Jakarta, MAJALAH-GEMPUR.COM – Pasal
7 ayat 6a UU APBN Perubahan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk
menaikan dan menurunkan BBM berdasarkan harga pasar internasional bertentangan
dengan pasal 33 dengan UUD 1945.
Dimana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Karena BBM merupakan hajat hidup orang banyak, Pemerintah tidak boleh menyerahkan kenaikan BBM melalui mekanisme pasar. Pemerintah yang harus mengatur dan menjamin kepastian harga BBM tersebut, bukan kepada mekanisme Pasar.
Dalam Pasal 7 ayat 6a tersebut memberikan peluang pemerintah menaikan dan menurunkan harga BBM berdasarkan mekanisme pasar dunia. Dimana apabila dalam kurun waktu 6 bulan kenaikan harga rata-rata minyak mentah dunia (ICP) mencapai 15 persen, pemerintah diberi kewenangan untuk menaikan dan meurunkan harga BBM tersebut tanpa minta persetujuan DPR lagi.
Untuk itu mantan Menkumham Yusril Iza Mahendra akan mendaftarkan uji formil dan materiel ke MK. Karena pasal ini dianggap bertentangan dengan konstitusi dan menimbulkan multi tafsir. (*)
Dimana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Karena BBM merupakan hajat hidup orang banyak, Pemerintah tidak boleh menyerahkan kenaikan BBM melalui mekanisme pasar. Pemerintah yang harus mengatur dan menjamin kepastian harga BBM tersebut, bukan kepada mekanisme Pasar.
Dalam Pasal 7 ayat 6a tersebut memberikan peluang pemerintah menaikan dan menurunkan harga BBM berdasarkan mekanisme pasar dunia. Dimana apabila dalam kurun waktu 6 bulan kenaikan harga rata-rata minyak mentah dunia (ICP) mencapai 15 persen, pemerintah diberi kewenangan untuk menaikan dan meurunkan harga BBM tersebut tanpa minta persetujuan DPR lagi.
Untuk itu mantan Menkumham Yusril Iza Mahendra akan mendaftarkan uji formil dan materiel ke MK. Karena pasal ini dianggap bertentangan dengan konstitusi dan menimbulkan multi tafsir. (*)