Translate

Iklan

Iklan

Sejumlah Aktivis Jember Bentuk Konsorsium Pejuang Tanah

1/07/16, 18:47 WIB Last Updated 2016-01-08T19:05:18Z
Jember, MAJALAH-GEMPUR.Com. Sejumlah aktivis Perjuang Tanah, dari Kelompok Tani Nogosari, Mangaran, Ketajek, Ungkalan, Curah Nongko dan Curah Takir, Kamis (7/1) mebentuk konsorsium perjuang tanah.

Gagasan ini muncul, karena sejumlah perselisihan lahan, tempat tinggal dan tanah garapan, antara petani dan  PTPN X, PTPN XII, PTPN XII. Perhutani, dan Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) serta perusahaan perkebunan swasta lain, hingga kini masih banyak yang belum terselesaikan.

Bersama akademisi dan Bina Desa, mereka duduk bareng untuk menyamakan persepsi, tentang arah perjuangan Agraria, menyusun strategi dan berjuang bersama yang terarah dan tidak secara radikal, dengan cara arif dan bijaksana agar lebih mudah mendapatkan kemenangan.

Sugito, ketua Himpunan Masyarakat Tani Nogosari (HMTN), kecamatan Rambipuji, yang bersengketa denganPTPN XI PG Semboro, berharap dengan bersatunya komponen yang ada, para pejuang tanah bisa segera mendapatkan kejelasan haknya seperti yang diatur oleh undang-undang.” katanya Kamis (7/1)

Sementara Mustafid dari Fakultas pertanian Unevwersitas Jember (Unej), menyampaikan keprihatinannya atas kasus tanah dan sengketa pertanahan (konflik agraria), factor utama, pertanian mememerlukan lahan pertanian, sementara sebagian besar  masyarakat pedesaan kita masih menjadi buruh tani,

Masih kata Mustafid, hasil penelitianya bahwa srtuktur agraria, sejak masa kemerdekaan hingga kini, masih timpang, pasalnya petani tidak memiliki lahan, sebab penguasa dan pengelolanya dari swasta dan pemeritah daerah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga mereka menjadi buruh tani,”Jelasnya

“sangat memprihatinkan, masyarakat pedesaan hanya jadi tenaga serabutan, mereka tidak bisa bekerja di desanya sendiri, akibatnya mereka memilih bekerja di kota dan menjadi TKI, padahal Negara Indonesia adalah Negara Agraris, untuk itu pemerintah harus memberikan kebijakan yang lebih kepada masyarakat pedesaan, dengan cara itulah pemerintah bisa meningkatkan perekonomian pedesaan”Ungkapnya

Lanjut Mustafit “Dari pengamatan 23 Sengketa tanah di Jember masih banyak terjadi konflik dengan perusahaan Perkebunan dan perhutani, selebihnya masih ada potensi konflik adanya pengelolaan hutan lindung, yang sebenarnya hutan lindung tidak boleh dikelola masyarakat”  jelasnya

Untuk lahan ekologis dan lingkungan, menurut Mustafit, konfliknya dengan alam “terjadinya longsor dan banjir, seperti panti, sebab dataran tinggi sudah menjadi lahan pertanian, dengan demikian pemerintah harus bisa memetakan“ Pungkasnya  

Sementara Khoirinisa dari bina Desa, untuk mewujutkan kedaulatan masyarakat desa dengan jalan membangun kemandirian disegala bidang, mulai dari soal pertanian, Ekonomi, dan masalah agraria, mengingat konflik tanah sangat luas terjadi di Jember.

“Sebenarnya sudah banyak para aktivis local yang berjuang mencari keadilan, namun mereka bergerak sendiri-sendiri, semoga dengan gagasan terbentuknya konsosium perjuang tanah,  penyelesaian sengketa tanah di Jember agar bisa segera terwujud”. Paparnya (edw)
Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Sejumlah Aktivis Jember Bentuk Konsorsium Pejuang Tanah

Terkini

Close x