Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Salah satu propinsi di Jawa Timur yang memiliki potensi pertanian kentang yang cukup besar yaitu Bondowosoh, akan tetapi produktivitasnya terus mengalami penurunan pada setiap tahunnya sehingga mencapai 16,6 ton/Ha.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya serangan Nematoda Sista Kentang (NSK), penyakit hawar daun yang disebabkan oleh cendawan patogen Phytophthora infestans, yang dapat menyebabkan kehilangan hasil pada tanaman kentang hingga mencapai 98,6%. Selain itu ketersedian bibit juga merupakan salah satu permasalahan petani untuk melakukan budidaya tanaman kentang.
Direktorat Jenderal Hortikultura pada tahun 2022, yang menyatakan bahwa pada tahun 2021, kebutuhan benih kentang di Indonesia adalah 143.740 ton, namun ketersediaan benih kentang hanya 8,6% atau 12.361 ton, dengan produksi benih dalam negeri 7.045 ton dan benih Impor 5.316 ton.
Di Kabupaten Bondowoso terutama di desa Sempol pertanian kentang telah menjadi tulang punggung ekonomi lokal dan sumber pendapatan utama bagi banyak petani di daerah ini. Salah satu kelompok petani kentang yang konsisten memproduksi kentang, kelompok tersebut yaitu kelompok petani “Potato”,.
Secara geografis kecamatan Ijen berada pada ketinggian antara 1.050 sampai 1500 meter dpl. Suhu berkisar antara 10oC sampai 23oC, curah hujan 1000 sampai 2200 mm/tahun, dengan kelembapan antara 57-70%. Jenis tanah Andosol di daerah tersebut juga sangat mendukung untuk budidaya tanaman kentang dalam skala luas dengan minim faktor pembatas.
Meskipun dengan adanya dukungan sumber daya alam yang ada di daerah kecamatan Ijen, permasalahan terkait ketersediaan bibit unggul juga terjadi pada kelompok petani Potato ini. produksi bibit kentang di daerah tersebut rata-rata hanya mencapai 10 ton/ha.
Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi semua potensi yang mendukung proses budidaya tanaman kentang terutama untuk penyediaan bibit yang ada di kecamatan Ijen, optimalisasi tersebut diantaranya terdiri dari sumber daya alam (lahan, dan agroklimat), sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana.
Faktor-faktor seperti kurangnya penerapan teknologi modern, manajemen agrologistik yang kurang efisien, dan kurangnya diversifikasi produk telah menghambat potensi pertumbuhan yang optimal. Petani kentang di Bondowoso masih bergantung pada metode pertanian tradisional, yang rentan terhadap fluktuasi iklim dan kurangnya pemantauan secara akurat terhadap tanaman mereka. Hal ini telah berkontribusi pada ketidakpastian hasil panen dan rendahnya kualitas produk, yang pada gilirannya mempengaruhi daya saing produk lokal di pasar yang semakin kompetitif.
Revitalisasi sentral kentang di Bondowoso menjadi suatu kebutuhan mendesak. Penerapan sistem smart Farming (SSF) dengan memanfaatkan teknologi. Hal ini akan membantu petani untuk membuat keputusan yang lebih baik terkait pengelolaan tanaman, penggunaan sumber daya secara efisien, serta memprediksi faktor risiko yang dapat mempengaruhi hasil panen.
Selain itu, pengembangan sistem agrologistik yang pintar akan membantu meningkatkan efisiensi dalam rantai pasok, mulai dari produksi hingga distribusi, memastikan kentang yang dihasilkan mencapai pasar dalam kondisi optimal dan waktu yang tepat.
Lebih dari sekadar meningkatkan aspek produksi, pengembangan produk bernilai tambah seperti mashed potato menawarkan potensi besar bagi diversifikasi produk dan peningkatan nilai ekonomi. Dengan mengekstraksi nilai tambah dari kentang, petani dapat mengalami peningkatan pendapatan dan memiliki peluang untuk memasuki pasar yang lebih luas.
Produk turunan kentang seperti mashed potato tidak hanya memberikan variasi dalam penawaran produk lokal, tetapi juga memiliki daya tarik yang tinggi bagi konsumen dengan permintaan pasar yang terus berkembang untuk makanan olahan yang praktis dan berkualitas sebagai produk transformasi dari penggunaan kentang mentah untuk mendapatkan profil flavor yang lebih baik dan penguatan properti kelarutan dan emulsi.
Pengolahan kentang menjadi tepung dapat mengurangi limbah dan meningkatkan ketahanan pangan, terutama didaerah Bondowoso. Inovasi baru mengenai pengolahan tepung kentang menjadikan produk berbasis kentang lebih mudah diakses oleh berbagai kalangan, termasuk di daerah terpencil.
Program ini merupakan Program Pemberdayaan Masyarakat (PBM) yang dilakukan oleh Dosen Politeknik Negeri Jember, diketuai oleh Rudi Wardana S.Pd., M.Si. dengan anggota yaitu Faisal Lutfi Afriansyah, S.Kom., M.T. dan Huda Oktafa S. TP., M.P. dan Program ini dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Vokasi. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Tahun 2024. (*).