
Mereka mendesak Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jember untuk menghentikan
beroprasinya aplikator Grab dan menolak keberadaan aplikator baru. “ Selain
banyak aturan yang dilanggar, juga tidak adanya kantor perwakilan di Jember”, kata
Ketua Pintar, Siswoyo
Mereka menilai keberadaannya
liar dan melanggar aturan. “Sesuai SK Gubernur jumlah kuota di Jember yang seharusnya
hanya 80 unit, ternyata mencapai ratusan unit”, keluhnya saat ditemui sejumlah anggota
Dewan, Tabroni bersama Alfan Yusfi bersama, Agusta dan Mangku Budi Heri Wibowo, saat
aksi di bundaran DPRD Jember.
Padahal saat deklarasi
damai beberapa waktu lalu katanya, sudah jelas, Bupati Jember, dr Faida menyarankan
agar aplikator online harus memiliki kantor di Jember. Namun, hanya satu
aplikator yang memberlakukan dan yang lainnya tidak mengindahkan.
Selain itu Zona
Penjemputan yang disepakati juga tidak dihiraukan, ini membuat para sopir gerah.
Maka para sopir minta DPRD dan Pemkab harus mengambil tindakan tegas kepada
aplikasi tersebut. “Tuntutan kami jelas,
pemerintah harus bersikap tegas,” jelasnya.
Kemudian para sopir
mengajak anggota Dewan naik angkutan kota menuju Pemkab Jember, guna menyuarakan
aspirasinya. Asisten 1, Arismaya Parahita. Menurut Arismaya bahwa untuk urusan
pembubaran dan memberikan izin, termasuk menutup itu, diluar kewenangan Pemkab
Jember, karena itu berlaku bagi seluruh Indonesia dan bukan hanya di Jember.
“Oleh karena itu, yang
bisa kita sampaikan bahwa tuntutan itu tidak mungkin untuk dilakukan secara
serta merta oleh Bupati, tetapi Pemkab Jember menangkap adanya satu kebutuhan
dan dari kita juga memang harus melihat atau memperhatikan kebutuhan dari
angkutan tradisional ini,” ucapnya.