Pengakuan ini disampaiakna dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jember yang dipimpin ketua Majelis Hakim Adi Hernomo Yulianto, Iwan Harry dan Heneng Pujadi sekitar pukul 15.00. Kholil yang memakai kopyah putih didampingi istrinya dihadapan majelis hakim pun blak-blak-an.
“Tidak
sampai ke Tanah Suci. Hanya sampai ke penampungan di Pasuruan,” jelas Kholil Rabo siang
(5/3) dihadapan
majelis hakim dengan logat bahasa Madura yang diterjemahkan dengan bantuan
penerjemah karena tidak bisa berbahasa Indonesia.
Mengaku Ditipu PT Rosana, Membacok Karena Terkejut
Holil menyatakan bahwa dirinya
terpaksa melakukan penipuan (haji bohongan; red) kepada warga sekitar
dikarenakan malu dengan tetangga sekitar. Pasalnya, H-3 sebelum keberangkatan
haji, dirinya dihubungi oleh PT. Rosana Pasuruan tempat dirinya berangkat bahwa
dirinya akan naik haji tahun ini.
“Saya
sudah kadung selametan
(tasyakuran, red),” jelasnya. Dirinya pun diminta oleh biro perjalanan haji itu
ke Alun-alun karena akan dijemput langsung oleh travel yang membawanya ke
penampungan Haji Sukolilo Surabaya. Dari Alun-alun Jember, dirinya bersama
dengan empat orang lainnya yang tidak dikenalnya. Namun, ternyata mereka tidak
sampai ke Surabaya melainkan hanya di penampungan di Pasuruan.
Selanjutnya
mereka berangkat dari tempat penampungan itu, dengan maksud dibawa ke Surabaya.
Namun, ternyata kendaraan itu balik arah ke arah Jember. Dari sinilah Kholil
mengaku ditipu oleh biro perjalanan haji tersebut.
“Ada
yang diturunkan di Lumajang, Bangsalsari dan saya bersama dengan satu orang lainnya
diturunkan di Tanggul,” terang Kholil dalam sidang kemarin. Tentu saja, dirinya
pun bingung untuk bisa pulang ke Jember. Bahkan, dirinya mengaku sempat menjadi
peminta-minta untuk bisa memperoleh ongkos pulang ke Jember.
“Karena
sudah tidak punya uang lagi,” jelas Kholil. Hingga akhirnya dirinya pun
bertahan hidup di Jember dan sekitarnya hingga musim pulang haji baru kembali
ke rumah. Dirinya malu jika ketahuan para tetangga. Apalagi, sejak awal dirinya
tidak berniat menipu tetangganya melainkan dirinya yang tertipu oleh biro
perjalanan itu. Kholil mengaku nekat ikut PT karena dijanjikan bisa berangkat
cepat dibandingkan lewat Kementrian Agama Jember yang harus menunggu puluhan
tahun.
“Saya
menggadaikan sawah. Bayar sudah hampir 35 (juta, red),” ujar Kholil. Sementara
itu, terkait dengan kejadian pembacokan, Kholil mengakui semua perbuatannya.
Sehari paska kepulangannya kerumah, tiba-tiba pagi hari rumahnya didatangi oleh
ratusan massa yang sudah berkumpul di depan rumah, termasuk korban pembacokan
Edi Winarko. Dirinya mengaku kaget dan takut dengan kehadiran massa itu.
“Saya
terkejut. Saya takut diserang oleh massa,” jelas Kholil. Dirinya mengaku takut
dibunuh massa meskipun merasa tidak memiliki salah kepada warga. Sehingga
dirinya pun langsung keluar kamar dan menyerang orang yang ada di depan
rumahnya itu. Kebetulan di dekat pintu keluar dirinya nemu pisau. Dengan
membabi buta dirinya menyerang massa itu, hingga akhirnya ketemu Edi yang
terjatuh. Tanpa pikir panjang, Kholil langsung menyerang Edi dengan sabetan
pisaunya hingga melukai kaki kanan Edy.
Beruntung
Edy bisa menangkis serangan itu hingga akhirnya warga menangkap dan menenangkan
Edi. Dirinya mengaku khilaf dan menyesal dengan perbuatan yang dilakukannya.
Bahkan, keluarganya sudah berusaha untuk meminta maaf kepada Edi, namun tidak
digubris hingga kasusnya ke persidangan itu.