7 Desember 2018 yang tertuang dalam Keppres No 29 tahun 2018 itu dianggap
telah melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis seluruh di
Indonesia.
Selain itu Para awak media ini
juga membawa sejumlah poster bernada kecaman, diantaranya bertuliskan Cabut
Remisi Pembunuh Jurnalis, Pembunuh Jurnalis adalah Penjahat HAM, Remisi
Mengancam Kebebasan Pers, Batalkan Remisi kepada Pembunuh Jurnalis dan
lain-lain.
“Keluarnya remisi itu merupakan mundurnya
penegakan Hukum. Demikian kata koordinator aksi Mahrus Sholeh di Bundaran DPRD Jember,
usai menggelar aksi yang diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan gurur
bunga serta aksi teatrikal pembacaan tahlil yang menggambarkan matinya demokrasi.
Menurut Wartawan Radar Jember Jawa
Pos Group yang juga sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mahrus Sholih bahwa
sebenarnya Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya
dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur
hidup.
"Kebijakan presiden yang
mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi
jurnalis di Indonesia, oleh karena Kami meminta kepada Presiden Joko Widodo
mencabut keputusan presiden pemberian remisi terhadap Susrama," katanya.
Karena pemberian remisi ini sama
saja dengan langkah mundur pada kebebasan pers di Indonesia, untuk itu harus
dianulir. "Kami menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis,
memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim
impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu
kekerasan terus berlanjut." Jelasnya.
Aksi diahkiri tahlil bersama
dengan Treatikal menggambarkan Seorang Wartawan meninggal karena mengalami
penganiayaan yang diperankan oleh seorang Jurnalis TV Nunung
Wahyudianto dari Ikatan Jurnalis TV Indonesia (IJTI ) tapal kuda menandakan
matinya Supramasi Hukum.
Diberitahukan bahwa Susrama
diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan
itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi di harian Radar Bali, dua bulan
sebelumnya. kasus Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang mendapatkan
keringan hukuman tersebut.
Hasil persidangan menunjukkan Susrama
otak pembunuhan. Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di
rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 itu. Prabangsa
lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang,
Bangli.