Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Habsara
bersama sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) bersama Pemkab Jember persiapkan
Festival HAM Indonesia tahun 2019.
Setelah tahu tentang HAM, maka kepala desa dapat
menjelaskan ke masyarakat. “Seperti,
demo boleh tapi tidak merusak. Boleh berekspresi ketika sedang memperjuangkan
hak-haknya, harus tetap dalam koridor hukum. Ini adalah hal-hal yang bisa
dimainkan oleh kepala desa,” pungkasnya. (eros).
Menurut Bupati Jember dr
Hj Faida, MMR, pertemuan ini adalah tindak
lanjut komitmen bersama, bahwa Jember siap jadi tuan rumah kegiatan tahunan itu. “Ini pertemuan pertama di Jember untuk
menyiapkan hal tersebut,” kata bupati di Pendapa Wahyawibawagraha Rabu, (6/32019).
Kegiatan itu adalah kehormatan,
dan harus dimanfaatkan dengan baik. “Karena saya yakin, Pemerintahan yang
sukses dan berhasil sesuai dengan keinginan rakyat, harus didasari dengan
pemahaman yang tepat dengan HAM, karena pengelolaan pemerintahan yang didasari semangat
HAM pasti akan lebih baik,” jelasnya.
Lebih jauh bupati
menjelaskan, selama ini masih dipahami bahwa berbicara tentang HAM karena sudah
ada korban. Padahal, ilmunya sangat luas: tentang perempuan dan anak,
disabilitas, serta permasalahan bisnis yang berbenturan dengan keinginan
masyarakat.
“Dan pada festival ini
akan diselenggarakan pameran yang melibatkan banyak pihak, yang diikuti
anak-anak, orang tua dan santri. Serta akan ada pemapar dari anak-anak dan
remaja, karena akan ada tema tentang internet dan remaja,” jlentrehnya.
Anggaran penyelenggaraan
festival ini telah disediakan dalam APBD Kabupaten Jember tahun 2019.
Rencananya, festival digelar pada bulan November, yang bertepatan dengan pasca
pemilihan kepala desa serentak di 169 desa.
Kerena itu, bupati
mengungkapkan ada hal beda dalam Festival HAM Indonesia yang digelar di
Kabupaten Jember. Yakni diklat HAM bagi kepala desa yang baru saja terpilih.
Mereka akan mengikuti diklat sebelum menjalani pelantikan.
Komisioner Komnas HAM, Beka
Ulung Habsara, mengatakan, ketika berbicara HAM, bukan hanya domain pemerintah
pusat tetapi juga pemerintah daerah sampai pada level pemerintah desa. “Desa
mempunyai peran yang strategis, karena desa merupakan ujung tombak pelayanan,”
katanya.
Peran strategis itu
dimiliki desa karena, pertama, selama ini desa tidak hanya dipresepsikan
sebagai ujung tombok saja, tetapi juga ujung
tombak pelayanan publik. Pelayanan publik itu termasuk pemenuhan hak asasi
manusia.
Kedua, dengan semakin
banyaknya tantangan dewasa ini, desa menjadi garda terdepan untuk mencegah
adanya pelanggaran HAM. “Atau juga bisa mengurangi dan memperbaiki kualitas
layanan publik dari pemerintah daerah, itu peran strategis desa,” jelasnya.
Di Komnas HAM sendiri,
terdapat bagian pendidikan dan penyuluhan yang akan memberikan materi tentang
dasar-dasar HAM dan bagaimana HAM ini harus diterapkan dalam level pemerintahan
terendah: desa atau kelurahan.
Setelah mengikuti diklat
HAM tersebut, diharapkan para peserta yaitu para kepala desa atau lurah sudah
bisa mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Beka, di desa saat
ini masih banyak tantangan. Seperti, bagaimana peran desa tentang mencegah
adanya buruh migran maupun permasalahan agraria. “Hal ini sangat memerlukan
peran penting desa,” ujarnya.