PROBOLINGGO – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Probolinggo menilai anggaran bidang kesehatan pemerintah Kabupaten Probolinggo relatif tinggi, tetapi gagal dalam menekan angka kematian bayi. Oleh karena itu sebelum mengesahkan Rancangan Anggaran Pendapatan Pemerintah (RAPBD), harus di kaji matang-matang.
Sebab data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (Jatim) pada tahun 2024 menempatkan Kabupaten Probolinggo sebagai wilayah dengan kasus kematian bayi tertinggi ketiga di Jatim. Angka tersebut mencapai 240 kematian, hanya berada di bawah Kabupaten Malang (345) dan Kabupaten Jember (325).
Angka Kematian Bayi (AKB) Kab. Probolinggo 2024 mencapai 240, artinya dalam tiga hari sekali terdapat Dua Bayi yang meninggal di Kab. Probolinggo. Dan tertinggi ketiga se-Jawa Timur. Jumlah AKB juga menunjukkan tren meningkat dari 2019–2024 dengan Total AKB mencapai 1.202.
Tingginya angka kematian bayi di Kabupaten Probolinggo ini menjadi perhatian serius, terlebih jika dilihat dari komitmen anggaran bidang kesehatan Kabupaten Probolinggo yang tidak kecil. Dari total belanja daerah dalam RAPBD 2026 yang mencapai Rp2.406,14 triliun, sebesar Rp501,63 miliar atau 21% di antaranya dialokasikan untuk urusan pemerintahan bidang kesehatan.
Anggaran di bidang kesehatan untuk Kabupaten Probolinggo ini menunjukkan bahwa besarnya anggaran belum sepenuhnya berbanding lurus dengan penurunan angka kematian bayi di Kabupaten Probolinggo.
Ketua PC PMII Probolinggo, Dedy Bayuangga, menganggap pemerintah gagal dalam menekan angka kematian bayi. Ia juga menegaskan bahwa alokasi anggaran untuk bidang kesehatan harus tepat sasaran.
“Maka dari itu setelah RAPBD 2026 di sahkan. Kami akan segera mengevalusi dan melakukan kontroling kepada pemerintah daerah, terutama Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo. Kami tidak akan diam, sebab ini menyangkut hidup orang banyak,” tegasnya Ketua PC PMII Probolinggo, Dedy Bayuangga. (r1ck)
